Indonesia Hadapi Krisis Talenta Digital 2030, Industri Mulai Dorong Penguatan Skill AI
- Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar 9 juta talenta digital pada 2030, sementara kapasitas pendidikan formal baru mampu memasok sekitar 6 juta tenaga terampil. Ketimpangan ini menimbulkan kekhawatiran akan kesiapan Indonesia menghadapi transformasi ekonomi berbasis kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi.
Situasi global mempertegas urgensi tersebut. Laporan World Economic Forum 2025 memperkirakan sekitar 92 juta pekerjaan berpotensi tergantikan oleh otomatisasi pada 2030. Meski demikian, era digital juga diprediksi menciptakan 69 juta peran baru, mayoritas terkait keahlian teknologi, analitik data, dan pengembangan AI.
Para analis menilai bahwa ketimpangan talenta digital Indonesia bukan hanya soal jumlah, tetapi juga kesiapan skill. Banyak perguruan tinggi belum mampu mengimbangi perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama terkait etika AI, keamanan data, dan kepemimpinan digital.
Kondisi ini mendorong pemerintah dan sektor industri berperan lebih aktif dalam mempercepat proses reskilling dan upskilling. Selain itu, sejumlah perusahaan mulai menghadirkan program pelatihan teknologi untuk mahasiswa dan wirausaha muda.
Salah satu contoh upaya industri tampak melalui dua program pengembangan kompetensi digital, IndonesiaNEXT dan NextDev, yang selama beberapa tahun terakhir menargetkan penguatan kemampuan profesional di bidang AI, cloud computing, hingga inovasi startup berbasis solusi sosial.
Menurut VP Corporate Communications & Social Responsibility Telkomsel, Abdullah Fahmi, tantangan talenta digital tidak hanya terkait kemampuan teknis.
“Penguatan kompetensi harus disertai pemahaman etika dan pemanfaatan AI yang bertanggung jawab,” ujarnya di Jakarta baru-baru ini dan menilai bahwa generasi muda perlu didorong menjadi pencipta inovasi, bukan sekadar pengguna teknologi
Sejak diluncurkan pada 2016, IndonesiaNEXT diklaim telah menjangkau lebih dari 96.000 peserta dari 38 provinsi dengan lebih dari 8.000 sertifikasi digital dari lembaga internasional seperti Microsoft, Cisco, dan Google. Kurikulumnya kini memasukkan materi AI fundamentals, generative AI, hingga sertifikasi AI prompting dan UI/UX, menyesuaikan perkembangan industri teknologi global.
Di sisi lain, program NextDev yang berdiri sejak 2015 menekankan inkubasi startup berbasis teknologi dan dampak sosial. Hingga tahun ke-11, program ini telah melibatkan lebih dari 6.500 startup early-stage. Penilaian terbaru menyoroti integrasi teknologi AI dalam solusi digital, termasuk isu lingkungan, pemberdayaan masyarakat, dan efisiensi layanan berbasis data.
Baik dalam pelatihan individu maupun inkubasi startup, sejumlah kegiatan seperti mentoring, bootcamp, dan konsultasi dengan ahli teknologi disertakan untuk menilai dampak penggunaan AI. Para peserta didorong mempertimbangkan aspek etika, risiko bias algoritma, hingga implikasi sosial dari teknologi yang mereka kembangkan.
Banyak pihak menilai bahwa meski inisiatif industri seperti ini membantu mempercepat peningkatan kapasitas digital, tantangan Indonesia tetap besar. Ketersediaan instruktur berpengalaman, literasi digital dasar, dan kesenjangan akses teknologi antardaerah masih menjadi hambatan utama dalam mengejar target nasional.
Dengan semakin cepatnya adopsi AI di berbagai sektor, Indonesia perlu memperkuat strategi lintas sektor untuk memastikan talenta muda memiliki keterampilan yang relevan, adaptif, dan berdaya saing global.
Sinergi antara pendidikan formal, pemerintah, dan industri dinilai menjadi kunci menghadapi perubahan pasar tenaga kerja dalam beberapa tahun ke depan.
Tag: #indonesia #hadapi #krisis #talenta #digital #2030 #industri #mulai #dorong #penguatan #skill