



Aneka Tantangan Industri Animasi, Salah Satunya Pendanaan Minim
- Kementerian Perindustrian menyatakan meski menunjukkan kemajuan yang pesat, industri animasi Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan.
Antara lain kurangnya pendanaan dari sektor keuangan formal, minimnya platform distribusi nasional, dan terbatasnya pelatihan teknis di luar pusat industri animasi yang masih perlu diatasi secara sistematis.
Oleh karena itu Kemenperin berkomitmen untuk terus mendukung penguatan ekosistem industri animasi nasional melalui pengembangan dan pemanfaatan Kekayaan Intelektual (IP) dalam rangka menghasilkan produk animasi yang berkualitas.
Sebab, IP memiliki peranan penting pada masyarakat dan pelaku industri animasi karena memberikan nilai tambah pada produk karya mereka.
“Pemerintah secara khusus mendorong kolaborasi antara pelaku IP lokal dengan berbagai sektor industri lain. IP animasi lokal memiliki potensi besar untuk menjadi mitra strategis dalam memperkuat daya saing industri nasional, sekaligus membuka pasar baru bagi produk dalam negeri,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Setia Diarta pada acara Bedah Film Animasi Jumbo di Jakarta, Kamis (8/5/2025).
Film Jumbo mengajarkan anak-anak untuk memiliki empati.Menurut Setia, keterlibatan pelaku industri dalam mendukung IP lokal akan memperkuat identitas produk dan mendorong pertumbuhan industri berbasis kekayaan intelektual.
“Kami mengajak industri dan produk dalam negeri untuk melihat potensi besar kerja sama dengan IP lokal. Selain memperkuat identitas produk, ini juga berkontribusi pada kemajuan industri berbasis kekayaan intelektual,” ungkapnya.
Potensi besar yang dimiliki oleh IP lokal mendorong Kemenperin untuk menciptakan kolaborasi yang lebih luas, mulai dari co-branding produk, kampanye pemasaran berbasis karakter animasi, pengembangan konten digital interaktif, hingga pemanfaatan IP untuk merchandise dan edutainment.
“Melalui kolaborasi ini, diharapkan mampu menjadi jembatan antara sektor animasi dengan sektor lain seperti makanan dan minuman, transportasi, teknologi, ritel, dan produk konsumen,” ujar Setia.
Lebih lanjut, Setia mengatakan, berbagai bentuk komitmen Kemenperin dalam upaya mendukung subsektor animasi diwujudkan dalam berbagai inisiatif.
Misalnya, Balai Diklat Industri (BDI) Denpasar secara rutin memberikan pelatihan teknis animasi 2D dan 3D serta memfasilitasi partisipasi para pelaku animasi dalam ajang promosi seperti BEAST (Bengkel Animasi Creative & Digital Arts Festival), serta penguatan jejaring lintas sektor melalui penyelenggaraan Networking Forum Industri berbasis IP.
Menurut data AINAKI (2020), nilai produksi animasi Indonesia sebelum pandemi mencapai Rp 600–800 miliar per tahun. Saat ini terdapat lebih dari 150 studio animasi yang tersebar di 23 kota, dengan konsentrasi terbesar di Pulau Jawa.
Potensi ini masih bisa terus dikembangkan sehingga dapat ikut berkontribusi dalam menopang perekonomian nasional.
Sementara itu, film “Jumbo” menjadi bukti nyata keberhasilan IP lokal yang dikelola dengan baik. Dengan lebih dari 8 juta penonton, film ini telah mencetak sejarah sebagai film animasi Indonesia terlaris di Asia Tenggara, dan menunjukkan potensi karya lokal yang mampu bersaing di pasar global.
Direktur Industri Elektronika dan Telematika, Ronggolawe Sahuri menyampaikan, melalui kegiatan ini diharapkan mampu mengembangkan potensi para pelaku industri animasi lokal dan menguatkan ekosistem IP lokal melalui berbagai program sinergi.
“Kemenperin mengapresiasi IP Lokal seperti Jumbo sebagai wujud nyata dari upaya kita membangun daya saing industri animasi nasional dan memajukan industri berbasis kekayaan intelektual dalam negeri,” ujarnya.
Ronggolawe menambahkan, pihaknya akan terus aktif berkoordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam penyusunan peta jalan industri animasi nasional, dengan fokus pada penguatan SDM industri, perluasan akses pasar, dan kolaborasi lintas sektor yang berkelanjutan.
Tag: #aneka #tantangan #industri #animasi #salah #satunya #pendanaan #minim