Saat Cak Imin dan Mahfud Kritik Pemerintah Jokowi, Seakan Mainkan Peran Oposisi...
- Debat keempat pemilu presiden (pilpres) yang digelar Minggu (21/1/2024) mempertemukan tiga calon wakil presiden (cawapres), yakni, cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar, cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka, dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.
Debat mengangkat tema pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, serta masyarakat adat dan desa.
Tak hanya adu gagasan, visi, misi, dan program, debat juga menjadi ajang cawapres melempar kritik ke pemerintah. Kritik banyak dilontarkan oleh Muhaimin dan Mahfud.
Kritik Muhaimin
Muhaimin misalnya, sejak awal menyampaikan gagasan, langsung mengkritik program food estate atau lumbung pangan yang dikerjakan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia mengaku prihatin lantaran food estate justru menimbulkan konflik agraria, bahkan merusak lingkungan.
Oleh karenanya, jika memenangkan Pilpres 2024, Muhaimin dan calon presiden (capres) pasangannya, Anies Baswedan, berjanji untuk menghentikan program yang ditangani oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subainto ittu.
“Food estate terbukti mengabaikan petani kita, meninggalkan masyarakat adat kita, menghasilkan konflik agraria, dan bahkan merusak lingkungan kita. Ini harus dihentikan,” kata Cak Imin, demikian sapaan akrab Muhaimin, di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
Mengutip salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Kiai Haji Hasyim Asy’ari, Imin menyebut bahwa petani adalah penolong negeri. Akan tetapi, saat ini, negara dan pemerintah abai terhadap nasib petani dan nelayan.
Ia menyebut bahwa dalam 10 tahun terakhir, ada sekitar 16 juta petani gurem atau petani yang lahannya kurang dari 0,5 hektare. Sementara, ada seseorang yang memiliki tanah seluas 500.000 hektare.
Imin memang tak menyebut sosok yang dimaksud. Namun, beberapa waktu lalu, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto sempat mengungkap bahwa dirinya memiliki lahan yang luasnya mencapai 500.000 hektare.
Muhaimin juga menyinggung soal krisis iklim dan bencana ekologi. Menurutnya, persoalan ini tak bisa selesai hanya dengan mengandalkan proyek tanggul laut atau giant sea wall yang direncanakan oleh pemerintah.
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyatakan, penanganan krisis iklim harus dimulai dengan etika. Namun, hal ini belum tampak dari pemerintahan Jokowi.
“Kita menyaksikan bahwa kita tidak seimbang di dalam melaksanakan pembangunan kita. Kita melihat ada yang namanya krisis iklim tidak diatasi dengan serius, bahkan kita ditunjukkan anggaran mengatasi krisis iklim jauh di bawah anggaran sektor-sektor lainnya,” ujar Muhaimin.
Imin menyebut, kebijakan pembangunan nasional mestinya berpijak pada keadilan, baik keadilan iklim, keadilan ekologi, keadilan antargenerasi, keadilan agraria, maupun keadilan sosial.
Dia bilang, rakyat wajib dilibatkan dalam pembuatan kebijakan dan desa harus menjadi titik tumpu pembangunan. Petani, nelayan, peternak, masyarakat adat, mesti menjadi bagian utama dari program pengadaan pangan nasional.
“Reforma agraria harus menjadi kepastian distribusi lahan bagi para petani kita, energi baru dan terbarukan harus digenjot, bukan malah dikurangi targetnya, diturunkan targetnya. Karena itu kita harus lakukan perubahan, kita tidak boleh diam,” tutur Imin.
Kritik Muhaimin lainnya, misalnya, soal penundaan implementasi pajak karbon, pemasukan dari nikel yang menurutnya sangat kecil, hingga hilirisasi di sektor tambang yang ia sebut dilakukan pemerintah secara ugal-ugalan. Imin pun mengajak semua pihak untuk “taubat ekologis”.
“Pembangunan berkelanjutan jangan diabaikan, malah ngurusi kekuasaan yang berkelanjutan," kata Imin.
"Taubat itu dimulai dari etika, sekali lagi etika, etika lingkungan dan etika pembangunan, jangan ugalan-ugalan, jangan ngangkangi aturan, jangan sembrono, ojo sekarep-nya dewe," tutur Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu.
Sentilan Mahfud
Mahfud MD juga berulang kali melempar kritik ke pemerintah. Saat awal menyampaikan gagasan, Mahfud langsung mengkritik subsidi pupuk yang terus naik di tengah jumlah petani dan lahan pertanian yang semakin sedikit.
“Petani makin sedikit, lahan pertanian makin sedikit, tapi subsidi pupuk makin besar, pasti ada yang salah. Petaninya sedikit, lahannya sedikit, kok subsidinya setiap tahun naik, pasti ada yang salah,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, Indonesia sebenarnya merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam (SDA). Namun, dengan berilmpahnya SDA, sampai saat ini RI belum berdaulat dalam bidang pangan.
Seiring dengan masifnya industrialisasi yang didorong oleh masuknya investor, lingkungan justru menjadi rusak. Akibatnya, rakyat menderita.
Padahal, sebagaimana bunyi Undang-undang Dasar 1945, sumber daya alam mestinya dimanfaatkan sebesar-besarnya buat rakyat.
“Konstitusi kita juga menyatakan bahwa sumber daya alam itu harus dikelola dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujar Mahfud.
Mahfud lantas menyebut bahwa pada 16 Juni 2011, ketika menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), ia pernah memutus perkara yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Katanya, ada empat tolok ukur mengenai SDA yang memihak kepada rakyat. Keempatnya, yakni, pemanfaatan, pemerataan, partisipasi masyarakat, dan penghormatan terhadap hak-hak yang diwariskan oleh leluhur.
“Saya tidak melihat pemerintah melakukan langkah-langkah apa sih yang diperlukan Ini untuk menjaga kelestarian lingkungan alam kita,” kata dia.
Sebagai solusi, Mahfud dan Ganjar Pranowo, capres pasangannya, menawarkan program “petani bangga bertani” dan “di laut jaya nelayan sejahtera”.
“Jangan misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan yang benar aja, rugi dong kita,” tutur Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) itu.
Tak hanya itu, Mahfud juga menyebut bahwa pemerintah saat ini banyak mengimpor beragam komoditas pangan, mulai dari kedelai, susu, gula hingga beras. Padahal, kata Mahfud MD, pada debat Pilpres 2019, Jokowi sempat menjanjikan tidak akan impor pangan jika dirinya menjadi Presiden RI.
"Faktanya ini catatannya impor kedelai saja direncanakan akan masuk sebanyak 2 juta ton, susu sebanyak 280 juta ton, gula pasir 4 juta ton, beras 2,8 juta ton, dan daging sapi,” ujarnya.
Peran oposisi
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai bahwa Muhaimin dan Mahfud kompak menyerang Gibran pada debat keempat pilpres. Seolah berperan sebagai oposisi, serangan itu banyak menyinggung Jokowi, yang tak lain adalah ayah dari Gibran.
“Strategi itu kembali dilakukan kubu 1 dan kubu 3 bersama-sama untuk mendegradasi basis elektoral kubu 2,” kata Umam kepada Kompas.com, Senin (22/1/2024).
Meski masih menjabat sebagai Menko Polhukam, Mahfud secara vulgar menyerang pemerintah Jokowi dengan menyebut petani tidak berdaulat, subsidi pupuk meningkat di tengah berkurangnya angka petani dan jumlah lahan, hingga food estate yang gagal.
Lagi-lagi, Mahfud tampil dengan bekal pengalaman riil. Mantan Ketua MK itu dinilai enggan terjebak dengan jawaban-jawaban prosedural-normatif, khususnya terkait isu penegakan hukum dan aturan.
“Sikap kritis Mahfud ini tampaknya menjadi cermin dari kian mengerasnya sikap politik PDI Perjuangan kepada pemerintahan Jokowi saat ini,” ujar Umam.
Muhaimin pun demikian. Meski PKB merupakan partai koalisi pemerintah, Imin tampil berani dan agresif melancarkan serangan terbuka ke Gibran dengan menyinggung keputusan pemerintah menunda pajak karbon, hilirisasi ugal-ugalan, hingga devisa nikel yang sangat kecil.
Cak Imin itu juga beberapa kali berusaha memprovokasi dan memantik emosi lawan dengan menyentil kepemilikan lahan 500.000 hektare oleh Prabowo. Bahkan, Muhaimin sempat mencoba memprovokasi Gibran dengan menyampaikan istilah “catatan Mahkamah Konstitusi”.
“Muhaimin juga terkesan langsung menyerang pribadi Jokowi, ayahanda Gibran, dengan menyinggung tentang isu ijazah palsu hingga sentilan tentang penghormatan pada masyarakat adat bukan sesederhana memakai baju adat saat peringatan 17 Agustus setiap tahunnya,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.
Tag: #saat #imin #mahfud #kritik #pemerintah #jokowi #seakan #mainkan #peran #oposisi