9 Perilaku Pria yang Tidak Pernah Diapresiasi oleh Ayah Mereka Saat Tumbuh Dewasa Menurut Psikologi, Apa Saja?
- Rasa bangga dari orang tua, terutama ayah, adalah elemen penting yang dapat mempengaruhi perkembangan emosional seorang pria.
Ketika seorang anak laki-laki tidak pernah mendengar kata-kata seperti “Aku bangga padamu” dari ayahnya, pengalaman ini bisa memengaruhi bagaimana mereka mengekspresikan emosi, berinteraksi dengan orang lain, dan bahkan mempersepsikan diri sendiri di masa dewasa.
Menurut psikologi, kurangnya afirmasi positif ini bisa memunculkan pola perilaku tertentu.
Dilansir dari Geediting pada Selasa (12/11), terdapat 9 perilaku pria yang tumbuh tanpa dukungan emosional dan rasa bangga dari ayahnya.
1. Memiliki Kebutuhan Mendalam untuk Mencari Pengakuan
Pria yang tidak pernah mendengar ayah mereka berkata “Aku bangga padamu” cenderung memiliki kebutuhan mendalam untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain.
Mereka mungkin mencari validasi dari atasan, pasangan, teman, atau bahkan orang asing.
Hal ini bisa menyebabkan mereka terus berusaha mencapai prestasi tinggi atau menunjukkan kelebihan dalam segala aspek untuk mencari pengakuan yang dulu tidak mereka dapatkan dari ayahnya.
2. Sulit Menerima Pujian
Walaupun memiliki keinginan kuat untuk diakui, pria ini seringkali merasa canggung atau tidak nyaman saat menerima pujian.
Mereka mungkin meragukan ketulusan orang yang memuji atau bahkan merasa bahwa pujian tersebut tidak sesuai dengan apa yang mereka rasakan.
Hal ini disebabkan oleh perasaan tidak layak atau kurangnya pengalaman menerima pujian dengan tulus saat mereka tumbuh dewasa.
3. Mengalami Kesulitan dalam Mengungkapkan Emosi
Ayah yang tidak pernah mengekspresikan rasa bangganya cenderung juga kurang mengajarkan anak mereka cara mengekspresikan perasaan secara sehat.
Sebagai akibatnya, banyak pria ini tumbuh dengan kesulitan mengungkapkan emosi, terutama emosi-emosi yang dianggap "lemah" seperti kesedihan atau kerentanan.
Mereka mungkin merasa bahwa menunjukkan emosi adalah tanda kelemahan atau ketidakmampuan, yang bisa berujung pada penekanan perasaan dan stres yang terpendam.
4. Cenderung Perfeksionis
Pria yang tidak pernah mendapatkan afirmasi dari ayahnya sering kali mengembangkan perilaku perfeksionis.
Perfeksionisme ini bisa menjadi upaya untuk memenuhi standar yang tak terucap yang mereka anggap ada, atau sebagai cara untuk membuktikan bahwa mereka "cukup baik."
Namun, perfeksionisme ini sering kali menjadi bumerang karena membuat mereka merasa tidak pernah mencapai cukup, bahkan jika sudah mencapai hal-hal besar.
5. Cenderung Bersikap Kompetitif secara Berlebihan
Karena dorongan untuk selalu diakui, pria ini sering kali merasa perlu bersaing, bahkan dalam situasi yang tidak seharusnya kompetitif.
Sikap kompetitif ini bisa menjadi cara untuk membuktikan diri atau untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungan mereka.
Sayangnya, dorongan ini dapat menyebabkan mereka sulit menikmati aktivitas tanpa perlu merasa menjadi yang terbaik atau diakui.
6. Mengalami Ketakutan Besar Akan Kegagalan
Tanpa dukungan emosional dari ayah, banyak pria tumbuh dengan rasa takut yang mendalam terhadap kegagalan.
Mereka mungkin merasa bahwa setiap kegagalan adalah cerminan dari diri mereka yang "tidak cukup baik."
Ketakutan ini bisa menghambat mereka dalam mengambil risiko yang sebenarnya berpotensi positif, seperti mencoba hal baru atau mengambil langkah maju dalam karier.
7. Sulit Menjalin Hubungan Emosional yang Dekat
Kurangnya ekspresi bangga dari seorang ayah dapat membuat pria sulit memahami atau mengungkapkan cinta dan rasa bangga kepada orang lain.
Dalam hubungan romantis atau pertemanan, pria ini mungkin merasa canggung untuk menunjukkan perhatian atau menjadi terbuka secara emosional.
Hal ini bisa menyebabkan jarak emosional dalam hubungan mereka, yang pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas hubungan.
8. Cenderung Menghindari Konflik atau Justru Mudah Marah
Tanpa bimbingan ayah dalam mengelola emosi, pria ini bisa menjadi individu yang menghindari konflik atau justru mudah tersulut emosinya dalam situasi yang penuh tekanan.
Menghindari konflik adalah bentuk pelarian untuk menghindari perasaan tidak nyaman, sementara kemarahan adalah cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau rasa frustrasi yang telah lama dipendam.
9. Kurang Percaya Diri dalam Keputusan yang Mereka Ambil
Seorang anak yang tidak pernah mendengar ayahnya berkata “Aku bangga padamu” bisa tumbuh menjadi pria yang meragukan keputusan-keputusan yang mereka buat.
Karena tidak mendapatkan validasi dari figur otoritas saat tumbuh dewasa, mereka cenderung selalu mempertanyakan keputusan mereka sendiri.
Mereka merasa tidak yakin apakah keputusan yang mereka ambil cukup baik, atau mereka bahkan takut gagal sehingga membuat keputusan kecil sekalipun terasa membingungkan.
Mengatasi Pengaruh Negatif Ini
Menangani dampak psikologis dari kurangnya apresiasi di masa kecil membutuhkan kesadaran diri yang besar dan dukungan yang memadai.
Terapi atau konseling bisa menjadi langkah penting untuk memahami dan mengatasi masalah ini.
Seiring waktu, pria yang memiliki pengalaman ini dapat belajar untuk memberikan penghargaan pada diri sendiri dan memvalidasi pencapaian mereka tanpa bergantung pada orang lain.
Membina hubungan yang sehat dan membangun harga diri adalah langkah yang penting untuk mengubah pola-pola negatif yang mungkin terbentuk sejak kecil.
Sebagai kesimpulan, kurangnya apresiasi dari seorang ayah bukanlah sesuatu yang mudah dihadapi, namun bukan berarti tidak bisa diperbaiki.
Melalui proses refleksi diri, terapi, dan dukungan dari lingkungan, pria ini bisa belajar mengembangkan hubungan yang lebih sehat, merasa bangga pada diri sendiri, dan menjadi figur yang penuh cinta serta apresiasi, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Tag: #perilaku #pria #yang #tidak #pernah #diapresiasi #oleh #ayah #mereka #saat #tumbuh #dewasa #menurut #psikologi #saja