Kepengurusan Partai Ummat Kubu Amien Rais “Digoyang” Kader Sendiri
Konferensi pers sejumlah pengurus Partai Ummat terkait gugatan terhadap pengesahan perubahan AD/ART dan kepengurusan baru partai di bawah kendali Amien Rais, Kamis (16/10/2025).(KOMPAS.com/Tria Sutrisna)
08:44
17 Oktober 2025

Kepengurusan Partai Ummat Kubu Amien Rais “Digoyang” Kader Sendiri

Kepengurusan baru Partai Ummat di bawah kendali Ketua Majelis Syuro Amien Rais kini tengah “digoyang” oleh kadernya sendiri.

Sejumlah pengurus wilayah dan kader senior partai resmi menggugat Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum tentang pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta kepengurusan baru Partai Ummat yang diajukan kubu Amien.

Gugatan itu telah terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan Nomor Perkara 231/G/2025/PTUN.JKT.

Para penggugat menilai perubahan AD/ART yang disahkan oleh Kementerian Hukum tersebut cacat hukum dan bertentangan dengan prinsip demokrasi partai.

“Kami menuntut pembatalan dan pencabutan SK Nomor M.HH-6.AH.11.03 Tahun 2025. Kami menilai bahwa pengesahan oleh Menkum telah melegitimasi serangkaian pelanggaran konstitusi partai dan rekayasa politik yang bertujuan menghilangkan hak-hak demokrasi anggota,” ujar perwakilan kader penggugat, Dwiyanto Purnomosidhi, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Dwiyanto menjelaskan, proses sidang gugatan terhadap SK pengesahan tersebut telah berlangsung sejak Juli 2025.

Hingga kini, perkara itu telah melewati 12 kali persidangan dan memasuki tahap pemeriksaan saksi dari pihak tergugat, yakni Kementerian Hukum.

“Kita sudah menjalani persidangan 12 kali sejak Juli dan ini masih terus bersidang, kini sudah masuk pemeriksaan saksi dari tergugat,” ungkap Dwiyanto.

Perubahan AD/ART

Dia menekankan, gugatan ini dilayangkan karena perubahan AD/ART yang dilakukan kubu Amien Rais tidak melalui mekanisme yang sah sebagaimana diatur dalam konstitusi partai.

“Bagaimanapun AD/ART partai politik, segala perubahannya harus sesuai dengan AD/ART itu sendiri. Jadi kalau ada perubahan AD/ART tidak sesuai dengan AD/ART, itu melanggar Undang-Undang Partai Politik,” tegasnya.

Persoalan di tubuh Partai Ummat makin pelik setelah muncul tudingan pemalsuan tanda tangan dalam dokumen rekomendasi Mahkamah Partai.

Anggota Mahkamah Partai Ummat dari pihak penggugat, Herman Kadir, mengungkapkan bahwa permohonan pengesahan AD/ART baru oleh kubu Amien dilakukan secara ilegal.

Sebab, Herman menduga kubu Amien memalsukan tanda tangannya di dalam dokumen rekomendasi Mahkamah Partai yang digunakan untuk mengajukan permohonan.

“Secara fakta hukum, fakta persidangan, seharusnya surat Menkumham itu batal. Karena sudah jelas dari keterangan saksi saya, bahwa dasar untuk mengesahkan itu ada rekomendasi Mahkamah Partai yang saya tidak tanda tangani. Tapi di situ nama saya dicantumkan,” ungkap Herman.

Herman menilai, pemalsuan tanda tangan itu bukan hanya pelanggaran etika, tetapi juga mengarah ke tindakan melawan hukum yang mencederai prinsip demokrasi internal partai.

“Secara hukum, SK pengesahan itu seharusnya batal demi hukum karena cacat prosedural,” kata Herman.

Kekuasaan mutlak ketua Majelis Syuro

Selain dugaan pemalsuan, para penggugat juga menyoroti isi AD/ART baru yang dianggap memberi kekuasaan mutlak kepada Ketua Majelis Syuro.

Perubahan konstitusi partai yang disahkan sepihak pada Desember 2024 itu, lanjut Herman, menghapus mekanisme musyawarah di semua tingkatan, mulai dari nasional, wilayah, hingga daerah.

“Ketua umum itu harus dipilih melalui musyawarah nasional. Mahkamah partai hanya mengesahkan. Di undang-undang (partai politik) jelas sekali diatur bahwa mahkamah partai itu mengadili sengketa internal partai. Jadi tidak boleh tiba-tiba ada pergantian tanpa melalui musyawarah,” kata Herman menegaskan.

Dia menambahkan, perubahan struktur partai yang dilakukan tanpa musyawarah nasional bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik dan menyalahi semangat demokrasi internal.

“Kalau sesuai undang-undang, hakim harus membatalkan keputusan itu. Apalagi saya sebagai anggota mahkamah partai tahu betul prosesnya,” jelas Herman.

Kisruh panjang Partai Ummat

Kisruh di internal Partai Ummat sejatinya telah berawal sejak 2024.

Kala itu, partai yang didirikan Amien Rais bersama sejumlah pihak penggugat ini berencana menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada Agustus 2024.

Namun, rencana itu terus ditunda oleh Majelis Syuro dengan berbagai alasan, mulai dari menunggu pelantikan Presiden Prabowo Subianto hingga menanti momentum Pilkada serentak 2024.

Situasi internal kian memanas ketika Majelis Syuro Partai Ummat secara tiba-tiba menggelar musyawarah di Jakarta pada Desember 2024 dan menetapkan perubahan AD/ART partai.

Perubahan itu, menurut para kader penggugat, menghapus mekanisme musyawarah nasional, wilayah, dan daerah, termasuk mekanisme pertanggungjawaban pengurus kepada anggota.

Dalam AD/ART baru tersebut, seluruh kewenangan partai dipusatkan di tangan Ketua Majelis Syuro tanpa perlu melalui forum musyawarah mufakat, termasuk penunjukan ketua umum partai.

“AD/ART baru ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik. Tidak ada Munas, tidak ada Rakernas. Semua kekuasaan mutlak ada pada Majelis Syuro,” ujar Herman dalam pernyataannya sebelumnya di Jakarta Selatan, 16 Juni 2025.

Sebelum menggugat ke PTUN, para pengurus daerah dan wilayah Partai Ummat sempat mengirimkan somasi kepada Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.

Dalam somasi tersebut, sejumlah kader penggugat meminta agar keputusan pengesahan AD/ART baru dibatalkan karena dinilai tidak sah.

Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, somasi tersebut tidak direspons sehingga para kader memutuskan membawa persoalan ini ke ranah hukum.

“Kami akan mengajukan perlawanan terhadap kesewenangan Majelis Syuro dan DPP ini,” ujar Herman.

Kini, para kader Partai Ummat yang menggugat berharap majelis hakim PTUN Jakarta dapat menegakkan keadilan dan membatalkan SK pengesahan yang mereka anggap cacat hukum.

Menurut Herman, keputusan pengesahan AD/ART baru yang diajukan kubu Amien Rais telah menyalahi mekanisme hukum dan mengecilkan demokrasi di tubuh Partai Ummat.

“Secara logika hukum, keputusan pengesahan AD/ART baru itu harus dibatalkan. Karena bukan hanya cacat prosedural, tapi juga bertentangan dengan semangat demokrasi partai,” ujar dia.

Tag:  #kepengurusan #partai #ummat #kubu #amien #rais #digoyang #kader #sendiri

KOMENTAR