Shutdown Amerika dan Pelajaran bagi Desentralisasi Indonesia
PENUTUPAN atau shutdown pemerintahan federal Amerika Serikat (AS) pada November 2025 menjadi yang terpanjang dalam sejarah modern negara itu. Dunia menyaksikan bagaimana kebuntuan anggaran dapat menghentikan operasional pemerintah federal, dari penutupan layanan imigrasi hingga penghentian sementara lembaga-lembaga federal.
Namun ada fakta penting yang kerap terabaikan: meski Washington berhenti bekerja, sebagian besar layanan publik di tingkat negara bagian tetap berjalan seperti biasa. Sekolah tidak libur, rumah sakit daerah tetap buka, dan layanan administrasi lokal tidak tersendat. Shutdown tidak membuat Amerika lumpuh sebagaimana dibayangkan orang di luar negeri.
Situasi ini menarik untuk dilihat dari perspektif Indonesia. Sebagai negara kesatuan dengan tingkat ketergantungan fiskal daerah yang tinggi terhadap pusat, krisis anggaran nasional hampir pasti akan langsung memukul stabilitas layanan publik di daerah. Perbandingan antara federalisme Amerika dan desentralisasi Indonesia membuka ruang refleksi yang penting: bagaimana struktur negara membentuk daya tahan sebuah pemerintahan ketika menghadapi tekanan politik dan fiskal.
Kedaulatan Dibagi vs Kewenangan Didelegasikan
Amerika Serikat dibangun sebagai federasi, sebuah sistem di mana negara bagian memiliki kewenangan asli dalam mengatur wilayahnya. Mereka memiliki parlemen, pajak, aparat penegak hukum, dan anggarannya sendiri. Pemerintah federal lahir dari kesepakatan negara-negara bagian, sehingga peran Washington adalah koordinasi dan pengaturan hal-hal yang bersifat nasional, bukan sebagai pemberi otonomi.
Konsekuensinya, ketika anggaran federal macet, negara bagian tetap dapat menjalankan fungsi pemerintahan tanpa bergantung pada alokasi dari pusat. Layanan publik mereka tidak langsung terguncang karena basis pembiayaan, perencanaan, dan kewenangan berada di tingkat negara bagian.
Indonesia memiliki fondasi berbeda. Sebagai negara kesatuan, seluruh legitimasi dan kedaulatan pemerintahan berada di tangan pemerintah pusat. Otonomi daerah merupakan bentuk pendelegasian kewenangan yang diberikan melalui undang-undang, bukan yang melekat sejak awal. Dengan demikian, daerah bekerja dalam kerangka kewenangan yang ditentukan oleh pusat dan dapat ditinjau ulang sewaktu-waktu.
Perbedaan ini menciptakan dua lanskap ketatanegaraan yang sangat berbeda. Negara bagian di Amerika berdiri di atas basis kewenangan yang kuat dan mandiri, sementara daerah di Indonesia bekerja dalam struktur kewenangan yang bersifat turunan. Ketika pusat mengalami gangguan, daerah di Indonesia jauh lebih rentan terhadap guncangan.
Ketahanan Fiskal: Titik Perbedaan Paling Fundamental
Perbedaan paling mencolok muncul pada desain dan ketahanan fiskal. Dalam sistem federal, pajak negara bagian dan pendapatan lokal menjadi pilar utama pembiayaan layanan publik. Itulah sebabnya berbagai layanan dasar—pendidikan, kesehatan, transportasi, dan administrasi lokal—tetap berjalan stabil selama shutdown federal.
Indonesia menggambarkan situasi yang berbeda. Sebagian besar kabupaten/kota sangat bergantung pada transfer pusat. Lebih dari 80 persen daerah memperoleh lebih dari separuh APBD dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan dana-dana transfer lain. Di banyak daerah, 60–80 persen belanja publik bahkan berasal dari transfer pusat. Pendapatan asli daerah (PAD) hanya menopang sebagian kecil.
Simulasi fiskal yang pernah dibahas di tingkat kementerian memperlihatkan bahwa keterlambatan transfer sekitar satu bulan saja dapat menyebabkan banyak daerah kesulitan membayar gaji guru, tenaga kesehatan, dan aparatur sipil negara. Tanpa dana transfer pusat, puskesmas berisiko berhenti beroperasi, sekolah kekurangan anggaran operasional, dan layanan administrasi kecamatan tidak dapat berjalan dengan baik.
Dengan ketergantungan sebesar itu, krisis anggaran di pemerintah pusat dapat berubah menjadi krisis pemerintahan nasional. Shutdown versi Indonesia tidak akan terbatas pada kementerian atau lembaga pusat sebagaimana di Amerika, tetapi merembet secara cepat ke hampir seluruh layanan dasar di daerah. Dampaknya akan menyentuh masyarakat secara langsung dan luas.
Pengawasan Pusat dan Kerentanan Daerah
Selain masalah fiskal, aspek kelembagaan juga memperlihatkan betapa kuatnya ketergantungan daerah terhadap pusat. Dalam kerangka negara kesatuan, pemerintah pusat memiliki kewenangan pembinaan dan pengawasan yang komprehensif terhadap daerah. Ketika suatu daerah tidak memenuhi standar pelayanan minimal, pusat dapat menurunkan berbagai bentuk intervensi, mulai dari supervisi, pendampingan, hingga evaluasi kinerja.
Dalam kondisi tertentu, pusat dapat mengambil alih sebagian urusan pelayanan dasar, terutama bila daerah dinilai gagal menyelenggarakan layanan secara memadai. Bila situasi pemerintahan mengalami kekosongan, konflik, atau tidak stabil, pusat dapat menunjuk penjabat kepala daerah untuk sementara menjalankan pemerintahan.
Praktik-praktik seperti ini menunjukkan bahwa meskipun desentralisasi telah berjalan selama lebih dari dua dekade, ketahanan daerah dalam menghadapi gangguan masih sangat ditentukan oleh stabilitas administratif dan fiskal pusat. Sebuah gangguan di pusat dapat merambat ke struktur pemerintahan daerah yang sangat luas, cepat dan dampaknya besar secara sosial, ekonomi dan politik.
Pelajaran dari Shutdown Amerika
Shutdown Amerika memberi pelajaran penting bagi Indonesia bahwa ketahanan negara tidak hanya ditentukan oleh kuatnya pemerintah pusat, tetapi juga oleh kapasitas daerah untuk menjaga keberlanjutan layanan publik secara mandiri. Amerika dapat bertahan dalam shutdown karena negara bagian memiliki fondasi fiskal dan kelembagaan yang kuat. Mereka tidak menunggu instruksi pusat untuk memastikan sekolah tetap buka atau rumah sakit berfungsi.
Indonesia tentu tidak sedang menuju federasi, dan tidak perlu meniru desain konstitusi negara lain. Namun pelajaran utamanya jelas: desentralisasi tidak cukup bila hanya berupa pendelegasian administratif. Otonomi daerah perlu diperkuat dengan memperluas sumber pendapatan asli daerah, memperbaiki kapasitas birokrasi lokal, serta memberi ruang bagi inovasi tata kelola yang lebih besar.
Upaya memperkuat kemandirian daerah bukan hanya soal distribusi kewenangan, tetapi tentang membangun ketahanan negara menghadapi situasi tak terduga—baik politik, fiskal, maupun bencana. Ketika pusat terguncang, daerah yang kuat dapat menjadi bantalan. Sebaliknya, ketika daerah sangat bergantung pada pusat, guncangan kecil pun dapat berdampak besar.
Shutdown Amerika adalah pengingat bahwa negara yang kuat bukan hanya yang memiliki pusat pemerintahan yang solid, tetapi yang daerah-daerahnya mampu berdiri tegak tanpa harus menunggu instruksi. Bagi Indonesia, membangun kemandirian fiskal dan kelembagaan daerah adalah investasi untuk masa depan—sebuah langkah penting dalam memperkuat ketahanan bangsa di tengah tantangan global yang semakin kompleks.
Tag: #shutdown #amerika #pelajaran #bagi #desentralisasi #indonesia