Pemerintah dan Korporasi Wajib Beri Kompensasi Kepada Korban Banjir-Longsor di Sumatera
DISTRIBUSI: Warga membawa bantuan di Bener Meria, Aceh, Kamis (4/12). Bener Meriah merupakan satu di antara belasan kabupaten/kota di Aceh yang terdampak banjir bandang. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)
15:00
7 Desember 2025

Pemerintah dan Korporasi Wajib Beri Kompensasi Kepada Korban Banjir-Longsor di Sumatera

- Jangan salahkan alam. Ada andil pemerintah di balik musibah banjir bandang dan tanah longsor di Sumatera. Karena itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh agar tragedi serupa tidak terulang. 

Ratusan nyawa melayang akibat bencana Sumatera. Ribuan keluarga harus mengungsi. Kini, sejumlah pejabat pemerintah ramai-ramai turun ke lapangan. Mereka mendalami kerusakan lingkungan yang bisa menjadi penyebab utama terjadinya bencana di Sumatera. 

Polri dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) telah membentuk satgas gabungan. Salah satu fokusnya adalah mendalami temuan ratusan kayu gelondngan yang terseret banjir. Kayu-kayu itu diduga hasil pembalakan hutan. Di saat bersamaan, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menurunkan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH). 

Pakar Hukum Pidana sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto menuturkan, masyarakat korban bencana akibat kerusakan ling‌kungan bisa mendapatkan kompensasi dari pemerintah. Apalagi, ada peran pemerintah dalam kerusakan lingkungan akibat pemberian izin pengelolaan lahan yang serampangan. 

"Dalam kasus terorisme, pemerintah memberikan kompensasi bagi korban terorisme. Padahal, tidak ada peran pemerintah dalam terorisme. Maka dalam kon‌teks bencana ini, seharusnya pemerintah memberikan kompensasi, apalagi hampir pasti pemerintah punya peran hingga memicu bencana," tegasnya. 

Kompensasi dari pemerintah terhadap korban ben‌cana ini akan menunjukkan kehadiran pemerintah. Apalagi, bencana ini bukan terjadi akibat alam. "Saya yakin bencana ini akibat ulah manusia, baik korporasi maupun pe‌merintah," terangnya. 

Menurut dia, bencana ban‌jir dan longsor bukan akibat alam. Melainkan akibat kerusakan lingkungan yang dilakukan manusia. "Beda dengan bencana lainnya, banjir longsor ya akibat hutan digunduli," tegasnya. 

Karena itu pula, korporasi yang terlibat wajib dimintai pertanggungjawaban, baik pidana maupun kompensasi. Dia mengatakan, korporasi demi keuntungannya sendiri mengorbankan keselamatan rakyat. "Lebih-lebih untuk korporasi, harus memberikan kompensasi," paparnya. 

Bila pemerintah abai, lanjutnya, maka masyarakat bisa melakukan class action ke pengadilan negeri. "Menggugat pemerintah yang telah mengorbankan banyak nyawa karena menerbitkan izin untuk merusak hutan," ujarnya. 

Tindak pidana yang dilakukan pejabat juga perlu didalami. Dia menganalisa bahwa pejabat bisa saja mengeluarkan izin di hutan lindung. "Kebijakan semacam ini jelas pidana. Pejabat juga harus didalami perannya," paparnya. 

Menteri LH Stop Operasional Tiga Perusahaan 

Pemerintah mulai mengecek hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq melakukan inspeksi udara dan darat di hulu DAS Batang Toru dan Garoga untuk memverifikasi penyebab bencana. 

PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) pengembang PLTA Batang Toru jadi jujukan inspeksi ini. 

Berdasarkan temuan lapangan, ia memutuskan untuk menghentikan sementara operasional ketiga perusahaan tersebut. Ketiganya juga akan diwajibkan menjalani audit lingkungan sebagai langkah pengendalian tekanan ekologis di hulu DAS. 

“Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan,” tegasnya. Ketiga perusahaan tersebut akan dipanggil untuk pemeriksaan resmi pada 8 Desember 2025 di Jakarta. 

Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH/BPLH, Rizal Irawan, menambahkan bahwa hasil pantauan udara menunjukkan adanya pembukaan lahan masif yang memperbesar tekanan pada DAS. Terlihat jelas aktivitas pembukaan lahan untuk PLTA, hutan tanaman industri, pertambangan, dan kebun sawit. 

”Tekanan ini memicu turunnya material kayu dan erosi dalam jumlah besar. Kami akan terus memperluas pengawasan ke Batang Toru, Garoga, dan DAS lain di Sumatera Utara,” ungkapnya. 

Kemenhut Temukan Kerusakan Lingkungan

Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkum) juga melakukan langkah yang sama. Menurut Dwi Januanto Nugroho, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, hasil analisis awal yang diperkuat verifikasi lapangan menunjukkan bah‌wa selain curah hujan ekstrem, terdapat indikasi kerusakan lingkungan di hulu DAS Batang Toru dan DAS Sibuluan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.  

Kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu DAS diduga menurunkan kemampuan tanah menyerap air. Material kayu yang terbawa arus menunjukkan dugaan adanya aktivitas pembukaan lahan dan penebangan yang tidak sesuai ketentuan. 

”Kami melihat pola yang jelas di mana ada kerusakan hutan di hulu akibat aktivitas ilegal, di situ potensi bencana di hilir meningkat drastis. Aktivitas yang seharusnya legal, terindikasi disalahgunakan menjadi kedok untuk pembalakan liar yang merambah ke kawasan hutan negara di sekitarnya,” paparnya. 

Dari hasil identifikasi awal, 12 subjek hukum korporasi maupun perorangan diduga memiliki keterkaitan dengan gangguan tutupan hutan di wilayah hulu. Sejak 4 Desember 2025, kata dia, tim telah melakukan pemasangan papan larangan (papan informasi) pada 5 lokasi yang terindikasi. Yakni, 2 titik pada area konsesi PT TPL dan 3 titik pada lokasi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) atas nama JAM, AR, dan DP.  

Di saat bersamaan, Tim PPNS Balai Gakkum Sumatera juga melakukan penyidikan atas dugaan tindak pidana kehutanan pada salah satu subjek hukum atas nama JAM. Langkah itu dilakukan setelah ditemukan 4 truk bermuatan kayu tanpa dokumen sah. (idr/mia/oni)

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #pemerintah #korporasi #wajib #beri #kompensasi #kepada #korban #banjir #longsor #sumatera

KOMENTAR