Tiga Tantangan Ekonomi Prabowo-Gibran
Oleh AJIB HAMDANI, Analis ekonomi Apindo
---
PRESIDEN Prabowo Subianto memiliki Asta Cita atau delapan program unggulan pemerintahan. Dari delapan program tersebut, lima di antaranya terkait dengan isu ekonomi. Hal itu menandakan betapa ekonomi menjadi perhatian sosok pemimpin baru RI tersebut.
Analis kebijakan ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menjelaskan, paling tidak ada tiga tantangan mendasar secara ekonomi yang harus diurai pemerintahan baru ke depan.
Tantangan ekonomi pertama adalah sisi fiskal yang terus mengalami tekanan. Pemerintah menargetkan pendapatan negara mencapai Rp 3.005,1 triliun dan belanja Rp 3.621,3 triliun. Defisit APBN 2025 ditetapkan sebesar 2,53 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 616,2 triliun.
"Artinya, potensi defisit lebih dari Rp 600 triliun akan menjadi penambah utang negara. Termasuk juga problem fiscal dengan jatuh tempo utang sekitar Rp 800 triliun tahun 2025," ujarnya kemarin (20/10). Dengan kompleksitas fiskal yang ada, jajaran Kementerian Keuangan Prabowo diharapkan mempunyai terobosan yang solutif.
Ajib melanjutkan, permasalahan mendasar kedua adalah masih tingginya angka pengangguran. Data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) per April 2024 mencatat, tingkat pengangguran Indonesia mencapai 5,2 persen. Dibanding kan dengan negara-negara ASEAN, tingkat pengangguran RI menempati posisi pertama. Di ASEAN, Tingkat pengangguran terendah dicatat oleh Thailand yang hanya mencapai 1,1 persen.
"Pencapaian investasi yang selalu over target selama 5 (lima) tahun terakhir tidak bisa menjadi solusi utama untuk lebih banyak menyerap tenaga kerja," ucapnya. Bahkan, kerap terjadi paradoks, karena semakin banyak kemiskinan. Ajib mengimbau pemerintah betul-betul mendorong kebijakan yang pro dengan pemerataan dan mendorong pengurangan angka kemiskinan.
Dengan lebih dari 60 persen produk domestik bruto (PDB) ditopang oleh konsumsi rumah tangga, Ajib menyebut pertumbuhan ekonomi akan sustain kalau kemiskinan bisa terus dikurangi dan daya beli Masyarakat ditingkatkan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 9,03 persen atau 25,22 juta orang per Maret 2024. Namun, fakta lain menyebut, golongan masyarakat miskin yang menjadi penerima bantuan iuran (PBI) pusat BPJS Kesehatan mencapai lebih dari 96 juta orang.
"Artinya, pemerintah pun harus jeli dengan data awal sebagai fondasi kebijakan ke depannya. Masih banyak yang menjadi beban dengan ukuran masyarakat miskin ini, apakah 25 juta atau 96 juta orang," tutur Ajib.
Sesuai dengan Asta Cita, Ajib menyebut presiden sudah sangat memahami bahwa masalah dan tantangan kedepannya adalah tentang masalah perekonomian. Karena itu, dibutuhkan sebuah reformasi ekonomi struktural untuk bisa menjadi jalan keluarnya.
"Dibutuhkan serangkaian kebijakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor-sektor ekonomi melalui perubahan fundamental dalam system ekonomi, regulasi, dan infrastruktur," jelasnya.
Ditambah lagi, Indonesia mempunyai visi besar menuju Indonesia Emas 2045. Presiden Prabowo juga mempunyai target pertumbuhan ekonomi yang agresif mencapai 8 persen. "Hal ini bisa tercapai ketika jajaran kabinetnya mau dan mampu menerjemahkan pro gram presiden dalam kerangka reformasi struktural tersebut," pungkasnya. (dee/c17/bay)