IHT Terancam, Sejumlah Kepala Daerah Desak Pembatalan Plain Packaging untuk Keberlanjutan Ekonomi
Pekerja melakukan penyortiran daun tembakau di Gudang Tembakau Empatlima, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. (MIFTAHUL HAYAT/JAWA POS)
15:18
13 Juni 2025

IHT Terancam, Sejumlah Kepala Daerah Desak Pembatalan Plain Packaging untuk Keberlanjutan Ekonomi

 

- Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging) dan implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menuai sorotan tajam dari sejumlah kepala daerah sentra tembakau. Mereka menilai kebijakan tersebut berpotensi mengancam keberlangsungan industri hasil tembakau (IHT) nasional serta menggerus kontribusinya terhadap perekonomian daerah.
 
Lebih dari itu, sejumlah kepala daerah menilai bahwa kebijakan dalam PP 28/2024 dan aturan turunannya sarat dengan pengaruh eksternal yang tidak sejalan dengan semangat kedaulatan nasional. Hal ini bertolak belakang dengan visi Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang secara konsisten menegaskan pentingnya Indonesia berdiri di atas kepentingan sendiri, tanpa tunduk pada tekanan asing.
 
Dalam pidatonya pada peringatan Hari Lahir Pancasila, 2 Juni 2025, Presiden Prabowo menegaskan bahwa kekuatan asing kerap menggunakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai alat untuk memecah belah bangsa dan memengaruhi arah kebijakan nasional. "Kita tidak boleh dipermainkan oleh bangsa mana pun. Kita ingat kata-kata proklamator, kita bangsa Indonesia harus berdiri di atas kaki kita sendiri," tegas Prabowo.
 
Pernyataan tersebut memperkuat kekhawatiran bahwa sejumlah ketentuan dalam PP 28/2024, termasuk wacana plain packaging, merupakan bentuk adopsi prinsip-prinsip Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diusung WHO, meskipun Indonesia secara resmi tidak meratifikasinya. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo menegaskan bahwa Indonesia harus memiliki kendali penuh atas kebijakan strategisnya.

Wakil Menteri Perindustrian RI, Faisol Riza, sebelumnya menegaskan bahwa pemerintah tidak akan melanjutkan wacana tersebut dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang merupakan aturan turunan dari PP 28/2024. Salah satu dukungan datang dari Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa yang menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak pasal-pasal tembakau dalam PP 28/2024 terhadap perekonomian daerah.

"Jawa Timur menjadi tulang punggung penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) nasional. Kebijakan yang memengaruhi industri ini harus dipertimbangkan dengan cermat," tuturnya beberapa waktu lalu, dikutip Jumat (13/6).
 
Khofifah sebelumnya juga menandatangani dokumen Komitmen Bersama dengan Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang mendukung revisi pasal-pasal terkait tembakau dalam PP 28/2024 dan menolak rencana kenaikan CHT pada 2026. Sementara itu, Bupati Situbondo, Yusuf Rio Wahyu Prayogo turut menyebut pembatalan plain packaging sebagai langkah strategis bagi daerah penghasil tembakau.

"Pembatalan penyeragaman bungkus rokok adalah langkah positif, terutama bagi daerah penghasil tembakau seperti Situbondo. Industri ini menyumbang penerimaan negara yang besar dan mendukung perekonomian daerah," katanya.
 
Ia menyoroti bahwa pembatasan terhadap IHT dapat berdampak langsung pada pendapatan daerah. Situbondo, misalnya, menerima Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sebesar Rp 59 miliar pada 2024, dan diproyeksikan meningkat menjadi Rp 73 miliar pada 2025.

Senada, Bupati Temanggung, Agus Setyawan menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan ekonomi. Temanggung sebagai salah satu lumbung tembakau nasional sangat rentan terhadap kebijakan yang menekan sektor ini.
 
"Kami berharap ada keseimbangan antara kepentingan kesehatan dan ekonomi. Indonesia bukan Singapura atau Australia. Industri rokok kita melibatkan banyak pihak, dari hulu ke hilir," imbuhnya.
 
Agus menyoroti bahwa kebijakan seperti kenaikan cukai tahunan dan plain packaging dapat menurunkan daya serap industri terhadap hasil pertanian tembakau, yang pada akhirnya memukul petani dan buruh IHT. "Perputaran uang di Temanggung, Wonosobo, dan sekitarnya saat musim panen tembakau bisa mencapai Rp 1,6 hingga Rp 1,8 triliun," ungkapnya.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #terancam #sejumlah #kepala #daerah #desak #pembatalan #plain #packaging #untuk #keberlanjutan #ekonomi

KOMENTAR