Penetapan Tersangka Tom Lembong Diklaim Keliru, Kuasa Hukum Sebut Tidak Berdasarkan Bukti
Sidang praperadilan perdana eks Menteri Perdagangan, Thomas Lembong di PN Jakarta Selatan pada Senin (11/18/2024). Kuasa hukum eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Ari Yusuf Amir mengatakan bahwa penetapan tersangka kliennya oleh Kejaksaan Agung keliru.  
12:42
18 November 2024

Penetapan Tersangka Tom Lembong Diklaim Keliru, Kuasa Hukum Sebut Tidak Berdasarkan Bukti

Kuasa hukum eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Ari Yusuf Amir mengatakan bahwa penetapan tersangka kliennya oleh Kejaksaan Agung keliru. 

Hal itu dikatakannya karena tidak berdasarkan minimal dua alat bukti. 

"Pemohon tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kali," kata Ari di persidangan perdana praperadilan Tom Lembong di PN Jaksel, Senin (18/11/2024). 

Penetapan tersangka Tom Lembong lanjutnya, tidak didasarkan pada bukti permulaan berupa minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP.

"Alasan yuridis bahwa penetapan tersangka pemohon oleh termohon dilakukan secara sewenang-wenang tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku," tegasnya. 

Selain itu kata Ari, Tom Lembong sudah tidak menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak tanggal 27 juli 2016. Sehingga Menteri Perdagangan lain juga harus diperiksa dalam perkara ini.

"Penahanan pemohon tidak sah oleh karena tidak didasarkan pada alasan yang sah menurut hukum, dengan kata lain penahanan pemohon oleh termohon tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan," tegasnya. 

Selain itu Ari juga meminta penetapan tersangka Thomas Lembong itu tidak sah. 

"Menyatakan dan menetapkan bahwa penetapan tersangka yang diterbitkan oleh termohon terhadap pemohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus  tidak sah dan tidak mengikat secara hukum," kata kuasa hukum Ari Yusuf Amir di persidangan, Senin (18/11/2024). 

Ia melanjutkan meminta juga menghentikan penyelidikan terhadap Thomas Lembong. 

"Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap pemohon  dalam perkara a quo," mintanya. 

Tak hanya itu kuasa hukum juga meminta termohon Kejaksaan Agung membebaskan kliennya saat putusan diucapkan. 

Kemudian meminta juga rehabilitasi dan mengembalikan kedudukan hukum Thomas Lembong sesuai dengan harkat dan martabatnya. 

"Serta menghukum termohon untuk membayar biaya-biaya yang timbul dalam perkara ini. Apabila Hakim praperadilan yang memeriksa dan mengadili permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya," tandasnya. 

Untuk diketahui, Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Ditetapkan sebagai salah satu tersangka impor gula oleh Kejagung. 

Selain itu, Kejagung juga sudah menetapkan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) inisial CS dalam perkara yang diduga merugikan negara sebesar Rp400 miliar.

"Kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," ucap Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam.

Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong ditahan terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong ditahan terkait kasus dugaan korupsi impor gula di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Dijelaskan Abdul Qohar, Tom Lembong diduga memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebesar 105.000 ton pada 2015.

Padahal, saat itu Indonesia sedang surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor.

"Akan tetapi di tahun yang sama, yaitu tahun 2015 tersebut, menteri perdagangan yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Qohar.

Selain itu, Qohar menyatakan, impor gula yang dilakukan PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan riil.

Tak hanya itu, perusahaan yang dapat mengimpor gula seharusnya hanya BUMN.

Sementara itu, CS diduga mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor gula. PT PPI kemudian seolah membeli gula tersebut.

Padahal, delapan perusahaan itu telah menjual gula ke pasaran dengan harga Rp 16.000 per kilogram atau lebih mahal dibandingkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu Rp 13.000 per kilogram. CS diduga menerima fee dari delapan perusahaan itu.

"Dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah diolah jadi gula kristal putih PT PPI dapat fee dari delapan perusahan yang impor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," ujar Qohar.

Editor: Theresia Felisiani

Tag:  #penetapan #tersangka #lembong #diklaim #keliru #kuasa #hukum #sebut #tidak #berdasarkan #bukti

KOMENTAR