Mengapa Perempuan Haid Tak Diizinkan Sembahyang di Pura? Ini Penjelasan dari PHDI dan Dinas Kebudayaan Bali
Ilustrasi perempuan hindu yang sedang sembahyang dan berdoa. (Freepik)
21:39
9 April 2025

Mengapa Perempuan Haid Tak Diizinkan Sembahyang di Pura? Ini Penjelasan dari PHDI dan Dinas Kebudayaan Bali

 

 

Bagi sebagian perempuan dengan agama Hindu, datang bulan atau menstruasi kerap menimbulkan pertanyaan: apakah dalam kondisi seperti itu mereka tetap bisa melakukan sembahyang

Pertanyaan mengenai boleh tidaknya perempuan yang sedang datang bulan atau menstruasi sembahyang, terutama di pura, masih menjadi perbincangan di kalangan umat Hindu. 

Tidak sedikit remaja perempuan Hindu yang merasa ragu-ragu untuk menjalankan kewajiban spiritual saat mengalami menstruasi, karena adanya anggapan bahwa kondisi tersebut dianggap ‘tidak suci’.

Dalam kehidupan spiritual umat Hindu, kesucian menjadi bagian penting dalam menjalankan persembahyangan. Namun demikian, apakah benar kondisi menstruasi sepenuhnya melarang perempuan untuk bersembahyang? Dan jika boleh, bagaimana tata cara yang tepat sesuai ajaran Hindu?

Dilansir dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat dan Dinas Kebudayaan Buleleng, Rabu (9/4), dijelaskan bahwa perempuan dalam keadaan haid tetap dapat melakukan persembahyangan, namun dengan batasan-batasan tertentu sesuai ajaran agama Hindu.

Makna Cuntaka dalam Ajaran Hindu dan Kaitannya dengan Menstruasi

Dalam Hindu, keadaan menstruasi disebut sebagai cuntaka, yaitu kondisi di mana seseorang dianggap tidak suci secara jasmani dan rohani karena suatu sebab, seperti kematian, kelahiran, atau menstruasi.

Cuntaka dianggap sebagai fase sementara di mana seseorang disarankan untuk tidak memasuki area suci seperti pura atau sanggah.

Larangan ini bukan karena perempuan dianggap hina atau tercela, tetapi karena saat menstruasi, tubuh perempuan sedang dalam kondisi yang tidak stabil, baik secara fisik maupun emosional. 

Rasa nyeri, perubahan hormon, dan gangguan konsentrasi menjadi alasan mengapa mereka disarankan tidak sembahyang di tempat suci.

Ketua PHDI Bangli, I Nyoman Sukra, menyatakan bahwa larangan ini bersifat kontekstual, bukan mutlak, sebab dalam ajaran Hindu sendiri terdapat fleksibilitas dalam cara menjalankan persembahyangan.

Dua Jalur Memuja Hyang Widhi: Niwerti Marga dan Prawerti Marga

Dalam agama Hindu dikenal dua jalur pemujaan kepada Hyang Widhi, yakni Niwerti Marga dan Prawerti Marga. Prawerti Marga adalah bentuk pemujaan eksternal seperti datang ke pura atau sanggah, sedangkan Niwerti Marga adalah pemujaan secara internal, yaitu dengan melakukan manasa japa atau doa dalam hati.

Perempuan yang sedang dalam keadaan cuntaka, termasuk karena haid, disarankan memilih jalur Niwerti Marga. Mereka tetap bisa sembahyang, misalnya melaksanakan Tri Sandhya di kamar pribadi, ruang kerja, atau ruang kelas, tanpa perlu mengunjungi tempat suci.

Sebagaimana dijelaskan dalam Svetasvatara Upanishad VI.II:

Eko dam saroa bhutesu gudas

Sarva vyapi saiva bhintantar-atma

Karmadhyaksas sarva bhuta drivassas

Saksi ceta kevalo nirgunasca.

Artinya: “Tuhan yang tunggal sembunyi (ada) pada semua makhluk, menyusupi segala inti hidupnya semua mahluk, hakim semua perbuatan yang berada pada semua makhluk, saksi yang mengetahui, yang tunggal, bebas dari kualitas apa pun.”

Ayat ini menegaskan bahwa Tuhan bersifat wyapi wyapaka nirwikara, yaitu hadir di mana saja dan tidak terpengaruh oleh kondisi duniawi, termasuk kondisi jasmani seseorang.

Mengapa Dilarang ke Pura Saat Cuntaka? Penjelasan Spiritualitas dan Etika

Larangan untuk tidak mengunjungi pura saat cuntaka bukan semata-mata karena darah haid dianggap najis, melainkan karena keadaan tidak seimbang dalam diri bisa mempengaruhi vibrasi suci di tempat ibadah. 

Ketika seseorang dalam keadaan tidak seimbang secara psikis maupun fisik memasuki pura, dikhawatirkan vibrasi tersebut akan mengganggu kekhusyukan orang lain yang tengah bersembahyang.

Hal ini ditegaskan oleh guru swasta Pendidikan Agama Hindu, alumni UNHI 1998, yang menyampaikan bahwa menjaga kesucian pura sebagai tempat pemujaan bersama merupakan bentuk tanggung jawab moral dan spiritual seluruh umat.

Karena itu, meskipun perempuan haid tidak diperkenankan ke pura, mereka tetap bisa dan dianjurkan untuk bersembahyang melalui jalur internal. Justru saat dalam kondisi tidak stabil itulah seseorang dianjurkan lebih mendekatkan diri kepada Hyang Widhi untuk mendapatkan bimbingan dan ketenangan batin.

Kesimpulan: Perempuan Haid Tetap Bisa Sembahyang, Namun Bukan di Pura

Berdasarkan panduan dari PHDI dan Dinas Kebudayaan Buleleng, perempuan Hindu yang sedang mengalami menstruasi tetap diperbolehkan bersembahyang, asalkan tidak dilakukan di tempat suci seperti pura atau sanggah. Jalan Niwerti Marga menjadi alternatif yang sah dan sesuai ajaran Hindu.

Dengan demikian, penting bagi umat Hindu—terutama remaja perempuan—untuk memahami bahwa menstruasi bukan halangan dalam menjalankan kewajiban spiritual. Yang terpenting adalah menjaga kesadaran spiritual dan memilih cara bersembahyang yang sesuai dengan kondisi serta nilai-nilai kesucian dalam ajaran Hindu.



***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #mengapa #perempuan #haid #diizinkan #sembahyang #pura #penjelasan #dari #phdi #dinas #kebudayaan #bali

KOMENTAR