



Perpanjangan Jam Perdagangan, Analis: Belum Tentu Tingkatkan Likuiditas Bursa, Perhatikan Beban dan Risiko AB
JawPos.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) berencana menyesuaikan jam operasional perdagangan. Dari semula dimulai pukul 09.00 hingga 16.00 menjadi dibuka pukul 08.00 sampai 17.00. Rencana itu menuai beragam tanggapan dari sejumlah sekuritas.
Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Arya Wisnubroto, menilai bahwa perpanjangan jam perdagangan tidak otomatis akan meningkatkan likuiditas pasar saham. Faktor-faktor utama yang mendorong likuiditas pasar justru terletak pada kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi dan kualitas emiten. Oleh karena itu, kebijakan terkait perdagangan harus diimbangi dengan penguatan sisi fundamental.
"Likuiditas lebih dipengaruhi oleh prospek kinerja dari emiten, prospek dan fundamental ekonomi yang baik, dan peningkatan aktivitas investor asing di bursa saham Indonesia," terang Rully kepada Jawa Pos, Selasa (17/6).
Dia juga mengingatkan adanya potensi konsekuensi dari perpanjangan jam bursa. Terutama bagi pelaku industri pasar modal. Yakni, bisa menyebabkan peningkatan beban operasional perusahaan sekuritas, serta potensi ketimpangan akses informasi, terutama bagi investor ritel.
Sebagai masukan bagi BEI, Rully menyarankan agar fokus pengembangan pasar lebih diarahkan pada perluasan basis investor dan edukasi masyarakat. Selain itu juga peningkatan kualitas perusahaan yang melakukan penawaran umum perdana (IPO).
"Dengan ekspansi basis investor, memperbanyak akses bagi masyarakat dan edukasi. Serta peningkatan kualitas IPO perusahaan," ujarnya.
Analis pasar modal Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi memiliki pandangan berbeda. Dia menilai, perpanjangan aktivitas perdagangan BEI akan berdampak pada kenaikan likuiditas dari transaksi harian.
"Kami membuat simulasi jika rerata transaksi harian sebesar Rp 12 sampai 15 triliun, maka jika ditambahkan pembukaan lebih awal dan penutupan lebih lambat masing-masing 1 jam dapat berpotensi meningkatkan transaksi sebesar 18 hingga 31 persen," jelasnya.
Penyesuaian dengan bursa region Asia, lanjut dia, memungkinkan investor lebih responsif terhadap sentimen global. Seperti dengan SGX, HKEX dan bursa Malaysia. Potensi peningkatan aktivitas dari jumlah investor seiring dengan waktu yang lebih fleksibel, tidak hanya di office hour.
Meski demikian, Audi juga mencermati beban yang akan timbul kepada pelaku pasar, khususnya anggota bursa (AB). Serta upaya teknis terhadap penyesuaian jam perdagangan tersebut. Dengan demikian, sebaiknya BEI dapat melakukan implementasi bertahap pada saham-saham tertentu dan juga kesiapan infrastruktur.
"Terlebih dukungan teknis. Selain itu juga memastikan kesiapan dari para pelaku pasar, baik terkait SDM (sumber daya manusia) hingga teknis perdagangan anggota bursa," ucap Audi.
Terpisah, Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik menyampaikan, saat ini kajian penyesuaian jam perdagangan masih berlangsung. Skema yang dikaji mencakup opsi menambah, menggeser, atau bahkan memperpendek waktu perdagangan. Tergantung pada hasil evaluasi menyeluruh.
"Ada berbagai kemungkinan, apakah ditambah di awal, ditambah di akhir, atau jamnya tetap tapi digeser. Semua skenario itu masih dalam kajian," kata Jeffrey.
Penelitian dilakukan dengan tiga pertimbangan utama. Pertama, untuk mendukung pendalaman pasar. Kedua, untuk meningkatkan likuiditas perdagangan. Ketiga, agar seluruh segmen investor bisa terlayani lebih optimal.
Selain memperhatikan kebutuhan investor dalam negeri, BEI juga mempertimbangkan pola aktivitas pasar di kawasan regional. Termasuk Hong Kong yang memiliki zona waktu berbeda satu jam lebih cepat dari waktu Indonesia Barat (WIB). Mengingat banyak investor institusi global yang beroperasi melalui desk di Hong Kong.
"Hong Kong itu satu jam lebih cepat dari WIB, atau setara dengan waktu Indonesia Tengah. Jadi itu juga menjadi salah satu pertimbangan, karena konsentrasi investor asing cukup tinggi di sana," tandasnya.
Tag: #perpanjangan #perdagangan #analis #belum #tentu #tingkatkan #likuiditas #bursa #perhatikan #beban #risiko