Gibran Perintahkan Menteri Pendidikan Hapus Sistem Zonasi Sekolah
Wakil Presiden Republik Indonesia Gibran Rakabuming hadir pada hari terakhir Sidang Raya ke-18 Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) di Toraja. - Wapres Gibran perintahkan Menteri Pendidikan Abdul Mu'ti untuk menghapus sistem zonasi di sekolah demi wujudkan Indonesia Emas 2045. 
15:12
22 November 2024

Gibran Perintahkan Menteri Pendidikan Hapus Sistem Zonasi Sekolah

- Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka meminta agar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti untuk menghapus sistem zonasi di sekolah-sekolah saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Menurutnya, kunci terwujudnya Indonesia Emas 2045 ada pada sektor pendidikan.

"Mungkin bapak ibu melihat pidato saya di YouTube di depan para kepala dinas pendidikan, jadi kalau kita bicara masalah generasi emas, Indonesia Emas 2045 ini kuncinya ada di pendidikan, di anak-anak muda," kata Gibran saat memberikan sambutan di acara Tanwir 1 Pemuda Muhammadiyah di Aryaduta Hotel, Jakarta, Kamis (21/11/2024).

Maka dari itu, Gibran meminta agar Abdul Mu'ti menghapus mekanisme sistem zonasi di sekolah.

"Makanya kemarin pada waktu Rakor dengan para kepala dinas itu, saya sampaikan secara tegas ke Pak Mendik ‘Pak, ini zonasi harus dihilangkan’," kata Gibran.

Diketahui, sejumlah orang tua menganggap sistem zonasi merugikan dan tidak adil.

Bahkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang dulu dinilai melanggar Undang-undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional.

Adapun, kebijakan sistem zonasi diterapkan sejak 2017 dengan tujuan melakukan reformasi sekolah secara menyeluruh dan strategi percepatan pemerataan pendidikan di Indonesia.

Lantas, kenapa sistem zonasi ini dianggap merugikan dan tidak adil?

Pada 2019 lalu, sistem zonasi dinilai merugikan karena anak yang memiliki nilai tinggi bisa kalah dengan yang nilainya lebih rendah, tapi rumahnya lebih dekat dari sekolah.

Sistem zonasi juga berpotensi melanggar UU tentang Sistem Pendidikan Nasional.

"Penerimaan murid baru menjadi kewenangan sekolah, dengan kata lain kebijakan zonasi itu melanggar UU Sisdiknas yang seharusnya (aturan itu) dilakukan Kemendikbud," jelas Pengamat pendidikan, Darmaningtyas kepada melalui sambungan telepon, Rabu (19/6/2019) siang.

Darmaningtyas menjelaskan, Pasal 16 Ayat (1) Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 yang mengatur Sistem Zonasi pada PPDB bertentangan dengan Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pasalnya, aturan yang tertulis di Permendikbud itu menyebutkan bahwa semua sekolah di bawah kewenangan pemerintah wajib mengalokasikan 90 persen kuota murid barunya untuk mereka yang berdomisili di dekat sekolah.

Sementara UU tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa standar pelayanan yang digunakan adalah prinsip manajemen berbasis sekolah.

“Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah.”

Menurut Darmaningtyas, PPDB merupakan satu di antara manajemen sekolah yang dimaksud itu.

Dia menilai, tidak semestinya pemerintah pusat mengendalikan otonomi tersebut melalui peraturan yang diberlakukan secara nasional.

"Jadi jangan diambil oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat itu hanya kasih guideline bahwa dalam penerimaan murid baru perlu memperhatikan aspek zonasi, tapi detailnya, berapa zonasinya, itu biarkan menjadi kewenangan sekolah," jelas Darmaningtyas.

Sistem Zonasi Dinilai Tidak Efektif

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Cecep Darmawan mengatakan, sistem zonasi pada PPDB tidak efektif.

Lantaran, tidak mencerminkan misi Indonesia untuk pemerataan pendidikan. 

Hal itu berkaca dari beberapa kasus pendaftaran calon siswa yang manipulasi domisili atau alamat pada Kartu Keluarga (KK). 

“Buktinya banyak pemalsuan KK, rebutan kursi, dan suap orang dalam,” kata Cecep saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/6/2024). 

Menurutnya, zonasi dalam PPDB baru akan efektif jika pemerintah memiliki standarisasi sekolah. 

Sistem zonasi tersebut membuat calon siswa dan orang tua tidak mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. 

Perbedaan yang jomplang antara sekolah favorit dan sekolah non-favorit, akhirnya memicu maraknya kecurangan dalam proses PPDB

“Zonasi melanggar hak asasi manusia (HAM). Zonasi boleh dilakukan manakala standar sekolah sudah oke dan sama,” ujarnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Rizki Sandi/Pravitri Retno) (Kompas.com)

Editor: Sri Juliati

Tag:  #gibran #perintahkan #menteri #pendidikan #hapus #sistem #zonasi #sekolah

KOMENTAR