Studio Ghibli dkk Minta OpenAI Stop Pakai Karya Mereka untuk Latih AI
Hasil foto ala Studio Ghibli yang diedit di ChatGPT.(X/ @GrantSlatton dan @Trendulkar)
17:21
4 November 2025

Studio Ghibli dkk Minta OpenAI Stop Pakai Karya Mereka untuk Latih AI

- Studio Ghibli bersama sejumlah penerbit besar di Jepang meminta OpenAI (pengembang ChatGPT) berhenti menggunakan karya mereka untuk melatih model kecerdasan buatan (AI) tanpa izin.

Permintaan ini disampaikan melalui surat resmi dari Content Overseas Distribution Association (CODA), organisasi perdagangan yang mewakili penerbit dan studio besar di Jepang, termasuk Ghibli.

Gihbli merupakan studio animasi legendaris Jepang ini dikenal melalui film-film seperti Spirited Away, My Neighbor Totoro, dan The Boy and the Heron.

CODA menilai praktik pelatihan AI menggunakan karya berhak cipta tanpa izin sebagai bentuk pelanggaran hukum.

“Dalam kasus seperti Sora 2, di mana karya berhak cipta direproduksi atau dihasilkan secara serupa, kami menganggap tindakan replikasi selama proses machine learning dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta,” tulis CODA.

Surat tersebut merupakan respons terhadap tren meningkatnya penggunaan karya Ghibli oleh pengguna ChatGPT dan produk OpenAI lainnya.

Sejak peluncuran generator gambar bawaan ChatGPT pada Maret lalu, banyak pengguna yang membuat ulang foto diri atau hewan peliharaan mereka dalam gaya khas film Ghibli, seperti Spirited Away atau My Neighbor Totoro.

Bahkan, CEO OpenAI Sam Altman sempat mengganti foto profil di X dengan gambar “Ghiblified” miliknya.

Kekhawatiran ini semakin meningkat sejak OpenAI memperkenalkan Sora, model generatif untuk membuat video realistis dari perintah teks.

CODA khawatir teknologi tersebut dapat memunculkan konten baru yang meniru atau memanipulasi karakter berhak cipta, termasuk tokoh-tokoh populer dan bahkan figur publik yang telah meninggal dunia.

Surat CODA ini menambah panjang daftar kreator dan institusi yang menentang praktik pelatihan AI menggunakan konten berhak cipta tanpa izin, di tengah perdebatan global soal batas etika dan hukum dalam pengembangan teknologi generatif.

Karena sifatnya hanya surat terbuka, OpenAI punya opsi untuk mengamini permintaan dari CODA atau tidak. Jika tidak, pihak yang merasa dirugikan, dalam kasus ini Studio Ghibli dan lainnya, bisa mengajukan gugatan hukum.

Meski begitu, hingga kini, belum ada aturan yang jelas di Amerika Serikat terkait penggunaan karya berhak cipta untuk pelatihan AI.

Menurut laporan Tech Crunch, sejauh ini, hanya ada sedikit preseden yang dapat memandu hakim dalam menafsirkan hukum hak cipta, yang belum diperbarui sejak tahun 1976.

Namun, dalam satu kasus, hakim federal AS memutuskan bahwa startup AI Anthropic tidak melanggar hukum ketika melatih model AI-nya menggunakan buku-buku berhak cipta. Anthropic hanya didenda karena memperoleh data secara ilegal.

Ilustrasi perbandingan hasil editan foto AI Albert Einstein yang diubah menjadi ala Studio Ghibli. Akun X @PhysInHistory Ilustrasi perbandingan hasil editan foto AI Albert Einstein yang diubah menjadi ala Studio Ghibli.

CODA menegaskan bahwa di Jepang, penggunaan karya tanpa izin tetap dapat dianggap pelanggaran.

“Di bawah sistem hak cipta Jepang, izin sebelumnya umumnya diperlukan, dan tidak ada sistem yang membebaskan pelanggaran dengan alasan keberatan setelahnya,” tulis mereka.

Sementara itu, Hayao Miyazaki, sosok utama di balik film-film Ghibli, memang belum menanggapi langsung fenomena AI yang meniru gaya karyanya. Namun, ia beraksi keras ketika ditunjukkan animasi 3D hasil AI hampir satu dekade yang lalu.

“Saya benar-benar muak. Saya tidak bisa menonton hal seperti ini dan menganggapnya menarik. Saya merasa ini adalah penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri,” ujar Miyazaki dalam wawancara tahun 2016.

OpenAI dan gugatan dugaan pelanggaran hak cipta

OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, dilaporkan tengah menyiapkan aplikasi media sosial baru yang konsepnya mirip TikTok. Bedanya, seluruh konten yang ada di dalamnya murni buatan kecerdasan buatan (AI).
The Tech Buzz OpenAI, perusahaan di balik ChatGPT, dilaporkan tengah menyiapkan aplikasi media sosial baru yang konsepnya mirip TikTok. Bedanya, seluruh konten yang ada di dalamnya murni buatan kecerdasan buatan (AI).

Perdebatan mengenai AI dan hak cipta semakin memanas di kalangan kreator Hollywood dan industri kreatif lainnya.

Lebih dari 400 pembuat film, aktor, musisi, dan seniman baru-baru ini mengajukan keberatan terhadap upaya OpenAI dan perusahaan AI lainnya, yang mereka nilai berusaha melemahkan atau menghilangkan perlindungan hak cipta untuk melatih sistem AI mereka.

Mereka menuntut agar perusahaan AI berhenti menggunakan konten mereka tanpa izin untuk melatih chatbot seperti ChatGPT.

Di bulan April 2025, OpenAI juga digugat oleh Ziff Davis, perusahaan media digital yang membawahi lebih dari 45 media ternama seperti IGN, CNET, PCMag, LifeHacker, hingga Everyday Health.

Dalam dokumen gugatan yang pertama kali dilaporkan The New York Times, Ziff Davis menuduh OpenAI telah "secara sengaja dan terus-menerus" menggunakan konten dari berbagai situs yang mereka kelola, dengan tanpa izin, untuk untuk membuat tanggapan (menjawab perintah/pertanyaan pengguna) di chatbot ChatGPT.

Perusahaan juga menuduh OpenAI telah menghapus informasi hak cipta dari konten yang diambil.

Dalam tanggapannya, OpenAI menegaskan bahwa mereka menggunakan data yang tersedia secara publik dengan pendekatan berbasis "penggunaan yang wajar" (fair use), serta berkomitmen untuk mendukung inovasi dalam AI.

Minta longgarkan aturan Fair Use

OpenAI juga dilaporkan telah meminta pemerintah Amerika Serikat melonggarkan aturan yang melarang penggunaan materi berhak cipta untuk melatih model kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

OpenAI berargumen bahwa kebijakan yang lebih fleksibel dapat membantu Amerika Serikat tetap unggul dalam persaingan AI global, terutama menghadapi kompetitor dari China.

Permintaan ini diajukan sebagai bagian dari proposal untuk AI Action Plan pemerintahan Donald Trump.

Dalam proposalnya, OpenAI mendorong kebijakan yang lebih mendukung inovasi, termasuk mengurangi pembatasan hak kekayaan intelektual yang dianggap “terlalu membebani” perusahaan AI.

Salah satu caranya dengan melonggarkan aturan fair use (penggunaan wajar) untuk konten yang mengandung hak cipta.

Fair Use adalah konsep dalam hukum hak cipta yang memungkinkan seseorang menggunakan materi berhak cipta tanpa izin dari pemiliknya dalam kondisi tertentu.

Di Amerika Serikat, konsep ini diatur dalam Copyright Act of 1976 dan sering digunakan dalam konteks pendidikan, penelitian, kritik, pelaporan berita, serta parodi.

Isu hak cipta memang menjadi tantangan besar bagi pengembang AI. Model AI seperti ChatGPT dilatih menggunakan data dari berbagai sumber di internet, termasuk situs web, buku, artikel berita, dan dokumen lain yang tersedia secara publik.

Banyak materi yang tersedia di internet sebenarnya memiliki hak cipta, meskipun bisa diakses publik.

Inilah yang menjadi perdebatan, karena AI dapat memproses dan "belajar" dari materi tersebut tanpa izin eksplisit dari pemilik hak cipta. Pun, pemilik hak cipta juga tidak menerima kompensasi.

Meskipun menghadapi berbagai gugatan, OpenAI tetap berpendapat bahwa strategi mereka, yang mendorong pendekatan fair use dan mengurangi pembatasan hak kekayaan intelektual, bisa memberikan manfaat bagi kreator sekaligus menjaga dominasi Amerika Serikat dalam bidang AI dan keamanan nasional.

Tag:  #studio #ghibli #minta #openai #stop #pakai #karya #mereka #untuk #latih

KOMENTAR