Mencermati Pasal Penangkapan-Penahanan di KUHAP Baru
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP terbaru memuat syarat penangkapan dan penahanan. Kenapa poin ini menjadi sorotan?
Sorotan datang dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP dan juga mendapatkan klarifikasi dari Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
Kompas.com mengakses KUHAP versi terbaru yang disahkan DPR pada 18 November 2025 lalu dari situs web resmi DPR. Mari cermati pasalnya.
Bunyi pasal penangkapan
Mengenai penangkapan, KUHAP terbaru mengaturnya di bagian ketiga.
Pasal 93
(1) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyelidik atas perintah Penyidik berwenang melakukan Penangkapan.
(2) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyidik dan Penyidik Pembantu berwenang melakukan Penangkapan.
(3) PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan Penangkapan kecuali atas perintah Penyidik Polri.
(4) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi Penyidik di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang.
Pasal 94
Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti.
Pasal 95
(1) Penangkapan dilakukan oleh Penyidik dengan memperlihatkan surat tugas kepada Tersangka.
(2) Selain surat tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik harus memberikan surat perintah Penangkapan kepada Tersangka yang berisi:
a. identitas Tersangka;
b. alasan Penangkapan;
c. uraian singkat perkara tindak pidana yang dipersangkakan; dan
d. tempat Tersangka diperiksa.
(3) Tembusan surat perintah Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diberikan kepada Keluarga Tersangka atau orang yang ditunjuk Tersangka atau ketua rukun warga/rukun tetangga tempat Tersangka tinggal dalam waktu paling lama 1 (satu) Hari terhitung sejak Penangkapan dilakukan.
(4) Dalam hal Tertangkap Tangan, Penangkapan dilakukan tanpa surat perintah Penangkapan.
(5) Pihak yang melakukan Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti kepada Penyidik atau Penyidik Pembantu.
Pasal 96
Penangkapan dilakukan paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
Pasal 97
(1) Penangkapan tidak dapat dilakukan terhadap Tersangka yang disangka melakukan tindak pidana yang ancaman pidananya hanya pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Dalam hal Tersangka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi panggilan Penyidik secara sah 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, Penangkapan dapat dilakukan.
Pasal 98
Dalam hal Penangkapan dilakukan terhadap seorang Hakim, Penangkapan harus berdasarkan izin Ketua Mahkamah Agung.
Bunyi pasal penahanan
Aturan soal penahanan ada pada bagian keempat atau setelah bagian mengenai penangkapan dalam KUHAP teranyar ini.
Pasal 99
(1) Untuk kepentingan Penyidikan, Penyidik berwenang melakukan Penahanan.
(2) Penyidik Pembantu berwenang melakukan Penahanan atas perintah Penyidik.
(3) PPNS dan Penyidik Tertentu tidak dapat melakukan Penahanan kecuali atas perintah Penyidik Polri.
(4) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi Penyidik di Kejaksaan Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang.
(5) Untuk kepentingan Penuntutan, Penuntut Umum berwenang melakukan Penahanan atau Penahanan lanjutan.
(6) Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dengan penetapannya berwenang melakukan Penahanan.
Pasal 100
(1) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 hanya dapat dilakukan berdasarkan surat perintah Penahanan atau penetapan Hakim terhadap Tersangka atau Terdakwa yang
melakukan tindak pidana atau melakukan percobaan atau pembantuan melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
(5) Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99, dilakukan terhadap Tersangka atau Terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat
bukti yang sah jika Tersangka atau Terdakwa:
a. mengabaikan panggilan Penyidik sebanyak 2 (dua) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah;
b. memberikan informasi tidak sesuai fakta pada saat pemeriksaan;
c. menghambat proses pemeriksaan;
d. berupaya melarikan diri;
e. berupaya merusak dan menghilangkan barang bukti;
f. melakukan ulang tindak pidana;
g. terancam keselamatannya atas persetujuan atau permintaan Tersangka atau Terdakwa; dan/atau
h. mempengaruhi Saksi untuk tidak mengatakan kejadian sebenarnya.
Bagaimana di KUHP lama?
Dalam KUHP versi lama atau UU Nomor 8 Tahun 1981, aturan soal penangkapan ada pada bagian kesatu, mulai pasal 16 hingga 19.
Aturan soal penahanan ada pada bagian kedua mulai Pasl 20 sampai Pasal 31.
Pada Pasal 21 KUHAP versi lama, ada alasan kekhawatiran soal tersangka yang menjadi syarat penahanan. Begini bunyinya:
Pasal 21
(1) Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
Sorotan Koalisi Sipil: Absennya pengawasan pengadilan
Koalisi Masyarakat Sipil melihat tidak ada hal baru dalam pasal-pasal mengenai penangkapan dan penahanan di KUHAP terbaru dibanding KUHAP versi 1981.
Mereka mengkritik masih dipertahankannya keputusan penangkapan dan penahanan yang diberikan di tangan penyidik, bukan putusan pengadilan atau hakim sebagai otoritas independen.
Seharusnya aturan ini sudah berubah sesuai prinsip mengenai judicial scrutiny (pengawasan pengadilan) yang menghormati hak asasi manusia.
“?Pasal penangkapan-penahanan yang mengancam perlindungan fisik warga negara
Yang paling fundamental izin upaya paksa menyangkut perlindungan fisik warga negara yaitu penangkapan dan penahanan sama sekali tidak datang dari otoritas independen (Pasal 93 dan Pasal 99),” kata Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP melalui siaran persnya, Sabtu (22/11/2025).
Koalisi menyoroti bahwa dalam KUHAP terbaru, pihak yang berhak memutuskan penangkapan adalah penyidik, bukan hakim. Alasannya pun subjektif.
“Apalagi alasan penahanan bertambah jadi sangat subjektif yaitu memberikan informasi tidak sesuai fakta pada saat pemeriksaan dan menghambat proses pemeriksaan, yang sangat subjektif, rentan penyalahgunaan dan bertentangan dengan hak ingkar tersangka,” sorot Koalisi yang terdiri dari berbagai LSM tersebut.
Kata Ketua Komisi III DPR
Dalam program Gaspol! Kompas.com yang tayang pada Jumat (21/11/2025), Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan bahwa aturan soal upaya paksa yang meliputi penangkapan, penyitaan, dan penahanan bersifat lebih progresif di KUHAP yang baru.
Penangkapan dilakukan pada tahap penyidikan, bukan penyelidikan, namun penyelidik dapat memerintahkan penyelidik untuk menangkap seorang tersangka.
Penahanan, sebagaimana Pasal 100 di KUHAP baru, harus berdasarkan “surat perintah penahanan atau penetapan hakim”.
Di KUHAP lama, kata Habiburokhman, penahanan justru didasarkan pada alasan yang lebih subjektif ketimbang KUHAP baru. Kini, KUHAP baru telah menambah poin-poin syarat penahanan.
“Di KUHAP baru ini kita bikin ada delapan kriteria yang sangat menurut kami sangat objektif ya,” kata Habiburokhman, politikus Partai Gerindra ini.
Delapan kriteria yang disebut Habiburokhman ada pada Pasal 100 ayat (5).
Tag: #mencermati #pasal #penangkapan #penahanan #kuhap #baru