Maju Mundur Regulasi Transportasi Online
Sejumlah pengemudi ojek daring (ojol) melakukan aksi demonstrasi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa (20/5/2025). Dalam aksinya mereka menutut aplikator untuk menurunkan potongan komisi menjadi 10 persen dan juga mendesak pemerintah untuk menerbitkan UU Transportasi Online Indonesia. (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
09:36
14 Juni 2025

Maju Mundur Regulasi Transportasi Online

NASIB transportasi online belum memiliki kepastian hukum apapun. Iklim usaha dan investasi online mengalami ketidakpastian yang serius.

Ada jutaan orang yang menggantungkan nasibnya pada industri ini. Kenapa pemerintah dan DPR belum kunjung menetapkan regulasi untuk transportasi online?

Lambatnya revisi Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) tidak terlepas dari kegagapan pemerintah menyelesaikan persoalan internal antara kementrian dan lembaga.

Rancangan perubahan UU LLAJ sudah masuk dalam Prolegnas sejak 2019. Namun, revisi terhambat karena ada kepentingan-kepentingan kementrian dan lembaga yang tidak selesai dirundingkan Pemerintah.

Saya mendengar ada sengketa antara Kementerian Perhubungan dan Kepolisian mengenai perubahan UU LLAJ. Kedua institusi ini memiliki kepentingan langsung terhadap UU LLAJ.

Pertama, mengenai over dimension over load (ODOL) atau pergerakan truk obesitas yang mengangkut barang antardaerah. Pihak pemerintah belum bersepakat mengenai muatan truk pengantar barang. Masing-masing kementerian dan lembaga memiliki aturan sendiri.

Kedua, akibat ada rencana perubahan UU itu, kementerian dan lembaga saling memperebutkan kewenangan dalam sistem lalu lintas dan angkutan jalan. 

Kegagalan revisi UU LLAJ bukan hanya berdampak pada persoalan kewenangan lembaga-lembaga itu, tetapi juga berdampak pada hajat hidup orang banyak. Faktanya, kecelakaan banyak terjadi karena ODOL.

Kegagalan revisi UU LLAJ juga menyebabkan dasar hukum keberadaan transportasi online menjadi tidak menentu. Regulasi transportasi online rencananya akan dimasukkan dalam revisi itu.

Termasuk juga regulasi mengenai status sepeda motor yang digunakan sebagai angkutan umum untuk orang. Saat ini tidak ada regulasi yang mengaturnya.

Aturan ini tidak hanya soal keselamatan angkutan, tetapi juga soal investasi, kepastian hukum dan kesejahteraan masyarakat luas.

Setelah revisi UU LLAJ mandek, muncul RUU Transportasi online yang mulai dibahas di DPR pada Mei 2025. Pembahasan RUU ini juga menjadi perhatian serius bagi pengemudi ojol.

Pada 20 Mei 2025, mereka melakukan aksi demonstrasi dengan membawa beberapa tuntutan yang perlu diakomodasi dalam pembahasan regulasi tersebut.

Para driver ojol menuntut kepada stakeholder, terutama pemerintah dan DPR, untuk membuat regulasi yang memberikan keadilan bagi mereka. Salah satunya ingin mengurangi pemotongan harga oleh aplikasi dari 20 persen menjadi 10 Persen.

Tuntutan lainnya adalah, para driver ojol ingin ada kepastian status mereka dalam industri ini, apakah sebagai mitra aplikator atau pegawai?

Para driver ojol ingin stastusnya sebagai pegawai, bukan mitra, agar ada ikatan antara aplikator dan driver. Persoalan ini timbul akibat tidak adanya kepastian hukum yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatur hubungan antara aplikator dan driver.

Permintaan driver untuk dijadikan sebagai pegawai, menurut saya, tidak memberikan fleksibilitas bagi mereka sendiri. Dengan posisinya sebagai mitra, para driver ini dapat bebas menentukan waktu kerja. Dengan status mitra, mereka bisa melakukan pekerjaan lain.

Kalau para driver ojol menuntut menjadi pegawai, pengamat Angkutan Online Peter Abdullah mengatakan, “kalau tuntutan itu diterima, maka driver tidak lagi menjadi pekerja bebas, dan perusahaan ini menjadi perusahaan biasa”.

Ketika menjadi perusahaan biasa, menurut Peter, maka fleksibilitas hilang, dan perusahaan akan melakukan rasionalisasi pegawai. Perusahaan dapat memangkas jumlah pengemudi sesuai kebutuhan dan kemampuan pembiayaan perusahaan.

Regulasi transportasi online harus segera disahkan

Demonstrasi ojol menjadi celah politik bagi politisi untuk menemukan daftar inventarisir masalah yang akan dibicarakan dalam proses pembahasan RUU Transportasi Online.

Namun, tidak sedikit pula yang menggunakannya untuk tujuan politik. Pembentukan RUU yang tadinya untuk mendapatkan kepastian, keadilan dan kemanfaatan berubah menjadi “celah permainan” antara pelbagai kepentingan dengan pertimbangan yang sangat politis.

Tuntutan driver ojol tidak terlalu rumit sebenarnya, yaitu tuntutan kesejahteraan, potongan aplikasi berkurang dari 20 persen menjadi 10 persen.

Tuntutan itu tentu aspirasi yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah dan DPR, baik untuk kepentingan aplikator sebagai investor, maupun untuk kepentingan mitra dan pengguna jasa layanan.

Lebih penting lagi adalah, pembuatan regulasi ini sebagai upaya Pemerintah dan DPR untuk menciptakan kepastian hukum, baik bagi driver maupun bagi aplikator sebagai penyedia layanan.

Pembuatan regulasi yang panjang dan bertele-bertele membuat Indonesia menjadi negara yang tidak memiliki kepastian hukum dalam bidang investasi. Banyak investor menjadi ragu.

Aturan yang dipakai selama ini hanya setingkat keputusan menteri, yaitu Keputusan Kemenhub 1001 Tahun 2022 yang menjadi dasar acuan pembiayaan dan pembagian antara aplikasi dan mitra.

 

Keputusan menteri itu tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Namun, karena kekosongan hukum, mau tidak mau peraturan itu harus diterima.

Dalam industri transportasi online, ada jutaan warga yang terlibat di dalamnya. Ada aplikator sebagai penyedia aplikasi, driver sebagai mitra aplikator, pengguna jasa aplikasi, UMKM yang menjual melalui markeplace aplikasi, dan jasa pengantaran barang.

Penelitian Institute Teknologi Bandung (ITB), industri pengantaran online ini telah menyumbangkan Rp 382,62 triliun, sekitar 2 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

Satu dari empat orang Indonesia menggunakan layanan ride healing dan pengantaran online, baik sebagai konsumen maupun mitra.

Jadi, transportasi online sudah menjadi industri penting yang melibatkan orang banyak. Tugas pemerintah adalah memastikan kesejahteraan dan perlindungan terhadap semua pihak dan memperkuat sistem dan regulasi industri ini.

Untuk itu, Pemerintah dan DPR harus segera memperkuat industri ini dengan undang-undang secepatnya.

Tag:  #maju #mundur #regulasi #transportasi #online

KOMENTAR