8 Perilaku Ini Biasanya Muncul pada Orang yang Mudah Terhasut Berita Palsu, Menurut Psikologi
Ilustrasi seorang perempuan melihat berita di media sosial. (Pexels)
23:14
11 November 2024

8 Perilaku Ini Biasanya Muncul pada Orang yang Mudah Terhasut Berita Palsu, Menurut Psikologi

– Di zaman yang semakin serba digital ini, media sosial telah menjadi platform yang mudah untuk siapa pun mendapatkan berita dengan cepat. Namun, sayangnya, tidak semua berita yang disebarkan tersebut merupakan kebenaran.

Maraknya berita palsu atau hoax, semakin banyak pula masyarakat yang terhasut dalam mempercayai berita palsu secara mentah-mentah tanpa mau melakukan pengecekan fakta.

Di sisi lain, psikologi mengungkapkan bahwa terdapat beberapa perilaku tertentu yang membuat orang lebih cenderung mempercayai informasi yang salah. Lalu, apa saja perilaku-perilaku tersebut?

Melansir dari laman Small Business Bonfire, Senin (11/11), berikut adalah daftarnya.

1. Ketergantungan pada media sosial untuk mendapatkan berita

Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi sumber berita utama bagi banyak orang, karena lebih mudah dan cepat. Namun, ini juga merupakan tempat berkembang biaknya misinformasi dan berita palsu.

Orang-orang yang sangat bergantung pada media sosial untuk mendapatkan berita cenderung lebih mudah tertipu oleh berita palsu.

Ini bukan tentang menjelek-jelekkan media sosial. Namun, mengenali keterbatasannya dan memastikan sumber berita Anda sangat penting untuk memisahkan yang baik dari yang buruk.

2. Abai melakukan pengecekan sumber berita

Mengabaikan sumber informasi atau tidak melakukan pengecekan fakta berita merupakan perilaku umum yang sering dilakukan orang-orang yang mempercayai berita palsu.

Selalu periksa kredibilitas sumber berita atau melakukan cross-check sebelum menerima berita tersebut sebagai kebenaran.

Tidak semua situs atau akun media sosial memiliki integritas jurnalistik atau proses pengecekan fakta yang ketat. Hanya karena suatu cerita dibagikan oleh seorang teman, atau berasal dari suatu akun yang mempunyai ribuan pengikut, tidak serta merta menjadikannya benar.

3. Kurangnya berpikir kritis

Berpikir kritis adalah keterampilan menganalisis informasi secara objektif dan membentuk penilaian yang beralasan, yang melibatkan evaluasi data, fakta, dan penelitian yang cermat.

Sebuah penelitian pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa siswa dengan keterampilan berpikir kritis yang kuat cenderung tidak mudah tertipu oleh berita palsu. Kemampuan untuk mempertanyakan, menganalisis, dan menilai kredibilitas berita berfungsi sebagai pertahanan terhadap misinformasi.

4. Bias konfirmasi

Bias konfirmasi adalah fenomena psikologis di mana seseorang cenderung lebih menyukai informasi yang mengonfirmasi keyakinan atau nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya.

Mereka cenderung lebih percaya jika berita tersebut sejalan dengan pandangan dunia mereka, meskipun faktanya samar-samar atau menyatakan sebaliknya.

Bias ini membutakan mereka terhadap kemungkinan bahwa berita tersebut mungkin palsu. Karena itu, mengatasi bias konfirmasi tidaklah mudah, hal itu memerlukan kesadaran diri dan kemauan untuk menantang keyakinan sendiri.

5. Takut tertinggal atau FOMO

Rasa takut akan ketertinggalan, atau FOMO, dapat membuat seseorang bertindak gegabah. Karena ingin terus mengikuti perkembangan, terkadang kita berbagi cerita sebelum memeriksa kebenarannya.

Pada akhirnya, tanpa sengaja yang disebarkan adalah berita palsu, karena keinginan untuk menjadi yang pertama menyebarkan berita mengalahkan pentingnya memverifikasi fakta.

6. Mudah terbawa emosi

Berita yang menyentuh hati terkadang sulit diabaikan. Berita tersebut menggugah sesuatu dalam diri kita, memicu empati, kemarahan, atau kegembiraan. Namun terkadang, emosi kita dapat mengaburkan penilaian kita.

Orang yang sangat terikat secara emosional dengan berita lebih rentan terhadap berita palsu. Daya tarik emosional itu dapat mengaburkan batas antara kenyataan dan rekayasa.

Berempati adalah hal yang wajar, tetapi jangan sampai emosi mengalahkan rasionalitas. Justru pada saat-saat emosi yang memuncak inilah perlu waspada dalam memverifikasi berita yang dikonsumsi dan bagikan.

7. Mudah tergoda dengan clickbait

Clickbait merupakan alat yang ampuh bagi pembuat berita palsu, yang dibuat untuk membangkitkan rasa ingin tahu dengan janji berupa berita skandal hingga kisah mengharukan. Namun, mengikuti tautan ini dapat menarik seseorang ke dalam jaringan informasi yang salah.

8. Keyakinan bahwa tidak akan terhasut oleh berita palsu

Banyak di antara manusia yang merasa yakin bahwa mereka kebal terhadap berita palsu, meyakini bahwa mereka cukup cerdik untuk membedakan fakta dari fiksi. Namun, keyakinan tersebut dapat membuat mereka lebih rentan.

Ketika kita berpikir kita tidak dapat dibodohi, kita berhenti bertanya, berhenti memverifikasi, dan mulai menerima berita utama apa adanya.

Mereka yang meyakini bahwa mereka kecil kemungkinannya untuk disesatkan adalah yang paling rentan, karena keyakinan mereka membuat mereka tidak melihat lebih dekat.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #perilaku #biasanya #muncul #pada #orang #yang #mudah #terhasut #berita #palsu #menurut #psikologi

KOMENTAR