Catatan Koalisi Masyarakat Sipil Menjelang Pengesahan Revisi KUHAP
Suasana rapat panja RUU KUHAP Komisi III DPR RI bersama pemerintah, Kamis (13/11/2025) di Gedung DPR RI.(KOMPAS.com/Tria Sutrisna)
07:26
18 November 2025

Catatan Koalisi Masyarakat Sipil Menjelang Pengesahan Revisi KUHAP

- Polemik pembahasan RUU KUHAP memuncak setelah Koalisi Masyarakat Sipil menuding namanya dicatut serta aspirasinya dimanipulasi dalam rapat Panja Komisi III DPR.

Tuduhan itu segera dibantah keras oleh Ketua Komisi III Habiburokhman, yang menegaskan tidak ada pencatutan, justru DPR mengklaim hampir seluruh isi draf baru berasal dari masukan masyarakat sipil.

Koalisi merasa dicatut

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menilai nama mereka digunakan secara tidak tepat dalam pembahasan RUU KUHAP di Komisi III DPR.

Mereka menyebut proses yang berlangsung hanya dua hari, yaitu 12 dan 13 November 2025, mengandung “manipulasi partisipasi bermakna” dan merupakan “orkestrasi kebohongan” untuk menampilkan seakan-akan masukan masyarakat sipil telah diakomodasi.

“Pada rapat tersebut, Pemerintah dan Komisi III DPR RI membahas masukan pasal yang diklaim berasal dari masukan masyarakat sipil,” kata Koalisi dalam siaran pers mereka, Senin (17/11/2025).

Koalisi yang dimaksud adalah Yayasan Lembaga Bantun Hukum Indonesia (YLBHI), Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Bantuan Hukum APIK, Lokataru Foundation, Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Nasional Organisasi Disabilitas, dan AJI.

Koalisi merasa aspirasi mereka tidak dibacakan sebagaimana mestinya di rapat DPR.

“Sebagian masukan yang dibacakan dalam rapat Panja tersebut ternyata tidak akurat dan bahkan memiliki perbedaan substansi yang signifikan dengan masukan-masukan yang kami berikan melalui berbagai kanal, antara lain melalui rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau melalui penyerahan draf RUU KUHAP tandingan atau dokumen masukan lainnya kepada DPR dan Pemerintah,” kata Koalisi.

Koalisi Masyarakat Sipil klarifikasi

Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan klarifikasi terkait sejumlah usulan yang diklaim DPR berasal dari kelompok mereka.

DPR sebelumnya menyebut adanya masukan tentang Pasal 222 draf RKUHAP mengenai perluasan alat bukti melalui pengamatan hakim, serta usulan penjelasan Pasal 33 ayat (2) terkait definisi intimidasi yang hanya dibatasi pada penggunaan atau penunjukan senjata atau benda tajam saat pemeriksaan.

Namun, Koalisi membantah hal tersebut.

“Tidak ada yang pernah mengajukan masukan tersebut atas nama koalisi, termasuk dalam draf tandingan versi Koalisi Masyarakat Sipil maupun dokumen masukan lainnya,” kata Koalisi.

Dalam catatannya, Koalisi juga menyoroti pernyataan DPR yang mengaitkan YLBHI dengan usulan pasal baru dalam draf RKUHAP mengenai Perlindungan Sementara.

Koalisi menegaskan bantahan serupa.

“YLBHI tidak pernah memberikan masukan redaksional atau usulan pasal baru mengenai Perlindungan Sementara dengan mekanisme yang ada dalam Draf RKUHAP terbaru,” ujar Koalisi.

Selain itu, Koalisi mengungkapkan bahwa LBH APIK Jakarta dan Organisasi Penyandang Disabilitas Nasional juga disebut-sebut DPR sebagai pihak yang mengusulkan Pasal 208 tentang keterangan saksi penyandang disabilitas yang tidak bisa disumpah.

Komisi III bantah ada pencatutan

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menepis tudingan bahwa DPR mencatut nama Koalisi Masyarakat Sipil dalam pembahasan RUU KUHAP.

“Kami tegaskan enggak ada catut mencatut. Kami justru berupaya mengakomodir masukan masyarakat sipil,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (17/11/2025) malam.

Ia menjelaskan bahwa Koalisi LSM tersebut baru menyatakan keberatan empat hari setelah pembahasan tingkat pertama rampung, dan tidak menyampaikan aspirasinya saat pembahasan pada 12 dan 13 November.

“Jadi kritikus seharusnya aktif, nggak boleh malas, jadi kalaupun ada kekeliruan bisa langsung diselesaikan saat itu sebelum pengesahan,” kata Habiburokhman.

Legislator Gerindra itu menerangkan bahwa DPR mengelompokkan berbagai masukan berdasarkan klaster agar bisa mengakomodasi suara masyarakat sipil secara lebih terstruktur. Masukan yang masuk kemudian dibahas dan dirumuskan dalam draf norma.

“Tentu redaksi norma terakhir tidak sama persis dengan usulan kelompok manapun, karena itu penggabungan pendapat banyak pihak,” ujarnya.

Ia menyebut sejumlah contoh usulan yang menurutnya telah diakomodasi secara maksimal, mulai dari usulan organisasi disabilitas yang dipimpin Yenny Rosa Damayanti dkk, usulan larangan penyiksaan dari Universitas Indonesia melalui Taufik Basari, usulan perluasan praperadilan dari Madinah Rahmawati ICJR, usulan organisasi advokat terkait imunitas dan penguatan kewenangan advokat, hingga usulan AJI mengenai penghapusan larangan peliputan.

“Yang jelas hampir 100 persen isi KUHAP baru merupakan masukan dari masyarakat sipil ke Komisi III,” kata Habiburokhman.

Tag:  #catatan #koalisi #masyarakat #sipil #menjelang #pengesahan #revisi #kuhap

KOMENTAR