Kritik Penunjukan Eks Tim Mawar Untung sebagai Dirut Antam, KontraS: Negara Abai Rekam Jejak HAM!
- KontraS mengkritik penunjukan Letjen TNI (Purn) Untung Budiharto, eks Tim Mawar, sebagai Dirut PT Antam karena mengabaikan keadilan HAM.
- Penunjukan Direksi BUMN dianggap keputusan politik negara yang memperdalam luka korban pelanggaran HAM masa lalu.
- Keputusan ini menunjukkan kegagalan negara menjalankan penilaian rekam jejak pelanggaran HAM bagi pejabat publik.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik pengangkatan Letjen TNI (Purn) Untung Budiharto sebagai Direktur Utama PT Aneka Tambang (Antam).
KontraS menilai penunjukan mantan anggota Tim Mawar Kopassus itu menunjukkan pengabaian negara terhadap prinsip keadilan, supremasi sipil, dan komitmen penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia, menyatakan keputusan tersebut tidak dapat dilihat sebagai urusan korporasi semata.
Menurutnya, penunjukan direksi BUMN merupakan keputusan politik negara karena dilakukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang berada di bawah kendali pemerintah.
“Karena itu, pengangkatan ini adalah keputusan sadar negara dengan konsekuensi politik dan moral yang melekat langsung pada pemerintahan,” ujar Jane kepada , Kamis (18/12/2025)
Jane lalu mengingatkan, Untung Budiharto merupakan salah satu anggota Tim Mawar Kopassus yang terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi pada 1997–1998.
Dalam persidangan Mahkamah Militer Tinggi II-08 Jakarta, Untung dijatuhi hukuman penjara.
Sanksi pemecatan yang sempat dijatuhkan tidak terlaksana setelah proses banding, sehingga ia hanya menjalani hukuman penjara tanpa diberhentikan dari dinas militer.
KontraS juga menilai pengangkatan Untung ke jabatan strategis BUMN justru memperdalam luka keluarga korban penculikan. Negara dinilai kembali menunjukkan keberpihakan kepada pelaku, bukan kepada korban pelanggaran HAM.
“Pesan yang muncul adalah bahwa rekam jejak pelanggaran HAM tidak menjadi penghalang untuk memperoleh jabatan dan kekuasaan,” tutur Jane.
Selain penunjukan di Antam, KontraS juga mencatat Untung Budiharto sebelumnya telah menduduki berbagai jabatan strategis negara, antara lain Wakil Asisten Operasi KSAD, Kasdam I/Bukit Barisan, Direktur Operasi dan Latihan Basarnas, Sekretaris Utama BNPT, hingga Pangdam Jaya pada 2022.
Rangkaian penugasan tersebut dinilai menunjukkan kegagalan negara dalam menerapkan mekanisme penilaian rekam jejak pejabat publik.
KontraS menegaskan, mekanisme pemeriksaan latar belakang atau vetting mechanism merupakan bagian penting dari reformasi sektor keamanan dan telah diatur dalam prinsip-prinsip HAM internasional. Namun, mekanisme tersebut dinilai tidak pernah dijalankan secara konsisten sejak Reformasi 1998.
“Yang terjadi justru rehabilitasi politik dan pemutihan rekam jejak figur-figur yang terlibat dalam pelanggaran HAM,” ungkap Jane.
KontraS juga menyoroti kontroversi pemberian kenaikan pangkat istimewa kepada Untung Budiharto. Jane menyebut regulasi yang ada, baik Undang-Undang maupun peraturan pemerintah, hanya mengatur kenaikan pangkat atau pangkat penghargaan bagi prajurit aktif, bukan bagi purnawirawan TNI.
Karena itu, pemberian pangkat kepada pensiunan dengan rekam jejak pelanggaran HAM dinilai bermasalah secara hukum dan etika.
Lebih lanjut, Jane berpendapat, penunjukan eks Tim Mawar ke posisi strategis negara dan BUMN mencerminkan kecenderungan pemerintah yang lebih mengutamakan loyalitas dan patronase politik dibandingkan prinsip keadilan, transparansi, dan profesionalisme.
Dalam jangka panjang, pola tersebut menurutnya berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap negara dan institusi demokrasi.
Tag: #kritik #penunjukan #mawar #untung #sebagai #dirut #antam #kontras #negara #abai #rekam #jejak