



Transportasi Laut Mandek Bikin Pulau Enggano Terisolasi, Ini Kata Kemenhub
Warga di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu, terisolasi dan mengalami permasalahan ekonomi yang serius imbas mandeknya akses transportasi laut sejak Maret 2025 lalu.
Dalam delapan bulan terakhir, pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, menyebabkan terganggunya layanan kapal laut ke Pulau Enggano.
Malangnya, saat transportasi laut berhenti beroperasi sementara, masyarakat justru tidak punya jalur alternatif lain.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Muhammad Masyhud, menyebutkan bahwa tak ada jalur alternatif yang dapat digunakan masyarakat.
Bahkan hingga kini, pemerintah masih mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomi untuk membangun jalur alternatif bagi masyarakat.
“Sampai dengan saat ini belum ada opsi jalur alternatif, dengan pertimbangan teknis dan ekonomis,” ujar Masyhud kepada Kompas.com, Jumat (20/6/2025).
Adapun, aspek ekonomi mencakup potensi keuntungan ekonomi, biaya pembangunan, dan dampak terhadap perekonomian daerah.
Sementara aspek teknis meliputi kondisi lingkungan, infrastruktur yang dibutuhkan, dan kesesuaian lokasi.
Di Pulau Enggano, satu-satunya akses yang digunakan masyarakat adalah Kapal Pulo Tello.
Namun, transportasi laut reguler ke pulau tersebut tak bisa beroperasi karena pengerukan pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai baru dilaksanakan di pekan pertama Juni 2025.
Masyhud mengatakan, proses normalisasi alur Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu, dilaksanakan oleh PT Pelindo Regional 2, selaku pengelola fasilitas tersebut, dengan menggunakan alat dan metode yang sesuai dengan kondisi lapangan. “Pekerjaan pengerukan terus dilakukan oleh PT Pelindo dengan menggunakan alat dan metode yang sesuai kondisi, dipantau oleh Sekretariat Wapres,” paparnya.
Ia memastikan, pengerukan pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai di akhir bulan bisa mencapai kedalaman yang ditargetkan, sehingga cukup memadai untuk keluar-masuk kapal, khususnya kapal pengangkut bahan bakar minyak (BBM) milik PT Pertamina (Persero). “Mengacu timeline dan progres sampai saat ini, Insya Allah akhir bulan kedalaman akan sudah cukup memadai untuk keluar-masuk kapal, khususnya kapal pengangkut BBM Pertamina,” beber Masyhud.
Warga Pulau Enggano, Bengkulu nekat menyewa kapal nelayan secara patungan agar hasil bumi bisa dijual ke luar pulau. Untuk diketahui, perkara pendangkalan di Pelabuhan Pulau Baai menciptakan masalah yang serius bagi masyarakat di Pulau Enggano.
Sejak Maret lalu, warga Pulau Enggano praktis terisolasi tanpa akses angkutan laut yang memadai.
Ratusan petani pun memilih tidak memanen hasil kebun mereka karena tidak adanya jalur distribusi dan harga jual yang jatuh. “Untuk apa panen, bayangkan saja harga pisang kini satu tandan cuma dihargai Rp 20.000. Sementara, biaya angkut dan biaya tebang sudah Rp 15.000. Jadi buat apa dipanen, kalau rugi juga," kata Milson Kaitora, pimpinan kepala suku di Enggano.
Milson mengatakan, beberapa tauke pisang bermodal besar menggunakan jasa sewa kapal nelayan untuk menjemput hasil panen mereka.
Namun, karena kapal kapasitas angkutnya terbatas, jadi tidak bisa menampung hasil bumi seluruh petani.
Hanya beberapa petani yang memang sudah memiliki langganan pembeli tetap di Bengkulu yang bisa menitipkan pisang mereka. "Jadi kalau yang tak punya relasi tauke, terpaksa pisangnya dibiarkan busuk di pohon," ucapnya.
Di Pulau Enggano, hasil pertanian memang menjadi andalan pendapatan dari seluruh warga.
Mulai dari pisang, kakao, pinang, daun pisang, jantung pisang, dan lainnya. Termasuk ikan-ikan jenis tertentu yang menjadi komoditas ekspor.
Namun, sejak tidak ada kapal yang membawa hasil bumi dan laut ini keluar pulau, krisis uang melanda warga Enggano. "Di warung besar, biasanya omzetnya sampai Rp 10 juta, kini cuma setengah saja. Karena tidak ada yang belanja. Yang ada utang yang menumpuk di warung," ungkap Yudi, warga Meok.
Tag: #transportasi #laut #mandek #bikin #pulau #enggano #terisolasi #kata #kemenhub