



Ketua PBNU Gus Ulil Samakan Penolakan Tambang dengan Wahabisme: Aktivis Lingkungan Terlalu Ekstrem?
Pernyataan Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla, dalam dialognya dengan Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, pada program Rosi Kompas TV, mengundang sorotan tajam publik.
Pasalnya, Gus Ulil menyebut bahwa sikap sebagian pegiat lingkungan yang menolak total penambangan mirip dengan wahabisme. Apa sebenarnya yang dimaksud Gus Ulil, dan bagaimana makna istilah wahabisme dalam tradisi keilmuan Islam?
Isu ini mengemuka saat diskusi mengenai rencana tambang nikel di kawasan Raja Ampat. Iqbal Damanik dengan tegas mempertanyakan apakah ada konsesi tambang di Indonesia yang mampu mereklamasi atau mengembalikan ekosistem seperti semula.
"Tunjukkan satu saja wilayah pertambangan di Indonesia ini yang mampu mengembalikan ke ekosistem awalnya," tantang Iqbal seperti Suara.com kutip dari akun TikTok @rosi_kompastv, Minggu (15/6/2025).
Gus Ulil merespons dengan mempertanyakan mengapa harus sangat peduli pada pengembalian ekosistem awal. Ia lalu membuat analogi dengan perubahan lingkungan akibat pertumbuhan penduduk.
"Bukan begitu, ini saya ambil analogi lain. Saya waktu kecil di kampung saya, saya menikmati ekosistem yang baik. Pohon banyak, sawah banyak. Sekarang karena pertambahan penduduk, ekosistem itu hilang. Anak saya tidak lagi bisa menikmati itu," ucap dia.
Ketika Iqbal Damanik menekankan perbedaan dampak antara aktivitas manusia biasa dan alat berat, Gus Ulil kemudian menyebut sikap yang menuntut kemurnian ekologis seperti yang disuarakan Iqbal Damanik sebagai wahabisme.
Gus Ulil berkata, “Wahabisme itu artinya begini, orang wahabi itu begitu kepinginnya menjaga kemurnian teks, sehingga teks tidak boleh disentuh sama sekali. Harus puritan. Nah, saya mengatakan, teman-teman lingkungan ini terlalu ekstrem, seperti menolak sama sekali mining, karena industri ekstraksi selalu pada dirinya dangerous dan itu berbahaya.”
Apa Itu Wahabisme?
Wahabisme berasal dari gerakan yang dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab pada abad ke-18 di Najd, Arab Saudi. Menurut NU Online, wahabisme adalah paham keagamaan yang dikenal sangat ketat dalam menafsirkan ajaran Islam, dengan menekankan pemurnian ajaran dari hal-hal yang dianggap bid’ah, khurafat, atau syirik.
Gerakan ini bercorak tekstualis, anti-takhayul, dan menolak praktik keagamaan lokal yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip tauhid murni (NU Online, 2020).
Sementara itu, situs Muhammadiyah juga memaparkan bahwa wahabisme seringkali identik dengan upaya membersihkan Islam dari praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai Al-Qur’an dan Sunnah secara literal.
Muhammadiyah menilai bahwa gerakan ini punya sisi positif dalam mengajak umat kembali kepada inti ajaran Islam, tetapi juga punya sisi negatif ketika penerapannya menjadi kaku, tidak kontekstual, dan mengabaikan kearifan lokal (Suara Muhammadiyah, 2021).
Gus Ulil: Kritik pada Puritanisme Lingkungan?
Dalam perdebatan tersebut, Gus Ulil menekankan pentingnya menghitung maslahat (manfaat) dan mafsadat (kerusakan) dalam memanfaatkan sumber daya alam.
“Ini anugerah Allah. Pohon anugerah. Tambang anugerah. Mari kita lihat kalkulasi maslahat mafsadatnya,” ujarnya.
Menurutnya, penolakan total terhadap tambang sama artinya menutup peluang memanfaatkan karunia Tuhan. Sementara itu, Iqbal Damanik menegaskan bahwa sudah saatnya pemerintah beralih dari ketergantungan pada ekstraksi tambang karena daya dukung dan tampung lingkungan telah terlampaui.
Ia mengutip data Kementerian Kehutanan bahwa kuota deforestasi sudah lebih kecil dari lahan yang terdeforestasi. “Tidak semua hal harus kita ekstraksi. Ada juga anugerah di muka bumi ini yang menjadi nikmat dan harus kita wariskan kepada anak cucu kita,” ujarnya.
Dialog ini memperlihatkan betapa pentingnya menemukan titik temu antara kebutuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan demi generasi mendatang.
Tag: #ketua #pbnu #ulil #samakan #penolakan #tambang #dengan #wahabisme #aktivis #lingkungan #terlalu #ekstrem