



Yang Naik Rp 500 Ribu Hanya TPG untuk Guru Non-ASN
– Pidato Presiden Prabowo Subianto di peringatan Hari Guru Nasional ramai menjadi perbincangan. Khususnya soal kenaikan gaji guru PNS dan PPPK. Sebab, kenaikan tersebut sudah lama berjalan lewat skema tunjangan profesi guru (TPG).
Direktur Advokasi Kebijakan Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) Agung Pardini mengatakan, kebijakan yang disampaikan Prabowo itu tidak membuat gaji guru PNS meningkat. Sebab, guru PNS yang sudah bersertifikat profesi guru sudah mendapatkan TPG sebesar satu kali gaji.
Sementara itu, guru PPPK dan non-ASN yang sudah bersertifikat profesi selama ini mendapat TPG Rp 1,5 juta per bulan. Tunjangan itulah yang oleh Prabowo dinaikkan menjadi Rp 2 juta per bulan. Jadi, yang naik Rp 500 ribu hanya TPG non-ASN, sedangkan TPG ASN-PPPK setara gaji pokok PNS III-a.
"Positifnya (kebijakan Prabowo), pendapatan ASN-PNS dengan ASN-PPPK tidak akan terlalu timpang lagi," kata Agung kemarin (30/11). Menurut dia, pidato Prabowo itu masih terlalu umum. Nantinya pasti diikuti penjelasan atau aturan skema yang lebih teknis.
Menurut Agung, kebijakan Prabowo soal penambahan penghasilan guru tersebut baru dirasakan guru yang sudah bersertifikat profesi guru. Untuk mendapatkan sertifikat itu, guru wajib ikut pendidikan profesi guru (PPG). Yang jadi persoalan adalah kuota PPG setiap tahun terbatas. Jauh lebih sedikit dibandingkan guru yang belum bersertifikat. Akibatnya, ada antrean untuk ikut PPG.
Dia bersyukur kuota PPG ditambah. Yaitu, ada peningkatan kuota menjadi 806.486 peserta. Syarat untuk ikut PPG, harus berijazah S-1 atau D-4. Pemerintah juga menyatakan memberikan bantuan pendidikan untuk 249.623 guru yang belum memiliki gelar D-4 atau S-1.
"Komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru adalah langkah baik," katanya. Tetapi, harus disertai kebijakan strategis yang menyelesaikan masalah mendasar. Khususnya soal data, kesenjangan kesejahteraan, dan khususnya pendapatan guru.
Terkait dengan data guru, kondisinya sekarang masih banyak masalah. Dia mengatakan, data mengenai jumlah guru saat ini masih tumpang tindih. Kemendikbudristek (sekarang Kemendikdasmen) dan Kemenag punya data jumlah guru yang berbeda dengan Badan Pusat Statistik (BPS). Angkanya juga tidak pernah pasti. Hanya disebutkan ada di kisaran 3,56 juta hingga 3,86 juta orang.
Mereka mendukung rencana pemerintah melalui BPS untuk mendata guru non-ASN yang belum tersertifikasi. Pendataan itu penting untuk memastikan guru honorer mendapatkan peningkatan kesejahteraan. "Dari data kami, terdapat 2,06 juta guru honorer, yang setara 56 persen dari total guru di Indonesia. Jumlah ini meliputi 838,6 ribu guru SD; 275,2 ribu guru SMP; dan 278,2 ribu guru MI," tambahnya.
Dia berharap kegiatan TPG di era pemerintahan Prabowo bisa digalakkan. Dengan begitu, kebijakan peningkatan kesejahteraan guru benar-benar bisa dirasakan di lapangan.
Sebelumnya, peningkatan kesejahteraan guru lewat sertifikasi juga disinggung Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo Muhammad Syafi’i. Dia mengatakan, Presiden Prabowo memberikan instruksi yang jelas. Yaitu, tanggungan sertifikasi guru harus sudah selesai dalam waktu dua tahun ke depan.
"Untuk itu, saya minta kepada direktur GTK (guru dan tenaga kependidikan madrasah) agar sertifikasi guru non-ASN yang jumlahnya lebih dari 500 ribu orang, tidak lagi dicicil per tahun 50 ribu orang," katanya. Jika memungkinkan, sertifikasi seluruh guru madrasah dan pesantren harus selesai dalam waktu dua tahun.
Banyaknya guru madrasah yang belum sertifikasi menjadi sorotan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji mengatakan, hingga kini jumlah guru madrasah yang sudah tersertifikasi hanya 39,2 persen. Padahal, berdasar amanah UU Guru dan Dosen (pasal 82 ayat 2), ditegaskan bahwa 10 tahun sejak berlakunya UU Guru dan Dosen, seluruh guru harus sudah tersertifikasi.
"Kini, sudah 19 tahun berlalu, nyatanya masih ditemukan 484.737 atau 60,8 persen guru madrasah yang belum mengantongi sertifikat pendidik," katanya. Ubaid menambahkan, jika tidak ada perubahan kebijakan pemerintah, diperkirakan daftar antrean pendidikan profesi guru untuk guru madrasah mencapai 53 tahun.
Panjangnya antrean PPG disebabkan pemerintah hanya menyediakan kuota PPG untuk guru madrasah rata-rata 9.000 per tahun. "Dari data ini, kita bisa tahu bahwa antrean guru madrasah untuk mengikuti PPG itu lebih panjang daripada antrean haji," kata Ubaid. (wan/c7/oni)