



Pemohon Uji Formil UU TNI Ditekan: Kantor Ibu Didatangi, Alamat Rumah Dicari Babinsa
Pemohon uji formil Undang-Undang TNI dengan nomor perkara 56/PUU-XXIII/2025, Fawwaz Farhan Farabi, menyebutkan dirinya mendapat beragam tekanan setelah mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Tekanan pertama yang dirasakan ketika dia mengadakan konsolidasi nasional di kampus Universitas Indonesia (UI) pada pertengahan April 2025 yang didatangi oleh Komandan Distrik Militer (Dandim) 0508/Depok, Kolonel Infanteri Imam Widhiarto.
"Tekanan jelas kami rasakan, mungkin terutama kalau dari saya sama rekan, pas lagi mengadakan konsolidasi nasional, pas itu datang kemudian TNI ikut diskusi bareng, kan ramai itu di berita," ucap Fawwaz saat ditemui usai sidang uji formal UU TNI di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UI ini juga menyebutkan, seorang wakil dekan Fakultas Hukum UI mengontak dan meminta nomor para pemohon yang melakukan uji materi.
"Terus dari saya pribadi, kebetulan kantor ibu saya didatangi, ditanyain alamat rumah dari Babinsa yang mencari alamat rumah," kata Fawwaz.
Selain itu, Fawwaz juga mendapat tekanan dari media sosial yang menyebut tuduhan antek asing dan terlalu idealis.
Namun, tekanan-tekanan yang dialami tidak membuat para pemohon gentar dan tetap melanjutkan gugatan mereka ke MK.
"Kita tahu sih ketika mengambil langkah ini ada risiko yang dihadapi, apakah mengganggu? Sedikit banyaknya mungkin ada rasa tidak aman, kenapa-napa segala hal. Tapi hadapi aja," ucap dia.
Tekanan ini juga disinggung dalam sidang uji formal oleh ahli pemohon, Bivitri Susanti.
Dia mengatakan, tekanan tersebut datang sebagai bentuk ciri pelemahan demokrasi.
"Mulai dari adanya tekanan pada adik-adik kita mahasiswa yang menjadi pemohon, sampai dengan mengatai Ornop (Organisasi Non-Pemerintah) sebagai antek asing," kata Bivitri.
Sebagai informasi, uji formal UU TNI yang digelar di MK ini menyinggung proses pembentukan beleid yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuannya.
Para pemohon pada pokoknya mempersoalkan pelanggaran sejumlah asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3).
Asas dimaksud di antaranya adalah asas kejelasan tujuan; asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan asas dapat dilaksanakan; asas kedayagunaan dan kehasilgunaan; asas kejelasan rumusan; serta asas keterbukaan.
Padahal, asas keterbukaan berdasarkan Penjelasan Pasal 5 huruf g UU P3 menegaskan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, bersifat transparan dan terbuka.
Sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Tag: #pemohon #formil #ditekan #kantor #didatangi #alamat #rumah #dicari #babinsa