Armand Maulana Harap Tak Ada Lagi Kisruh soal Royalti Usai Putusan MK
- Musisi Armand Maulana berharap ke depannya tidak ada lagi kisruh seputar royalti usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
“Sekarang sudah Insya Allah tidak ada lagi kekisruhan di lapangan,” ujar Armand, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Armand mengatakan, putusan MK hari ini sudah sangat jelas, terutama soal pembayaran royalti acara yang seharusnya dibayarkan oleh pihak penyelenggara acara, bukan lagi pengisi acara.
“Karena tadi sudah sangat-sangat jelas bahwa penyanyi bukannya membayar, tapi si penyelenggara yang mendatangkan,” kata dia.
Menurut Armand, semua pihak harus paham perbedaan antara bayaran atau fee untuk penyanyi dengan royalti lagu.
Ia juga menyoroti soal putusan hakim yang menegaskan bahwa sengketa soal hak cipta diselesaikan dengan mengedepankan restorative justice atau keadilan restoratif.
“Terus juga tadi yang catatan lagi yang bagus, pidana. Karena sampai detik ini ada penyanyi, saya tidak akan menyebutkan siapa, tapi masih tetap disomasi dan ingin dipidana,” kata Armand.
Ia berharap, perjuangan para musisi yang mengajukan permohonan uji materiil sejak Maret 2025 ini bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi di lapangan.
“Mudah-mudahan tidak ada lagi permasalahan di lapangan, terutama yang memusingkan para manajemen artis, promotor, para EO, dan sebagainya,” kata Armand.
Amar putusan
Secara keseluruhan, MK mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh para musisi yang tergabung dalam gerakan Vibrasi Suara Indonesia (VISI), di antaranya Bunga Citra Lestari (BCL), Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Rossa, Titi DJ, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, dan masih banyak lagi.
“Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Hakim Suhartoyo, saat membacakan amar putusan.
Majelis hakim menyebutkan, frasa ‘setiap orang’ dalam Pasal 23 Ayat (5) UU Hak Cipta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial".
Lebih lanjut, majelis hakim konstitusi juga menyatakan frasa "imbalan yang wajar" dalam norma Pasal 87 Ayat (1) UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan”.
MK juga menegaskan bahwa sengketa royalti harus menggunakan pendekatan restorative justice daripada pidana.
“Menyatakan frasa 'huruf f' dalam norma Pasal 113 Ayat (2) UU Hak Cipta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice,'” imbuh Suhartoyo.
Tag: #armand #maulana #harap #lagi #kisruh #soal #royalti #usai #putusan