Proyek Ijon dan Retaknya Etika Kekuasaan di Bekasi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang (tengah), HM Kunang (tiga dari kiri) selaku ayah Bupati, dan Sarjan (kiri) selaku pihak swasta, sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap ijon proyek di Kabupaten Bekasi pada Sabtu (20/12/2025).(KOMPAS.com/HARYANTI PUSPA SARI)
06:34
21 Desember 2025

Proyek Ijon dan Retaknya Etika Kekuasaan di Bekasi

RASANYA belum lama publik Kabupaten Bekasi menyimak imbauan tegas Bupati Ade Kuswara Kunang kepada seluruh Aparatus Sipil Negara (ASN) dan Pegawai di lingkungan Pemerintahan Daerah agar menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Dalam berbagai kanal media sosial resminya, Bupati bahkan menegaskan larangan menerima gratifikasi dalam bentuk apapun yang berhubungan dengan jabatan serta menolak setiap pemberian yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.

Pesan moral sang Bupati ini menjadi komitmen awal pemerintahan baru yang ingin menegakkan integritas birokrasi pemerintahan kabupaten Bekasi.

Namun demikian, ironi saat komitmen etik yang dikampanyekan ke ruang publik runtuh oleh fakta hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ade Kuswara sebagai tersangka korupsi setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Bekasi, Jawa Barat pada Kamis 18 Desember 2025.

Penetapan tersangka ini disiarkan secara langsung dalam konferensi pers KPK di Jakarta Selatan, Sabtu 20 Desember 2025, dan langsung mengguncang kepercayaan publik, khususnya masyarakat Bekasi.

Skema ijon proyek dan konflik kepentingan

KPK menetapkan beberapa orang tersangka dalam perkara ini. Selain Ade Kuswara selaku Bupati Kabupaten Bekasi, KPK juga menetapkan HMK, Kepala Desa Sukadami, Kecamatan Cikarang Selatan, yang sekaligus ayah dari Bupati Ade Kuswara, serta SRJ sebagai pihak swasta atau kontraktor.

Dari keterangan KPK, terungkap bahwa praktik yang terjadi tidak hanya sekadar suap konvensional, melainkan pola klasik yang berungkali terjadi.

Skema Ijon ini bermula setelah Ade Kuswara dilantik pada akhir 2024. Meski proyek-proyek yang dimaksud belum tersedia secara anggaran dan baru direncanakan untuk tahun 2026 dan seterusnya, komunikasi sudah dilakukan sejak awal masa jabatan oleh pihak terkait.

Dalam komunikasi tersebut, SRJ disebut sebagai kontraktor yang biasa mengerjakan proyek-proyek di Kabupaten Bekasi. Ironisnya, sebelum proyek benar-benar ada, permintaan uang sudah lebih dulu mengalir.

Uang Ijon itu diberikan sebanyak empat kali melalui perantara, dengan total mencapai 9,5 miliar (Detik.com).

Praktik ini menggambarkan adanya penyimpangan kekuasaan karena digunakan sebagai alat tawar ekonomi jauh sebelum kebijakan diresmikan secara administratif.

Fakta ini membuktikan adanya praktik korupsi yang merupakan pola lama terstruktur dan sistematis menjerat pejabat penting dan selalu melibatkan pihak swasta.

Krisis kepercayaan publik

Peristiwa ini menegaskan adanya krisis etika dan kepercayaan publik yang dilakukan sendiri oleh pejabat Bupati.

Ketika seorang pejabat bupati yang dilantik, bahkan aktif dalam mengkampanyekan antikorupsi dan selalu tegas menghimbau menjalankan tata Kelola yang transparan, bersih dan akuntabel, tetapi justru tidak lama ia menjabat sudah melakukan pelanggaran berat.

Pelanggaran berat ini tentu meruntuhkan citra dan kepercayaan publik serta legitimasi pemerintahan Bekasi.

Kepercayaan publik merupakan modal utama dalam menjalankan pemerintahan. Tanpa kepercayaan publik, maka seluruh kebijakan tidak akan bisa dilaksanakan secara optimal.

Kasus proyek ijon ini merupakan praktik korupsi yang menggerus kepercayaan publik dan mengorbankan pembangunan, sistem pemerintahan, pada akhirnya publik menjadi korban.

Apalagi keterlibatan keluarga semakin menambah konflik kepentingan. Nepotisme dan patronase rasanya masih sulit dijauhkan dari birokrasi pemerintahan lokal.

Praktik seperti ini cenderung menciptakan relasi kuasa yang tertutup sehingga mempersempit check and balance serta melemahkan ruang kontrol di tingkat lokal.

Korupsi masih menjadi pekerjaan rumah bangsa ini yang belum bisa diselesaikan hingga sekarang.

Indek Persepsi Korupsi tahun 2024 dari data International Transparansi menjelaskan bahwa posisi skor Indonesia di angka 37 dari angka 0 hingga 100.

Semakin indek persepsi korupsi mendekati angka 100, maka semakin bersih dan transparan negara tersebut. Sebaiknya, semakin mendekati angka 0, maka semakin korup dan kotor dengan praktik korupsi.

Itu artinya dengan skor 37 kondisi Indonesia hingga hari ini masih prihatin. Jadi jangan heran ada saja operasi tangkap tangan dari KPK yang terjadi kepada pejabat penting di tingkat pusat maupun daerah.

Oleh karena itu, ada tiga solusi pencegahan korupsi yang bisa diupayakan agar korupsi tidak terjadi berulang kali.

Pertama, reformasi tata kelola pengadaan dan perencanaan anggaran. Ruang informal komunikasi antara pejabat dan kontraktor harus dipersempit dengan cara menjalankan prosedur secara ketat sesuai dengan mekanisme yang transparan dan akuntabel.

Kemudian seluruh perencanaan dan proses dilakukan secara digital mulai dari perencanaan jangka menengah yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa.

Kedua, penguatan pengawasan dan perlindungan pelapor. Mekanisme whistleblower system harus dilindungi dan dijamin keamanannya supaya ASN dan warga bisa turut melakukan kontrol dengan berani melaporkan indikasi penyimpangan praktik-praktik korupsi di lingkungan birokrasi tanpa takut diintimidasi.

Ketiga, internalisasi etika dan sanksi politik secara tegas. Partai politik dan pemerintahan pusat harus ikut andil dalam menerapkan sanksi tegas kepada kepala daerah dan jajarannya ketika melakukan praktik korupsi, termasuk pencabutan dukungan dan tidak mencalonkan kembali saat pemilihan umum.

Pendidikan politik yang selama ini dijalankan melalui proses kaderisasi politik jangan hanya sekadar jargon belaka.

Oleh karena itu, kasus Bekasi semestinya menjadi peringatan untuk daerah-daerah lainnya agar menjalankan kekuasaan secara transparan, bersih dan akuntabel.

Tanpa kepercayaan publik dan integritas, maka mustahil pemerintahan bisa menjalankan seluruh programnya secara maksimal.

Kepercayaan publik harus dijaga dengan sepenuh jiwa, dan keteladanan menjadi kompas moral yang akan dirujuk oleh seluruh warganya.

Tag:  #proyek #ijon #retaknya #etika #kekuasaan #bekasi

KOMENTAR