Ketika Aktivis Ramai-ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional…
Soeharto Kembali Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional 2025(((ARSIP FOTO) KOMPAS / JB SURATNO))
19:30
15 Mei 2025

Ketika Aktivis Ramai-ramai Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional…

- Usulan Presiden ke-2 RI Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional, ramai-ramai ditolak oleh aktivis dan pegiat kemanusian.

Bahkan, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas) menemui Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf di kantor Kementerian Sosial pada Kamis (15/5/2025).

Para aktivis datang untuk menyampaikan sikap menolak Soeharto menjadi pahlawan nasional karena kepemimpinannya dinilai tidak memenuhi kriteria undang-undang mengenai gelar kepahlawanan.

Tak hanya itu, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengeklaim bahwa 30 lembaga internasional menolak usulan Soeharto menerima gelar pahlawan nasional.

Demo di Depan Kantor Kemensos

Aksi penolakan Soeharto mendapat gelar pahlawan nasional dilakukan puluhan orang yang tergabung dalam Gemas di depan kantor Kementerian Sosial (Kemensos), Jakarta, Kamis.

Para aktivis melakukan aksi demo sejak Kamis pagi hingga akhirnya diterima oleh Staf Khusus Menteri Sosial, Abdul Malik Haramain.

Namun, Mensos juga sempat melakukan audiensi dengan para aktivis di ruangan rapat lantai 4 kantor Kemensos.

Audiensi langsung itu dilakukan usai Mensos melakukan rapat kordinasi dengan sejumlah menteri terkait dengan sekolah rakyat.

Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Gemas menyampaikan penolakan terhadap usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, yang juga mewakili Gemas, bahkan secara tegas menyampaikan keberatan terhadap pengusulan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Sebab, dia menilai, rekam jejak kepemimpinan Soeharto tidak memenuhi kriteria undang-undang mengenai gelar kepahlawanan.

"Kami tegaskan bahwa kepemimpinan Soeharto jauh dari integritas moral, keadilan, dan kemanusiaan,” kata Usman Hamid.

“Reformasi untuk menghapus praktik korupsi, kolusi, nepotisme, dan kekerasan negara justru muncul karena rezimnya,” ujarnya melanjutkan.

Dia juga menyebut bahwa Soeharto meninggal dunia dengan status sebagai tersangka kasus korupsi, dan lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, UNODC, dan Transparency International memasukkannya dalam daftar pemimpin paling korup.

“Demikian pula data transparansi internasional menegaskan mantan Presiden Soeharto memiliki nilai kekayaan terkorup yang terbesar dibandingkan dengan misalnya Presiden Marcos, dan seterusnya,” kata Usman.

Serahkan 3 Dokumen

Dalam kesempatan itu, Gemas juga menyerahkan tiga dokumen sebagai bentuk penolakan atas wacana Soeharto menjadi pahlawan nasional.

Dokumen-dokumen itu meliputi argumentasi dan rujukan hukum penolakan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto serta petisi internasional dari organisasi masyarakat sipil dunia yang mendukung penolakan tersebut.

“Sebelumnya disebut pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto itu berangkat dari usulan masyarakat. Tapi, dalam forum ini, kami berharap usulan penolakan juga dari masyarakat itu dapat dipertimbangkan,” kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Jane Rosalina.

Gemas juga menyebutkan bahwa Tap MPR No. 11 Tahun 1998 tentang pencabutan kekuasaan Soeharto masih berlaku hingga saat ini dan tidak dapat dijadikan dasar penganugerahan gelar.

“Selain dokumen, petisi yang ditandatangani lebih dari 6.000 masyarakat sipil juga diserahkan oleh Widjo Untung, korban Peristiwa 1965,” ujar Jane.

30 Lembaga Internasional Menolak

Kemudian, Jane mengungkapkan bahwa 30 lembaga internasional juga menolak usulan Soeharto menerima gelar pahlawan nasional.

Penolakan itu berupa joint statement dan penandatanganan oleh 30 lembaga internasional yang tak setuju Soeharto ditetapkan menjadi pahlawan nasional.

“Kami juga mendapat dukungan dari masyarakat internasional untuk menolak gelar pahlawan kepada Soeharto berupa joint statement yang sudah ditandatangani. Setidaknya ada 30 lembaga internasional yang menandatangani dan juga sudah kami serahkan,” kata Jane.

Respons Mensos dan Kemensos

Menanggapi keberatan tersebut, Staf Khusus Menteri Sosial, Abdul Malik Haramain, menegaskan bahwa semua masukan akan dikaji secara objektif oleh Tim Pengkaji dan Peneliti Gelar Pahlawan Nasional.

"Masukan ini positif dan kami terima. Akan kami kaji di tim pengkaji, dan jika sudah lengkap, akan kami sampaikan ke Dewan Gelar. Semua akan dibahas secara detil dan komprehensif," ujar Malik.

Sementara itu, Mensos menegaskan bahwa Kemensos terbuka terhadap seluruh masukan masyarakat dan akan memprosesnya sesuai prosedur.

"Kementerian Sosial menerima masukan melalui prosedur normal, dari masyarakat ke pemerintah daerah dan akhirnya ke pusat,” kata Mensos yang karib disapa Gus Ipul tersebut.

“Tim kami terdiri dari akademisi, sejarawan, dan tokoh masyarakat yang akan mempertimbangkan semua sisi dalam proses ini,” ujarnya lagi.

Sebelumnya, Gus Ipul mengatakan, Soeharto berpeluang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun ini. Setelah sempat dua kali diajukan tetapi kandas.

Sebab, menurut Mensos, keputusan mengenai pemberian gelar Pahlawan Nasional akan diumumkan pada November 2025

"Jadi, itu nanti akan diputus bulan November lah, akhir Oktober atau bulan November itu oleh Presiden. Kalau dari kami, tentu targetnya sebelum Agustus sudah bisa naik ke Dewan Gelar," kata Mensos di Kompleks Istana, Jakarta pada 30 April 2025.

Namun, Gus Ipul menjelaskan bahwa tim dari Kemensos masih dalam proses pengkajian. Sebab, ada syarat yang harus dipenuhi sebelum diajukan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.

Gus Ipul lantas mengungkapkan, syarat-syarat yang diperlukan untuk pengajuan Soeharto kali ini sudah diselesaikan.

Oleh karena itu, Mensos menyebut, Soeharto berpeluang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada 2025.

“Beliau itu kan sudah dua kali diajukan. Sudah dua kali diajukan dari tahun 2010, 2015, dan sekarang secara normatif sudah terpenuhi semua,” ujar Gus Ipul.

Dia pun menjelaskan bahwa pengajuan gelar pahlawan untuk Soeharto sebelumnya terkendala Ketetapan (TAP) MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Akan tetapi, nama Soeharto sudah dicabut dari TAP MPR tersebut pada September 2024. Sehingga, tidak ada lagi kendala bagi Soeharto memeroleh gelar Pahlawan Nasional.

“Dulu kendalanya itu dari risalah yang saya baca itu karena ada TAP MPR itu kan. Sekarang, TAP MPR-nya sudah dicabut. Jadi, maka saya sebut berpeluang untuk mendapatkan gelar pahlawan tahun ini,” kata Gus Ipul.

Proses Pengusulan

Nama Soeharto kembali diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional 2025 oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) pada Maret 2025.

Mensos mengatakan, pengusulan tersebut dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat daerah hingga ke pemerintah pusat.

Selain itu, ada syarat umum dan syarat khusus yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

Namun, tak berhenti pada persyaratan. Sebab, nama yang berhasil masuk dalam daftar usulan akan diberikan kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan untuk kembali dikaji sebelum akhirnya diberikan kepada Presiden.

Sebagaimana diketahui, tidak hanya Soeharto yang disebut-sebut masuk dalam daftar usulan, ada sembilan nama lainnya yang tengah dikaji.

Berikut 10 nama calon yang diusulkan masuk dalam daftar calon Pahlawan Nasional termasuk asal daerah pengusul:

  1. Soeharto (Jawa Tengah)
  2. K.H. Abdurrahman Wahid (Jawa Timur)
  3. Sansuri (Jawa Timur)
  4. Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah)
  5. Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh)
  6. K.H. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)
  7. Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali)
  8. Deman Tende (Sulawesi Barat)
  9. Prof. Dr. Midian Sirait (Sumatera Utara)
  10. K.H. Yusuf Hasim (Jawa Timur).

Tag:  #ketika #aktivis #ramai #ramai #tolak #soeharto #jadi #pahlawan #nasional

KOMENTAR