MK Minta LMK Tingkatkan Kinerjanya, Agar Distribusi Royalti Adil dan Transparan
Gedung Mahkamah Konstitusi. MK tegaskan larangan wakil menteri (wamen) yang merangkap jabatan melalui putusan yang dibacakan dalam sidang perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 pada Kamis (28/8/2025).(ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
20:54
17 Desember 2025

MK Minta LMK Tingkatkan Kinerjanya, Agar Distribusi Royalti Adil dan Transparan

- Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan catatan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) agar meningkatkan kinerjanya dalam hal pendistribusian royalti kepada pencipta maupun pemegang hak cipta.

Hakim MK Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan Mahkamah menyampaikan, peningkatan kinerja LMK diperlukan agar pendistribusian royalti berjalan adil, tepat waktu, dan transparan.

Hal tersebut disampaikan saat MK mengabulkan sebagian gugatan Nazriel Irham atau Ariel Noah bersama 27 musisi lainnya yang tergabung dalam Gerakan Satu Visi, yang menguji Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

"Selain itu, Mahkamah juga mencermati terkait kinerja LMK yang harus ditingkatkan agar dapat menjamin pendistribusian royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta secara tepat waktu, adil, dan transparan," ujar Enny saat membacakan Putusan Nomor 28/PUU-XXIII/2025, Rabu (17/12/2025).

MK mencontohkan dengan cara LMK yang dapat membuat prosedur serta batas waktu pembayaran royalti.

Baik sebelum ataupun sesudah pertunjukan, serta juga pendistribusiannya kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Di samping itu, agar pemungutan royalti berjalan optimal dan terpercaya, perlu pula dilakukan tata kelola yang akuntabel dan transparan dari LMK untuk mengelola hingga mendistribusikan royalti.

"Dalam hal ini, pembentuk undang-undang perlu menyusun suatu sistem pemungutan royalti kolektif melalui LMK atau nama lain yang lebih sederhana agar efektif dan efisien," ujar Enny.

"Apalagi seiring dengan kemajuan teknologi era digital, maka penting pula untuk mempertimbangkan integrasi suatu sistem berbasis database digital yang memudahkan akses dan proses perizinan penggunaan ciptaan dan juga pemungutan royalti, termasuk pendistribusiannya," sambungnya.

MK juga menegaskan bahwa parameter penentuan royalti haruslah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Frasa “imbalan yang wajar” dalam Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta dinilai telah memberikan ruang penafsiran dan ketidakpastian hukum terkait imbalan atau royalti yang wajar.

Oleh karena itu, perlu penegasan terkait parameter imbalan yang wajar dan harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan tersebut dikeluarkan oleh lembaga/instansi yang berwenang dengan melibatkan partisipasi para pemangku kepentingan terkait.

"Menyatakan frasa ‘imbalan yang wajar’ dalam norma Pasal 87 ayat (1) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD NRI dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan’," ujat Ketua MK Suhartoyo.

Sebagai informasi, gugatan Ariel Cs ke MK didasari sejumlah kasus tuntutan pencipta lagu kepada musisi. Salah satunya yang dialami Agnes Monica atau lebih dikenal Agnezmo.

Agnezmo digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja”, karena Agnezmo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias.

Ariel Cs pun menguji Pasal 9 ayat (2), Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta ke MK lewat perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan 37/PUU-XXIII/2025.

Tag:  #minta #tingkatkan #kinerjanya #agar #distribusi #royalti #adil #transparan

KOMENTAR