



Proyek Percontohan UNEP Dukung Masyarakat Rentan dalam Memerangi Kebakaran Hutan
Menyadari situasi tersebut, ia yang tengah berpatroli bersama rekan-rekannya segera menginstruksikan salah satu rekannya untuk melaporkan kejadian tersebut ke markas mereka di Desa Teluk Meranti, Provinsi Riau, yang berjarak tujuh kilometer dari lokasi. Sementara itu, Marlizar tetap berada di tempat kejadian guna berupaya mengatasi kebakaran secara mandiri.
Rekan Marlizar yang lainnya turut memberikan bantuan dengan mengambil unit selang yang dikenal sebagai Robin. Marlizar sendiri merupakan seorang pria berusia 42 tahun. Dirinya berupaya memadamkan api dengan menggunakan ranting pohon sambil melaporkan kejadian tersebut kepada badan penanggulangan bencana.
Berkat pengalaman yang dimilikinya, ia memiliki pemahaman yang baik mengenai cara melindungi diri dari paparan asap. Ia berkata, "Satu-satunya yang ada di pikiran saya adalah apa yang bisa saya lakukan untuk menghentikan penyebaran api."
Meskipun Marlizar telah berupaya untuk menghentikan penyebaran api, sayangnya dalam kurun waktu satu jam, api telah menghanguskan lima hektar lahan. Lebih dari dua jam setelah Robin (unit selang) tiba dengan cara dibawa dengan speed boat dan kemudian dipikul oleh beberapa petugas pemadam kebakaran, api di lahan gambut tersebut semakin meluas.
Pada saat itu, di Teluk Meranti sedang berlangsung kompetisi pembacaan ayat suci Al-Qur'an. Namun, akibat kejadian ini, kompetisi tersebut terpaksa ditunda. Selain itu, sekolah, bandara, dan berbagai kantor pemerintahan juga harus ditutup selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Penutupan ini disebabkan oleh kepulan asap tebal yang memenuhi udara akibat kebakaran di lahan gambut di wilayah tersebut.
Sebagai informasi, kebakaran hutan yang melanda Indonesia pada tahun 2019 mengakibatkan sekitar 3,1 juta hektare lahan terbakar. Luas area yang terdampak ini bahkan melampaui wilayah Belgia dan menyebabkan kabut asap menyebar ke enam negara tetangga. Selain itu, kebakaran tersebut melepaskan hampir 604 juta ton karbon dioksida (CO2) ke atmosfer serta mengakibatkan sekitar 900.000 orang melaporkan gangguan pernapasan.
Menurut Bank Dunia, kebakaran ini juga mengakibatkan kerugian sebesar US$5,2 miliar di Indonesia, menambah kerugian sebesar US$16 miliar akibat kebakaran besar yang terjadi pada tahun 2015. Lebih lanjut, UNEP memperkirakan bahwa kebakaran hutan global akan meningkat sebesar 14 persen pada tahun 2030, yang dipicu oleh kombinasi perubahan iklim dan perubahan penggunaan lahan.
Namun sejak tahun 2021, proyek percontohan pengelolaan kebakaran terpadu yang dipimpin oleh UNEP dan didanai oleh USAID telah berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan terhadap kebakaran di tiga distrik yang paling rawan kebakaran di Indonesia.
Proyek ini mengadopsi pendekatan "berbasis klaster" dalam pengelolaan lahan yang sebelumnya diterapkan di Afrika Selatan, yang menggabungkan pengetahuan brigade pemadam kebakaran masyarakat, seperti yang dimiliki oleh Marlizar, serta keterlibatan lembaga pemerintah dan sumber daya dari beberapa perusahaan swasta terbesar di Indonesia.
Dengan tujuan untuk memperkuat koordinasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta dalam pengelolaan lahan, proyek ini dapat menjadi referensi bagi negara-negara yang menghadapi ancaman kebakaran di seluruh dunia.
“Kebakaran hutan menimbulkan kerugian kemanusiaan, lingkungan, dan ekonomi yang sangat besar, terutama jika terjadi di lahan gambut yang kaya akan karbon, sehingga semua pihak berkepentingan untuk mencegah terjadinya kebakaran,” ujar Johan Kief, petugas program UNEP.
“Indonesia telah menetapkan tujuan yang ambisius untuk menghentikan deforestasi dan mengurangi emisi karbon - mengurangi risiko kebakaran adalah komponen kunci untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkapnya lebih lanjut.
Setelah UNEP mulai membentuk klaster pencegahan kebakaran pada tahun 2021, tidak ada titik api yang terdeteksi pada musim kemarau tahun 2022 di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, yang merupakan kabupaten percontohan pertama.
Di Kabupaten Pelalawan, Riau, tempat Teluk Meranti berada, jumlah titik api yang dilaporkan turun dari 139 titik api pada tahun 2021 menjadi 88 titik api pada tahun 2022. Sementara itu, di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yang menjadi daerah percontohan ketiga, jumlah kebakaran yang tercatat menurun dari 345 menjadi 109.
Berdasarkan hasil yang diperoleh di tiga kabupaten percontohan awal, proyek ini kemudian diperluas ke enam kabupaten prioritas lainnya, dengan tujuan untuk mengimplementasikan pendekatan ini secara menyeluruh di tingkat nasional.
"Efektivitas pendekatan kolaboratif dalam pencegahan kebakaran telah terbukti melalui klaster-klaster ini. Berbagi pengalaman dari ketiga kabupaten ini tidak hanya di Indonesia, tetapi juga ke negara-negara kaya gambut dan rawan kebakaran lainnya di Amerika Latin dan Afrika Selatan, merupakan kontribusi Indonesia kepada dunia," ujar Bambang Suryaputra, Kepala Pusat Pengendalian Operasi di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Indonesia memiliki area tutupan hutan terbesar di dunia, menduduki peringkat ketiga setelah Brasil dan Republik Demokratik Kongo. Meskipun demikian, seperti halnya wilayah lainnya, kepulauan ini yang pada tahun 1900 masih memiliki 84 persen hutan, kini mengalami perubahan signifikan.
Jalan yang menghubungkan ibu kota Provinsi Riau, Pekanbaru, dengan Kabupaten Pelalawan, yang menjadi model UNEP, sekarang dipenuhi oleh industri dan sektor pertanian yang turut berkontribusi dalam penyusutan luas hutan. Seiring berjalannya waktu, suara alami hutan digantikan oleh perkebunan kelapa sawit yang luas, tanaman akasia coklat yang tinggi, serta kebun karet dengan pola putih yang mencolok.
Setidaknya ada 14 perusahaan memiliki konsesi di Kabupaten Palalawan. Salah satu yang terbesar adalah produsen kertas dan bubur kertas APRIL, dengan sekitar 150.000 hektar lahan akasia.
Wakil Kepala Tanggap Darurat dan Kebakaran APRIL, Yuneldi, mengatakan bahwa sebagian besar kebakaran di Palalawan terjadi di lahan masyarakat dan bukan di lahan perusahaan, namun ketika kebakaran terjadi di luar lahan perusahaan, APRIL telah mengirimkan sumber daya, peralatan, dan personilnya untuk membantu polisi dan militer dalam memadamkan api.
Dilengkapi dengan pencitraan satelit dan teknologi pelacakan cuaca secara langsung, sumber daya di pusat kebakaran APRIL sangat jauh berbeda dengan sumber daya yang dimiliki oleh para petugas pemadam kebakaran masyarakat seperti Marlizar dan timnya, yang mengukur tingkat kekeringan lahan gambut yang mereka patroli hanya dengan menggunakan jari-jari mereka.
Perbedaan sumber daya inilah yang dirancang oleh pendekatan klaster UNEP untuk mengatasinya, dengan mengembangkan strategi terpadu untuk menghadapi tantangan yang berdampak pada semua orang.
Yuneldi selaku perwakilan dari APRIL mengatakan, "Pendekatan klaster menciptakan efisiensi yang jauh lebih besar karena kami dapat berbagi teknologi dan strategi, sehingga dapat meminimalisasi penggunaan sumber daya, namun memaksimalkan hasil kerja."
Ibu Ernawati, seorang mantan relawan pemadam kebakaran yang kini memimpin kelompok tani setempat, menjelaskan bahwa upaya peningkatan kesadaran berbasis masyarakat telah memberikan dampak positif di Teluk Meranti.
Para petani kini memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai risiko pembakaran lahan gambut kering. Sementara itu, papan-papan peringatan baru juga telah dipasang untuk mengingatkan nelayan dan pemburu burung agar tidak membuang puntung rokok atau menyalakan api untuk keperluan memasak.
Namun, kolaborasi yang terkoordinasi dengan sektor swasta tetap perlu dilakukan untuk memastikan bahwa petani kecil dapat menjalankan pertanian tanpa pembakaran.
"Karena bagi mereka, sumber daya yang dimiliki tidak cukup dan cara termurah adalah dengan membakar," jelas Ernawati saat memaparkan alasan petani kecil yang masih melakukan pembakaran lahan.
Artikel ini merupakan hasil kerja sama United Nations Indonesia dengan Tribunnews. Untuk informasi lengkap, kunjungi laman resmi UN Indonesia.
Tag: #proyek #percontohan #unep #dukung #masyarakat #rentan #dalam #memerangi #kebakaran #hutan