MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden, Mahfud MD: Harus Diterima dan Ditaati Karena 2 Alasan
Mahfud mengatakan, dahulu dirinya selalu bersikap bahwa urusan presidential threshold itu adalah ruang open legal policy yang menjadi wewenang lembaga elgislatif dan tak boleh dibatalkan atau ditentukan oleh MK.
Akan tetapi, lanjut dia, putusan MK terbaru bernomor 62/PUU-XXII/2024 yang mengubah pandangan lamanya dan menghapus ketentuan threshold ini harus diterima dan ditaati karena dua alasan.
Pertama, kata Mahfud, karena adanya dalil bahwa putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkracht itu mengakiri konflik dan harus dilaksanakan.
"Kedua, karena adanya threshold selama ini sering digunakan untuk merampas hak rakyat maupun parpol untuk dipilih maupun memilih," kata Mahfud saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (2/1/2025).
"Oleh sebab itu, vonis MK ini merupakan vonis yang bisa menjadi landmark decision baru. Ini bagus karena MK telah melakukan judicial activism untuk membangun keseimbangan baru dalam ketatanegaraan kita," lanjut dia.
Dulu, kata Mahfud, permohonan penghapusan threshold itu telah banyak dilakukan oleh masyarakat, antara lain oleh Effendi Gazali, Rizal Ramli, dan Denny Indrayana.
Akan tetapi, menurutnya sampai belasan kali permohonan tentang threshold tersebut selalu ditolak oleh MK dengan alasan open legal policy.
Namun, lanjut dia, sekarang setelah banyak hak konstitusional yang terampas oleh threshold tersebut sehingga MK baru membuat pandangan baru yang mengikat dan harus dilaksanakan.
"Saya salut kepada MK yang berani melakukan judicial activism yang sesuai dengan aspirasi rakyat," pungkasnya.
MK Hapus Ambang Batas Pencalonan Presiden dan WapresMK menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu.
Dengan keputusan tersebut maka setiap partai politik yang telah dinyatakan sebagai peserta pemilu berhak mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa perlu memenuhi persyaratan minimal dukungan suara tertentu.
Namun, MK juga memberikan catatan penting.
Catat itu yakni, dalam praktik sistem presidensial di Indonesia yang didukung model kepartaian majemuk, potensi jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat membengkak hingga sama dengan jumlah partai peserta pemilu.
Hal itu menimbulkan kekhawatiran terhadap efisiensi pemilu dan stabilitas sistem politik.
Mahkamah juga menegaskan penghapusan ambang batas adalah bagian dari perlindungan hak konstitusional partai politik.
Namun demikian, revisi UU Pemilu yang akan datang diharapkan dapat mengatur mekanisme untuk mencegah lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, sehingga pemilu tetap efektif dan sesuai dengan prinsip demokrasi langsung.
Selain itu, MK juga menyoroti meskipun konstitusi memungkinkan pemilu dua putaran, jumlah pasangan calon yang terlalu banyak tidak selalu membawa dampak positif bagi perkembangan demokrasi presidensial di Indonesia.
Keputusan itu diharapkan menjadi titik balik dalam dinamika pemilu Indonesia, sekaligus menyeimbangkan hak konstitusional partai politik dengan kebutuhan stabilitas demokrasi.
Putusan MK terkait penghapusan ambang batas tersebut merupakan putusan atas permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Tag: #hapus #ambang #batas #pencalonan #presiden #mahfud #harus #diterima #ditaati #karena #alasan