

Pertunjukan tari Hikayat Awi dari Sanggar Seni al-Badar Jembrana, Bali di acara Ngaji Budaya Kemenag (6/3). (Humas Kemenag)


Hidup Sebagai Minoritas, Umat Islam di Bali Tetap Nyaman Menjalankan Ibadah
- Di sejumlah daerah, umat Islam menjadi kelompok minoritas. Seperti yang terjadi di Pulau Bali, dimana mayoritas masyarakatnya beragama Hindu. Meskipun begitu umat Islam di Pulau Dewata itu merasakan kenyamanan dan keamanan dalam menjalankan ibadah. Pengalaman sebagai seorang muslim yang tinggal di Bali itu, disampaikan budayawan asal Buleleng bernama Ketut Muhammad Suharto. Dia menjadi salah satu narasumber dalam Ngaji Budaya Direktorat Penerangan Agama Islam Kemenag di Denpasar, Bali pada Rabu (6/3) malam. Acara ini digelar untuk mempromosikan Moderasi Beragama di tengah masyarakat. Ketut Muhammad Suharto menceritakan praktik kehidupan muslim di Bali selama ini nyaman. Selain itu mampu berakulturasi dengan budaya lokal Bali. Kondisi itu dia rasakan di desa kelahirannya, Pegayaman Singaraja. "Umat beragama sama-sama tidak ada yang merasa terganggu dan diganggu. Semuanya nyaman dan saling toleransi," ujarnya. Dia menyebutkan, semua adat tradisi yang berkembang di Pegayaman Bali adalah buah hasil filterisasi pakem standar dasar. "Dasarnya adalah Adat Berpangku Syara' bersandar Kitabullah. Dan muncullah nilai–nilai akulturasi berkembang sampai sekarang," terangnya. Pada kesempatan yang sama Guru Besar Pendidikan Islam Universitas PTIQ Jakarta Prof Made Saihu mengungkapkan bahwa budaya memengaruhi cara individu memahami dan menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. "Ekspresi budaya mendorong masyarakat meningkatkan kesadaran akan toleransi dan kerukunan yang mendukung terwujudnya moderasi beragama," kata Saihu. Ia menjelaskan, ada tiga landasan mengapa budaya selama ini sebagai pilar moderasi beragama. Pertama, pengawal toleransi meminimalkan konflik berbasis agama. Kedua, perekat komunitas di masyarakat. Ketiga, budaya dapat mengubah perspektif dan memecah stereotip terkait agama. "Tantangan modern menuntut bentuk perlindungan dan pelestarian budaya yang baru. Keterlibatan semua pihak diperlukan untuk memperkuat budaya sebagai pilar moderasi beragama," papar penulis buku Merawat Pluralisme Merawat Indonesia itu. Kasubdit Seni, Budaya, dan Siaran Keagamaan Islam Ditjen Bimas Islam Kemenag Wida Sukmawati menjelaskan, moderasi beragama selaras dengan nilai kemanusiaan yang penuh dengan kasih sayang. Moderasi ini diambil dari nilai luhur agama. "Pada akhirnya moderasi sangat menjunjung kemanusiaan bagi orang beragama bahkan orang yang tidak beragama sekali pun," katanya. Wida mencontohkan bagaimana keindahan budaya berkembang yang tidak hanya di Bali tapi di seluruh Indonesia. Menurutnya bangsa Indonesia dianugerahi kekayaan alam dan keragaman budaya, agama, suku, dan bahasa dari Sabang sehingga Merauke. "Di Indonesia kita disajikan keindahan kerukunan dalam keberagaman," jelasnya.
Editor: Estu Suryowati
Tag: #hidup #sebagai #minoritas #umat #islam #bali #tetap #nyaman #menjalankan #ibadah