Legenda Luca Toni: Mesin Gol Italia yang Bawa Bayern Munich Raih Treble
Mantan penyerang utama tim nasional Italia yang kini merumput bersama Hellas Verona, Luca Toni [Shutterstock]
10:42
7 November 2025

Legenda Luca Toni: Mesin Gol Italia yang Bawa Bayern Munich Raih Treble

Baca 10 detik
  • Luca Toni bukan bakat muda, namun jadi legenda lewat kerja keras dan konsistensi.
  • Puncak karier: top skor Eropa, juara dunia 2006, dan treble domestik bersama Bayern Munich.
  • Di usia 38 tahun, ia mencetak sejarah sebagai Capocannoniere tertua Serie A.

Luca Toni bukanlah bintang yang bersinar sejak muda, tapi justru menjadi contoh sempurna tentang arti kerja keras, kesabaran, dan ketekunan di sepak bola modern.

Dalam karier yang membentang lebih dari dua dekade, Luca Toni menjelajahi 16 klub dan menembus puncak kejayaan sebagai salah satu penyerang paling mematikan dalam sejarah Italia.

Toni bukanlah bakat ajaib yang langsung bersinar di usia belasan.

Ia baru mencicipi Serie A pada usia 23 tahun bersama Vicenza, setelah menempuh perjalanan panjang di divisi bawah Italia.

Setelah semusim di Vicenza dan Brescia, di mana ia sempat bermain bersama legenda seperti Roberto Baggio dan Pep Guardiola, cedera sempat menghambat kariernya. Tapi Toni tidak menyerah.

Ia turun kasta ke Serie B bersama Palermo, dan langkah itu terbukti menjadi titik balik.

Musim 2003/04, Toni mencetak 30 gol dan membawa Palermo promosi ke Serie A untuk pertama kalinya dalam 30 tahun.

Dua musim gemilang bersama klub berjuluk I Rosanero itu membuat Fiorentina membayar €10 juta untuk memboyongnya.

Di Florence, Toni menjelma jadi monster gol.

Musim 2005/06, ia mencetak 31 gol di Serie A, menjadi top skor Eropa dan orang Italia pertama yang memenangkan European Golden Shoe, prestasi yang terakhir dicapai 51 tahun sebelumnya.

Fiorentina pun kembali ke kompetisi Eropa berkat ketajamannya.

Gaya bermain Toni sederhana tapi mematikan, kuat, berani, dan selalu berada di tempat yang tepat.

Toni mungkin tak seanggun striker teknikal Italia lainnya, tapi tak ada yang lebih ganas di depan gawang.

Setiap umpan silang ke “zona berbahaya” selalu berpotensi jadi gol jika ada Toni di sana.

Kehebatannya berbuah panggilan ke tim nasional. Pada Piala Dunia 2006, Toni menjadi pilar utama Italia.

Ia mencetak dua gol di perempat final melawan Ukraina dan membantu Gli Azzurri menjuarai dunia untuk keempat kalinya.

Namanya pun abadi sebagai bagian dari generasi emas yang menaklukkan dunia di Berlin.

Setelah menjadi juara dunia, Toni menantang diri ke luar negeri.

Ia bergabung dengan Bayern Munich dan langsung menjadi mesin gol di Jerman, 39 gol di semua kompetisi, membawa Bayern meraih treble domestik musim 2007/08.

Namun cedera dan konflik dengan pelatih Louis van Gaal mengakhiri petualangannya lebih cepat dari yang diharapkan.

Meski sempat meredup, Toni kembali menemukan sinarnya di usia senja.

Bersama klub kecil Hellas Verona, ia mencetak lebih dari 20 gol di dua musim berturut-turut—dan pada usia 38 tahun, menjadi pencetak gol terbanyak Serie A (Capocannoniere), rekor luar biasa bagi pemain seusianya.

Total, Toni menutup kariernya dengan 322 gol dari 705 pertandingan, angka yang menegaskan statusnya sebagai salah satu predator paling efektif yang pernah dimiliki Italia.

Kini, di era sepak bola modern yang lebih mengutamakan kecepatan dan pressing, sosok penyerang seperti Luca Toni semakin langka.

Namun kisahnya tetap jadi pengingat bahwa tidak semua bintang lahir muda, sebagian, seperti Toni, meledak di saat dunia tak lagi memperhitungkan mereka.

Kontributor: Adam Ali

Editor: Arief Apriadi

Tag:  #legenda #luca #toni #mesin #italia #yang #bawa #bayern #munich #raih #treble

KOMENTAR