Pimpinan Komisi X Minta Pendidikan saat Bencana Diatur di RUU Sisdiknas
- Wakil Ketua Komisi X DPR RI My Esti Wijayanti menilai, Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan revisi dari UU Nomor 20 Tahun 2003 perlu memuat aturan khusus mengenai penyelenggaraan pendidikan dalam situasi bencana.
Menurut Esti, kejadian banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menunjukkan sistem yang ada belum memberikan perlindungan memadai bagi keberlanjutan pendidikan di situasi tidak terduga.
Menurutnya, semua pihak harus belajar dari peristiwa bencana di tiga provinsi tersebut.
"Dalam draf RUU Sisdiknas, saya mengusulkan agar dimasukkan pasal-pasal khusus mengenai penanganan sektor pendidikan dalam situasi bencana. Negara harus menyiapkan anggaran, mekanisme, dan standar operasionalnya," kata My Esti dalam siaran pers, Senin (15/12/2025).
Esti mengusulkan, anggaran penanganan pendidikan dalam situasi bencana dimasukkan baik di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, kemudian Kementerian Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah, maupun di Kementerian Agama.
Dia bilang, perlu ada aturan yang membuka ruang bagi pendidikan darurat itu.
“Kita memerlukan aturan yang membuka ruang bagi penyelenggaraan pendidikan darurat dan bantuan dana bagi siswa maupun mahasiswa yang terdampak,” tuturnya.
Ia menegaskan, pendidikan darurat harus menjadi bagian dalam regulasi nasional.
Layanan pendidikan darurat tersebut mencakup pendirian sekolah darurat, penyediaan modul belajar alternatif, serta memastikan proses belajar tetap berjalan meskipun sarana dan prasarana rusak.
"Hak atas pendidikan tidak boleh berhenti hanya karena bencana melanda suatu wilayah," tegas Esti.
Di sisi lain, ia menekankan pentingnya mekanisme pendanaan yang siap digunakan ketika bencana terjadi.
Dana darurat tersebut diperlukan tidak hanya untuk penanganan fisik seperti pembangunan ruang belajar sementara, tetapi juga dukungan administratif dan bantuan biaya pendidikan.
"Sehingga siswa dan mahasiswa dari keluarga terdampak tidak meninggalkan bangku sekolah atau perkuliahan. Respons pendidikan tidak bisa bergantung pada inisiatif ad hoc setiap kali bencana terjadi," jelasnya.
Selain pendanaan, Esti pun menilai perlu ada SOP nasional yang mengatur langkah penanganan pendidikan pasca-bencana.
SOP tersebut harus memastikan pendataan cepat, aktivasi sekolah darurat, dan pemulihan kegiatan belajar dengan mempertimbangkan kebutuhan psikososial anak.
"Semoga melalui RUU Sisdiknas, kebijakan negara akan lebih responsif mengingat karakter Indonesia sebagai negara rawan bencana dan mampu memberikan perlindungan nyata bagi peserta didik," tandasnya.
Sebagai informasi, proses belajar-mengajar tidak dapat berjalan di sebagian besar wilayah terdampak banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera.
Pemerintah daerah (Pemda) meliburkan sementara aktivitas pembelajaran hingga waktu yang belum ditentukan.
Menurut data Kemendikdasmen per Minggu (30/11/2025), sebanyak 310 satuan pendidikan di Aceh rusak dan digenangi lumpur sehingga tidak memungkinkan untuk berlangsungnya pembelajaran ataupun ujian.
Bencana di Aceh juga berdampak pada 56.430 siswa dan 7.683 guru, sebagaimana data dari Posko Tanggap Darurat Dinas Pendidikan Aceh.
Kemudian satuan pendidikan yang terdampak di Sumut berjumlah 385, dan Sumbar berjumlah 314.
Rinciannya pada Provinsi Aceh yaitu 57 PAUD, 91 SD, 55 SMP, 65 SMA, 34 SMK, 1 PKBM/SKB, dan 7 SLB.
Sedangkan sekolah terdampak bencana di Provinsi Sumut yaitu 76 PAUD, 199 SD, 92 SMP, 11 SMA, 6 SMK, dan 1 SLB.
Sementara di Provinsi Sumbar yaitu 51 PAUD, 63 SD, 71 SMP, 20 SMA, 1 SMK, dan 8 SLB terdampak bencana.
Tag: #pimpinan #komisi #minta #pendidikan #saat #bencana #diatur #sisdiknas