Dari Kasus Judol-PDNS, Komdigi Akui Ada Kolusi dalam Praktik Fraud
Inspektur Jenderal Komdigi Arief Tri Hardiyanto(KOMPAS.COM/ KIKI SAFITRI)
17:18
5 Juni 2025

Dari Kasus Judol-PDNS, Komdigi Akui Ada Kolusi dalam Praktik Fraud

– Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengakui bahwa sejumlah kasus besar yang menimpa institusinya, mulai dari kasus perjudian online (judol) yang melibatkan pegawai hingga kebocoran Pusat Data Nasional Sementara (PDNS), mengindikasikan adanya praktik fraud (kecurangan) yang tidak bisa dilakukan sendirian.

Inspektur Jenderal Komdigi Arief Tri Hardiyanto menjelaskan, pihaknya sebenarnya telah membangun berbagai sistem pengawasan dan pengendalian internal untuk mencegah terjadinya fraud.

Namun, tindakan kolutif di dalam sistem masih menjadi tantangan besar.

“Kalau seseorang sudah committed fraud, baik itu dalam kasus judol maupun PDNS, maka besar kemungkinan ada kolusi,” kata Arief di Kementerian Komdigi, Kamis (5/6/2025).

“Artinya, kalau seseorang mau melakukan fraud, ya maka dia harus mencari teman. Makanya, ada kolusi, dan nggak mungkin dia sendiri,” tambahnya.

Menurutnya, kementerian telah membangun dan menyosialisasikan sistem pengendalian intern, pemetaan risiko, dan saluran whistleblowing kepada seluruh unit kerja.

“Dia (pelaku fraud) akan mencari sistem-sistem yang mungkin dalam pelaksanaannya masih lemah,” ujar Arief.

Selain itu, berbagai edukasi mengenai jenis-jenis korupsi dan dampaknya telah dilakukan untuk menurunkan niat individu melakukan fraud.

“Kita sudah diseminasikan. Kita melakukan edukasi supaya mereka paham apa itu korupsi, apa itu jenis korupsi, apa dampaknya, sehingga dengan paham itu akan mengurungkan niat seseorang untuk committed fraud, melakukan fraud,” jelasnya.

Namun demikian, ketika niat tetap ada meski edukasi sudah diberikan, pelaku biasanya mulai memanfaatkan celah dalam sistem, seperti dengan memanipulasi anggaran, melakukan markup harga, hingga bekerja sama dengan pihak lain dalam bentuk kolusi.

Ia menegaskan bahwa penindakan adalah langkah terakhir yang dilakukan setelah upaya edukasi dan penguatan tata kelola dilakukan.

Namun, penindakan pun kadang bergantung pada laporan masyarakat atau temuan aparat penegak hukum (APH).

“Nah, akhirnya, dia udah berniat, udah diedukasi, niatnya masih ada, dia jalankan, dia melabrak sistem, dia berkolusi, menabrak sistem, yaudah,” ungkapnya. “Yang terakhir, dia penindakan. Jadi upaya-upaya penindakan ini, itu upaya terakhir,” tegas dia.

Sebagai informasi, belasan karyawan Kementerian Komdigi membuat heboh usai kedapatan terlibat dalam kasus judol pada akhir tahun 2024.

Setelah pengusutan panjang, aparat penegak hukum menemukan puluhan ribu situs judol yang “diamankan” oleh oknum pegawai Kementerian Komdigi dari pemblokiran.

Tak hanya itu, kasus fraud juga menimpa kementerian Komdigi, di mana dua pejabat Kementerian Komdigi resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi Pusat Data Nasional Sementara (PDNS).

Dua dari lima tersangka merupakan eks pejabat Kementerian Komdigi.

Tag:  #dari #kasus #judol #pdns #komdigi #akui #kolusi #dalam #praktik #fraud

KOMENTAR