Kenapa Ada Orang Makan Banyak tapi Tetap Langsing? Ini Kata Dokter Gizi
Pernah kah Anda merasa heran, melihat orang yang bisa menyantap nasi goreng lengkap dengan dessert, tetapi bentuk tubuhnya tetap ramping?
Sementara sebagian orang lain merasa makan sedikit saja sudah membuat jarum timbangan bergeser naik.
Hal ini kerap memunculkan anggapan bahwa ada orang yang "kebal gemuk".
Namun, benarkah demikian?
Menurut dokter gizi klinik, kondisi tersebut bukan mitos, melainkan bisa dijelaskan secara ilmiah.
Dr. dr. Fiastuti Witjaksono, MSc, MS, Sp.GK, Subsp.K.M dari RS Cipto Mangunkusumo menjelaskan bahwa perbedaan berat badan antarindividu dipengaruhi oleh kombinasi faktor genetik, metabolisme, dan gaya hidup.
Faktor genetik berperan, tapi bukan penentu tunggal
Dr. Fiastuti menjelaskan, meski secara umum gen manusia hampir 99,9 persen sama, terdapat perbedaan kecil yang disebut polimorfisme gen.
Perbedaan inilah yang membuat respons tubuh setiap orang terhadap makanan dan aktivitas fisik menjadi tidak sama.
“Ada orang dengan usia, pola makan, dan aktivitas fisik yang mirip, tetapi berat badannya berbeda. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan gen yang memengaruhi kecepatan metabolisme,” ujar dr. Fiastuti, dikutip dari siaran langsung bersama Kemenkes, Sabtu (20/12/2025).
Gen tertentu dapat memengaruhi resting metabolic rate, yakni kebutuhan energi dasar tubuh saat istirahat.
Orang dengan metabolisme lebih cepat cenderung membakar kalori lebih efisien, sehingga berat badannya relatif stabil meski asupan makan cukup banyak.
Sebaliknya, orang dengan metabolisme lebih lambat lebih mudah mengalami kelebihan energi yang akhirnya disimpan sebagai lemak.
Gen tidak bisa diubah, gaya hidup bisa disesuaikan
Meski gen bersifat bawaan sejak lahir dan tidak dapat diubah, dr. Fiastuti menekankan bahwa kondisi ini bukan berarti seseorang “pasrah” pada nasib berat badannya.
"Kalau seseorang tahu metabolisme dasarnya lebih lambat, maka asupan makan perlu diatur atau aktivitas fisik ditingkatkan agar tidak terjadi kelebihan kalori," jelasnya.
Ia menambahkan, kelebihan kalori tidak langsung membuat seseorang gemuk dalam semalam.
Prosesnya terjadi perlahan dan sering kali tidak disadari. Dalam jangka panjang, kelebihan energi harian akan menumpuk dan memicu kenaikan berat badan.
Kurus belum tentu sehat, gemuk belum tentu tidak sehat
Hal penting lain yang sering luput dari perhatian adalah anggapan bahwa kurus selalu identik dengan sehat.
Menurut dr. Fiastuti, kondisi kesehatan tidak bisa dinilai hanya dari angka timbangan.
"Kita perlu melihat komposisi tubuh, yaitu berapa persen lemak dan berapa persen massa otot," ujarnya.
Seseorang bisa saja terlihat kurus, tetapi memiliki massa otot yang rendah dan persentase lemak yang tinggi.
Kondisi ini dikenal sebagai sarkopenia, yang dapat berdampak pada daya tahan tubuh, mudah lelah, hingga risiko jatuh di usia lanjut.
Sebaliknya, ada pula orang dengan tubuh besar, tetapi massa ototnya tinggi, seperti atlet atau binaragawan yang justru memiliki kondisi fisik lebih bugar.
Kenapa ada orang yang makan banyak tapi tetap langsing? Dokter gizi menjelaskan peran gen, metabolisme, dan gaya hidup di balik perbedaan berat badan.
Perbedaan metabolisme bisa signifikan
Dr. Fiastuti menyebutkan, perbedaan kecepatan metabolisme antarindividu bisa mencapai sekitar 150 kalori per hari. Angka ini tampak kecil, tetapi jika terjadi terus-menerus, dampaknya cukup besar.
"Kalau kelebihan 150 kalori per hari, dalam seminggu sudah sekitar 1.000 kalori. Dalam beberapa bulan, berat badan bisa naik tanpa disadari," kata dia.
Inilah yang membuat sebagian orang merasa "minum air putih saja berat badan naik", sementara yang lain tampak lebih mudah menjaga berat badan.
Mengenal nutrigenomik, pendekatan personal dalam gizi
Untuk memahami perbedaan ini lebih dalam, dr. Fiastuti memperkenalkan konsep nutrigenomik, yakni pemeriksaan gen yang berkaitan dengan nutrisi, metabolisme, dan respons tubuh terhadap gaya hidup.
Melalui pemeriksaan gen, biasanya lewat sampel darah atau air liur, seseorang bisa mengetahui bagaimana tubuhnya merespons kafein, lemak, karbohidrat, hingga jenis olahraga yang paling efektif.
"Nutrigenomik ini sifatnya preventif. Lebih baik tahu sejak sehat, supaya bisa mencegah obesitas atau penyakit metabolik di kemudian hari," ujarnya.
Kesimpulannya, tak ada satu pola yang cocok untuk semua
Fenomena orang yang makan banyak tetapi tetap langsing tidak bisa disederhanakan sebagai soal “beruntung” atau “tidak menjaga diri”.
Ada faktor genetik yang memengaruhi metabolisme, tetapi gaya hidup tetap memegang peran besar.
Karena itu, dr. Fiastuti mengingatkan agar masyarakat tidak membandingkan diri secara berlebihan dengan orang lain. Setiap tubuh memiliki kebutuhan dan respons yang berbeda.
Menurutnya, yang terpenting adalah menyesuaikan pola makan dan aktivitas fisik dengan kondisi tubuh masing-masing.
Tag: #kenapa #orang #makan #banyak #tapi #tetap #langsing #kata #dokter #gizi