Kekhawatiran Pejabat Kemendikbudristek Ada Intervensi dan Tak Bisa Bantah Arahan Nadiem
- Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa sejumlah pejabat Kemendikbudristek merasa khawatir dan tidak bisa membantah arahan Nadiem Makarim serta timnya dalam proses pengadaan laptop berbasis Chromebook.
Hal ini diketahui saat JPU membacakan surat dakwaan atas nama Sri Wahyuningsih, selaku Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021.
Saat itu, tengah berlangsung pengadaan peralatan TIK untuk tahun 2020.
Sejumlah pejabat Kemendikbudristek mengadakan zoom meeting secara internal.
Tim Nadiem tidak menjadi peserta rapat.
Rapat tertanggal 27 April 2020 ini diikuti oleh Khamim, Poppy Dewi Puspitawati, Cepy Lukman Rusdiana, Subandi, Wahyu Haryadi, Bambang Hadiwaluyo, dan Harnowo Susanto.
Pada rapat pertama, orang-orang ini membahas nama yang akan masuk ke dalam tim teknis pengadaan peralatan TIK sekaligus menganalisis spesifikasi yang telah dibuat oleh Ibrahim Arief, selaku konsultan teknologi saat itu.
Spesifikasi yang dibuat oleh Ibrahim alias Ibam sudah mengarah ke satu produk, yaitu Chromebook.
“Pada rapat kedua, membahas perbandingan sistem operasi Chrome dengan Windows di mana hampir semua menyampaikan kekhawatirannya terhadap intervensi yang dilakukan oleh Jurist Tan dan Fiona Handayani, selaku Staf Khusus Menteri, dalam penyusunan spesifikasi terhadap peralatan TIK yang akan diadakan,” ujar salah satu jaksa penuntut umum (JPU), dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Jurist dan Fiona diketahui baru bergabung di lingkungan Kemendikbudristek setelah Nadiem dilantik menjadi menteri.
Namun, keduanya diberikan kewenangan seakan-akan mewakili Nadiem sendiri dalam rapat bersama pejabat eselon kementerian.
Di satu sisi, pejabat yang sudah ada juga telah mengetahui bahwa sistem operasi Chrome pernah gagal dalam uji coba pada program digitalisasi pendidikan yang berlangsung di masa Muhadjir Effendy.
“Sistem operasi Chrome pernah mengalami kegagalan di sekolah-sekolah, khususnya di daerah 3T, sehingga siswa dan guru tidak bisa menggunakan untuk proses belajar mengajar,” ujar jaksa.
Meski demikian, rapat ini tetap menentukan siapa saja yang masuk sebagai tim teknis, yaitu Hamid Muhammad sebagai Pengarah, Sutanto sebagai Ketua, Khamim sebagai Wakil Ketua 1, Poppy Dewi Puspitawati sebagai Wakil Ketua 2, dan Wahyu Haryadi, Respati Hastomo, serta Cepy Lukman Rusdiana, yang bertugas sebagai anggota.
Lalu, pada tanggal 28 April 2020, tim teknis melakukan zoom meeting dengan pesertanya, Cepy Lukman Rusdiana, Harnowo Susanto, Solechun Khodir, Idi Sumardi, Aries Fariansyah, dan Suprihanto.
Mereka membahas bahan-bahan awal penyusunan kajian yang sudah dilakukan oleh Tim Teknis.
Rapat ini menghasilkan sejumlah kesimpulan, antara lain:
1. Kajian yang akan dibuat melihat dari sisi apakah Chromebook bisa digunakan dalam pembelajaran atau tidak.
2. Tidak dalam posisi membantah, tetapi memberikan gambaran/masukan mengenai pemanfaatan Chromebook di sekolah.
3. Microsoft Windows tidak dapat diinstal pada Chromebook.
4. Chromebook memang sangat memerlukan koneksi internet.
5. Tidak dapat dibandingkan antara Chromebook dengan laptop lainnya karena memang berbeda secara fungsi.
6. Tidak menjadi masalah apabila sekolah yang sudah mempunyai komputer diberikan Chromebook.
7. Tim Teknis tidak memutuskan apakah akan menggunakan Chromebook atau tidak, hanya memberikan masukan kepada pimpinan.
Dalam prosesnya, anggota tim teknis ada yang pernah dicopot karena tidak membuat kajian sesuai arahan Nadiem.
Mereka adalah Khamim dan Poppy Dewi Puspitawati yang kemudian digantikan oleh Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah.
Pergantian pemain ini memuluskan proses pengadaan untuk meloloskan Chromebook dan produk Google lain yang dipilih sebagai barang pengadaan era Nadiem.
Dalam kasus ini, empat terdakwa disebut telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai Rp 2,1 triliun.
JPU lebih dahulu membacakan dakwaan untuk tiga terdakwa, yaitu Eks Konsultan Teknologi di lingkungan Kemendikbudristek, Ibrahim Arief, Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Tahun 2020-2021 sekaligus KPA di Lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama Tahun Anggaran 2020-2021, Mulyatsyah, dan Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar Tahun Anggaran 2020-2021, Sri Wahyuningsih.
Sementara itu, Eks Mendikbudristek Nadiem Makarim baru akan menjalani sidang perdana pada pekan depan.
Saat ini, Nadiem diketahui tengah menjalani proses penyembuhan dan dirawat di rumah sakit (RS).
Adapun berkas perkara untuk tersangka Jurist Tan (JT) selaku Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024 belum dapat dilimpahkan karena ia masih buron.
Para terdakwa diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tag: #kekhawatiran #pejabat #kemendikbudristek #intervensi #bisa #bantah #arahan #nadiem