Ironi Perlindungan Hakim di Negeri Hukum, Teror Mengintai di Luar dan di Ruang Sidang
ilustrasi hakim(shutterstock)
07:02
11 November 2025

Ironi Perlindungan Hakim di Negeri Hukum, Teror Mengintai di Luar dan di Ruang Sidang

Jaminan keamanan dan kesejahteraan seharusnya menjadi tameng negara bagi para hakim saat menjalankan kekuasaan kehakiman.

Namun kenyataannya, ancaman fisik, teror, hingga intimidasi masih terus menghantui.

Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) Yasardin menyebut pengamanan bagi hakim masih jauh dari memadai, baik di kantor maupun ketika mereka kembali ke rumah masing-masing.

“Secara insidentil bisa minta pengamanan polisi, tetapi tidak bisa secara permanen,” kata Yasardin kepada Kompas.com, Senin (10/11/2025).

Pernyataan itu bukan tanpa dasar. Catatan IKAHI menunjukkan sejumlah kasus kekerasan terhadap hakim yang pernah terjadi, antara lain:

  • 21 September 2005 – Seorang hakim Pengadilan Agama Sidoarjo tewas setelah dibacakan putusan, ditusuk oleh salah satu pihak di ruang sidang.
  • 8 September 2017 – Majelis hakim di Pengadilan Agama Morotai diserang dan dikejar hingga ke ruang kerja.
  • 18 Juli 2019 – Dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat diserang pengacara dengan ikat pinggang saat pembacaan putusan.
  • 15 Juni 2021 – Hakim di Pengadilan Negeri Bajawa mendapat ancaman teror dari sekelompok masyarakat.
  • 19 Agustus 2021 – Terdakwa menyerang hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi saat membacakan putusan.
  • 6 Februari 2025 – Terjadi kegaduhan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
  • 6 Maret 2025 – Hakim Pengadilan Agama Batam diserang dengan senjata tajam oleh orang tak dikenal saat hendak berangkat ke kantor.
  • 4 November 2025 – Rumah hakim Pengadilan Negeri Medan terbakar, setelah sebelumnya menerima ancaman telepon dari nomor tidak dikenal.

Usulan perlindungan hakim

Beberapa langkah telah ditempuh untuk meningkatkan perlindungan hakim, termasuk pengusulan Undang-undang Contempt of Court dan pembangunan perumahan khusus hakim dengan sistem keamanan.

IKAHI juga mendorong adanya polisi khusus pengadilan (court marshal), tetapi hal ini masih harus diatur melalui undang-undang.

“PP IKAHI dan MA mengadvokasi bagi hakim yang mendapat ancaman, bekerja sama dengan instansi keamanan, serta memberikan bantuan moril dan materil,” ujar Yasardin.

Perlindungan masih kurang

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Albert Aries, menilai perlindungan aparatur peradilan, baik di dalam maupun di luar ruang sidang, masih belum memadai.

“Jangankan pengamanan di luar sidang, standar pengamanan di dalam persidangan saja belum memadai,” katanya.

Albert menyebut beberapa hakim pernah dilempar kursi atau dianiaya oknum advokat di ruang sidang, yang memperlihatkan kelemahan sistem perlindungan dari sisi regulasi maupun implementasi.

Saat ini, baru ada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 dan 6 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan & Keamanan di Lingkungan Pengadilan.

Namun, aturan ini terbatas karena pengamanan biasanya dilakukan swakarsa oleh satuan pengamanan pengadilan, sementara keterlibatan kepolisian atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersifat ad hoc.

Albert menekankan pentingnya perlindungan bagi hakim dan keluarga, misalnya menyediakan rumah susun atau apartemen khusus di wilayah rawan, lengkap dengan pengamanan ketat.

Tanpa perlindungan yang memadai, ancaman tidak hanya membahayakan keselamatan pribadi hakim, tetapi juga berpotensi mengganggu independensi dan integritas peradilan.

“Perlu ada political will untuk mengatur perlindungan fisik bagi hakim dan keluarganya, termasuk di daerah berisiko tinggi,” ujar Albert.

Tag:  #ironi #perlindungan #hakim #negeri #hukum #teror #mengintai #luar #ruang #sidang

KOMENTAR