Polemik Jokowi Memihak dan Kampanye Dinilai Cara Menutupi Pelanggaran Etika dengan Kesalahan
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kanan) menjawab pertanyaan wartawan usai kegiatan serah terima alutsista pesawat dari Pemerintah untuk TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024). Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyerahkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebanyak lima unit pesawat C-130 J-30 Super Hercules dan delapan unit helikopter H225M untuk TNI AU
13:02
25 Januari 2024

Polemik Jokowi Memihak dan Kampanye Dinilai Cara Menutupi Pelanggaran Etika dengan Kesalahan

- Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebut kepala negara dan kepala pemerintahan boleh memihak dan berkampanye dianggap hanya alasan buat menutupi deretan pelanggaran etika politik dia lakukan sebelumnya.

"Jadi soal pernyataan presiden yang mengatakan bahwa presiden boleh ikut berkampanye, boleh memihak, dan sejenisnya, meskipun tidak memakai fasilitas negara, adalah kelanjutan dari pelanggaran-pelanggaran etika sebelumnya," kata pengamat politik Jannus TH Siahaan, saat dihubungi pada Rabu (24/1/2024).

Menurut pengamatan Jannus, Jokowi memang mengabaikan sejumlah prinsip etika politik, terutama terkait dengan keputusannya membiarkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi salah satu peserta kontestasi Pilpres 2024.

Jannus mengatakan, keputusan Jokowi dengan membiarkan dan bahkan mendukung Gibran menjadi salah satu peserta Pilpres 2024 sebenarnya adalah pelanggaran etika politik paling besar yang dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Presiden.

"Karena membuka jalan bagi lahirnya dinasti politik baru di negeri ini yang didukung langsung tanpa tedeng aling-aling oleh jejaring kekuasaan yang sedang berkuasa," ucap Jannus.

Setelah keputusan mendukung Gibran menjadi salah satu peserta Pilpres 2024, kata Jannus, maka sejumlah sikap dan pernyataan politik dari Jokowi merupakan bagian dari pembelaan atas pelanggaran etika pertama dan terbesar itu.

"Semacam membela sebuah kesalahan dengan kesalahan-kesalahan baru. Hal tersebut sudah bisa diprediksi sebelumnya, karena untuk menutupi dan membela sebuah kesalahan tidak mungkin dengan kebenaran, sudah pasti dengan kesalahan-kesalahan baru," ujar Jannus.


Jannus menyampaikan, yang menjadi titik persoalan pernyataan terbaru Jokowi adalah terdapat fasilitas negara yang tidak bisa dilepaskan dari seorang presiden yang sedang menjabat, dalam kondisi apapun, termasuk dalam kondisi kampanye mendukung salah satu kandidat.

Menurut Jannus, fasilitas itu boleh tetap melekat saat kepada presiden selama yang berkontestasi tersebut adalah presiden itu sendiri atau dengan kata lain menjadi seorang petahana (incumbent).

"Misalnya saat Pilpres 2019, di mana Jokowi sedang mempertahankan kekuasaannya secara legal konstitusional untuk periode kedua," kata Jannus.

Sedangkan pada saat ini, kata Jannus, situasi yang dihadapi berbeda yakni ketika Gibran maju sebagai cawapres, sedangkan Jokowi yang juga ayahnya masih berkuasa.

Alhasil, muncul kekhawatiran yang disuarakan dari berbagai kalangan tentang potensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan atau pengerahan alat negara buat memenangkan kubu tertentu dalam kontestasi Pilpres 2024.

"Tapi saat ini kondisinya berbeda. Jokowi tidak sedang berkontestasi, hanya anaknya. Artinya, situasinya sangat berbeda," ucap Jannus.

Sebelummnya diberitakan, Presiden Jokowi menyampaikan seorang presiden boleh berkampanye dalam Pemilu.

"Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja," ujar Jokowi saat memberikan keterangan pers di Terminal Selatan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/1/2024).

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh. Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. (Jadi) boleh (presiden kampanye)," katanya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas menjelaskan bahwa presiden dan menteri merupakan pejabat publik sekaligus pejabat politik.

Oleh karena itu, Jokowi berpandangan bahwa presiden dan menteri boleh berpolitik.

"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," ujarnya.

Saat ditanya lebih lanjut soal bagaimana memastikan agar presiden tidak terlibat dalam konflik kepentingan ketika berkampanye dalam pemilu, Jokowi menegaskan, sebaiknya tidak menggunakan fasilitas negara.

Sementara itu, saat ditanya apakah dirinya memihak atau tidak dalam pemilu kali ini, Jokowi justru kembali bertanya kepada wartawan.

"Itu yang mau saya tanya, memihak enggak?" katanya.

Tag:  #polemik #jokowi #memihak #kampanye #dinilai #cara #menutupi #pelanggaran #etika #dengan #kesalahan

KOMENTAR