



Belum Ada Tersangka Baru di Kasus Vonis Lepas CPO, Kejagung: Tidak Semudah Kata Orang
Kejaksaan Agung mengatakan, pengungkapan suap kasus korupsi penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak semudah yang orang katakan.
Sejauh ini, pihak pemberi suap dari korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Muhammad Syafei selaku Social Security Legal Wilmar Group.
“Kalau belum ada (tersangka baru), berarti kami belum mendapatkan kecukupan pihak lain. Karena, tidak semudah apa yang digambarkan orang di luar sana bahwa semua itu korporasi. Tidak semua dibuka terang benderang,” ujar Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Qohar mengatakan, penyidik masih mendalami kasus ini dan masih mencari barang bukti untuk membuktikan adanya tersangka lain yang menyuap para hakim.
"Berdasarkan alat bukti yang diperoleh oleh penyidik, sampai saat ini, penyuap dari Wilmar Group adalah Muhammad Syafei yang kebetulan jabatannya adalah legal. Pertanyaannya adalah apakah ada tersangka lain, itu yang saat ini sedang kami cari,” lanjut Qohar.
Berkas perkara Syafei dan sejumlah tersangka lainnya juga masih diproses oleh penyidik agar dapat segera dilimpahkan ke penuntut umum, sehingga, berkas perkara ini bisa segera disidangkan.
Sembari proses ini berjalan, penyidik masih terus mendalami ada tidaknya tersangka lain dalam kasus ini.
“Nanti silakan disaksikan di pengadilan, apa jawaban dia. Ketika nanti ada tersangka lain, pasti penyidik akan menetapkan sebagai tersangka,” kata Qohar lagi.
Diketahui, saat ini Kejagung tengah menyidik kasus dugaan korupsi dari pemberian vonis lepas kepada Wilmar Group dan sejumlah korporasi lainnya.
Saat ini, ada delapan orang yang menjadi tersangka.
Mereka adalah Social Security Legal Wilmar Group Muhammad Syafei.
Kemudian, Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel), Muhammad Arif Nuryanta; Panitera Muda Perdata Jakarta Utara, Wahyu Gunawan (WG); serta kuasa hukum korporasi, Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Lalu, tiga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ekspor CPO, yakni Djuyamto selaku ketua majelis serta Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom selaku anggota.
Kejaksaan menduga Muhammad Arif Nuryanta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat menerima suap Rp 60 miliar.
Sementara itu, tiga hakim, Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom, sebagai majelis hakim diduga menerima uang suap Rp 22,5 miliar.
Suap tersebut diberikan agar majelis hakim yang menangani kasus ekspor CPO divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Vonis lepas merupakan putusan hakim yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut tidak termasuk dalam kategori tindak pidana.
Tag: #belum #tersangka #baru #kasus #vonis #lepas #kejagung #tidak #semudah #kata #orang