



Layanan ''Buy Now Pay Later'' Dinilai Berisiko bagi Konsumen, Ini Sebabnya
- Layanan Buy Now Pay Later (BNPL) atau beli sekarang, bayar nanti kini semakin marak seiring dengan pertumbuhan e-commerce dan kemudahan akses teknologi finansial. Namun, di balik kemudahan tersebut, layanan ini berpotensi menimbulkan risiko bagi konsumen.
Dilansir dari CNBC, Selasa (3/6/2025), Klarna, salah satu perusahaan BNPL besar asal luar negeri, pada kuartal yang berakhir Maret lalu kembali melaporkan kerugian meski jumlah pengguna dan pendapatan meningkat. Perusahaan menyebut kerugian tersebut banyak dipicu oleh biaya restrukturisasi.
Namun, masalah tak hanya dialami perusahaan. Sebuah survei LendingTree menyatakan, sekitar 4 dari 10 pengguna BNPL mengaku pernah terlambat membayar setidaknya satu transaksi dalam setahun terakhir.
Skeptisisme di Kalangan Pakar Keuangan
Douglas Boneparth, perencana keuangan bersertifikat asal Amerika Serikat, mengatakan dalam unggahan LinkedIn-nya.
“Program buy now, pay later adalah scam. Program ini mendorong konsumsi berlebihan, merusak kredit, menjerat Anda dalam utang, dan menyasar konsumen yang paling rentan untuk berhutang padahal seharusnya tidak. Masyarakat akan lebih baik tanpa adanya program tersebut."
Meski demikian, Boneparth juga mengakui bahwa BNPL bisa menjadi alat yang berguna jika digunakan dengan disiplin dan pemahaman keuangan yang baik.
“Saya sedikit bercanda dalam unggahan itu. Prinsip utamanya adalah kredit adalah alat. Bila digunakan dengan disiplin, pengetahuan, dan pengendalian, kredit bisa menjadi alat yang sangat efektif,” katanya.
BNPL, Kredit dalam Bentuk Baru
BNPL menawarkan kemudahan mencicil pembelian, misalnya membeli barang Rp 10 juta dengan empat kali cicilan tanpa bunga selama enam minggu.
Namun, setelah pembayaran pertama, sebenarnya konsumen mengambil utang Rp 7,5 juta yang harus dibayar dalam beberapa cicilan berikutnya.
Keterlambatan membayar cicilan akan dikenai denda, bahkan bunga, tergantung ketentuan layanan.
Ted Rossman, analis industri di Bankrate, menegaskan bahwa titik pentingnya adalah, Buy Now, Pay Later tetaplah utang.
Utang yang digunakan dengan tepat bisa jadi alat keuangan yang bermanfaat, seperti saat mengelola kartu kredit secara bijak atau mengambil KPR untuk rumah.
Namun, risiko BNPL adalah layanan ini sering tidak terasa seperti utang. Jika konsumen terlalu sering menggunakan BNPL untuk membeli barang yang sebenarnya tidak mampu dibayar, mereka bisa terjebak dalam masalah keuangan.
“Membuat alat ini mudah diakses dan tanpa hambatan itulah yang berbahaya,” ujar Boneparth.
Tips Melindungi Diri bagi Konsumen
Awalnya, BNPL memang menawarkan cicilan tanpa bunga dan jadwal pembayaran yang jelas, sehingga terasa lebih sederhana dibanding kartu kredit.
Namun kini, banyak layanan BNPL menawarkan cicilan dengan tenor lebih panjang dan bunga yang tidak kalah tinggi, bahkan mencapai 15-36 persen.
“Penting bagi konsumen membaca ketentuan dengan teliti, melihat durasi pinjaman dan bunga yang dikenakan,” kata Rossman.
Walau cicilan tanpa bunga, keterlambatan pembayaran tetap berpotensi kena denda. Meski belum memengaruhi skor kredit secara langsung, denda dan biaya tambahan dapat menumpuk dan membebani keuangan.
“Yang paling penting adalah memperhitungkan total biaya, bukan hanya cicilan. Banyak orang mudah terjebak belanja impulsif dan akhirnya melebihi kemampuan bayar,” ujar Rossman.
Saran terbaiknya adalah, jangan membeli barang lewat BNPL jika tidak mampu membayarnya secara tunai.
“Kalau Anda tidak bisa mengendalikan diri, berarti Anda sedang bermain dengan api,” tegas Boneparth.
Tag: #layanan #later #dinilai #berisiko #bagi #konsumen #sebabnya