Mengangkat Martabat Guru PAUD: Penjaga Masa Emas yang Masih Terlupakan
Ilustrasi guru dan siswa PAUD.(Dok. Tanoto Foundation)
13:45
15 November 2025

Mengangkat Martabat Guru PAUD: Penjaga Masa Emas yang Masih Terlupakan

– Di sebuah ruang mungil di pinggir desa, sebelum matahari naik sempurna, sekelompok anak kecil duduk melingkar. Tawa mereka pecah ketika guru yang mereka panggil “Bu Guru” mengeluarkan boneka tangan yang ia buat dari kaus kaki bekas.

Di ruangan inilah, huruf pertama, angka pertama, dan rasa percaya diri pertama pelan-pelan tumbuh.

Pemandangan seperti itu terjadi setiap hari di lebih dari 100.000 lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal di seluruh Indonesia.

Namun di balik keceriaan kelas, ada realitas lain yang jarang disorot. Para pendidik PAUD nonformal adalah aktor penting yang membangun fondasi bangsa, tetapi belum mendapatkan pengakuan profesi yang setara dengan peran mereka.

“Mereka mengabdi dengan sepenuh hati, tetapi belum semua mendapat perlindungan dan penghargaan sebagaimana guru di jalur formal,” kata anggota ECED Council Indonesia sekaligus Ketua Umum Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) Betti Nuraini dalam keterangan resminya, Jumat (14/11/2025).

Masa emas yang menentukan segalanya

PAUD sering dipandang sebagai pra-sekolah, tahap sebelum pendidikan sungguhan dimulai. Literatur perkembangan anak sejak lama menunjukkan asumsi ini keliru.

Tiga tahun pertama kehidupan adalah periode pertumbuhan paling cepat dalam sejarah hidup seorang manusia. Pada periode ini, koneksi saraf terbentuk jutaan per detik, karakter moral mulai tertanam, dan rasa aman dibangun.

Di sinilah pendidik PAUD memainkan peran yang bahkan tidak dimiliki oleh guru jenjang lain. Mereka bukan sekadar mengajar, tetapi membentuk fondasi yang menentukan kualitas pembelajaran di masa depan.

Guru PAUD hadir di masa paling kritis perkembangan anak, usia emas ketika fondasi kemampuan dasar sedang dibentuk,” ujar Betti.

Indonesia sendiri memiliki tiga jalur PAUD, yakni formal (TK/RA), nonformal (KB/TPA/SPS), dan informal (keluarga).

Ketiganya berbeda struktur, tetapi tujuannya satu, membentuk fondasi kuat bagi seluruh anak Indonesia.

Namun, yang sering terlewat adalah satu fakta sederhana bahwa anak usia dini tidak membedakan jalur pendidikannya. Mereka hanya mengetahui ada sosok dewasa yang hadir setiap hari dan menjadi “pemandu dunia” pertama mereka.

Dedikasi tanpa dukungan yang memadai

Data dari Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) 2025 menunjukkan skala besar kontribusi jalur nonformal:

  • 101.837 lembaga PAUD nonformal
  • 3.083.271 anak dilayani
  • 329.593 pendidik dan tenaga kependidikan

Di balik angka itu, terdapat ironi bahwa pendapatan rata-rata pendidik PAUD nonformal hanya sekitar Rp 250.000 per bulan tanpa perlindungan sosial.

Padahal, beban kerja mereka sangat besar—rata-rata sembilan anak per pendidik, sering kali di ruang seadanya, dengan alat peraga yang mereka buat sendiri.

“Kreativitas guru PAUD luar biasa. Tapi, semangat saja tidak cukup. Mereka perlu perlindungan, penghargaan, dan kesejahteraan yang layak agar dapat bekerja dengan tenang,” kata Betti.

Tak sedikit guru PAUD nonformal yang berjalan jauh setiap pagi, mengajar di lantai rumah warga, atau menggunakan halaman belakang sebagai ruang kelas. Ketika ditanya mengapa tetap bertahan, jawabannya selalu bernada serupa, “Kalau bukan saya, siapa lagi?”.

Di banyak negara, pendidikan anak usia dini menjadi sektor yang paling dilindungi. Standar kompetensinya jelas, pelatihan berkelanjutan tersedia, dan pendidiknya memperoleh jaminan profesi. Indonesia masih tertinggal di titik ini, sementara tuntutan kualitas terus meningkat.

Mengapa status profesi itu penting?

Sebagian masyarakat mungkin bertanya, apakah formal dan nonformal harus diperlakukan sama? Betti menjelaskan bahwa pengakuan profesi bukan soal label, melainkan soal ekosistem perlindungan dan akses yang menentukan mutu layanan PAUD.

Dengan pengakuan profesi yang setara, pendidik PAUD nonformal mendapat hak yang selama ini sulit dijangkau, seperti perlindungan hukum, standar keselamatan kerja, akses pelatihan, serta peluang peningkatan kompetensi.

Lebih penting lagi, kesetaraan profesi akan memberikan panggung kehormatan bagi mereka sekaligus menjadi simbol bahwa pekerjaan mereka diakui negara sebagai fondasi pembangunan bangsa.

“Pengakuan profesi adalah penghormatan terhadap martabat guru PAUD. Mereka harus merasa bangga, dihargai, dan diberi ruang untuk terus berkembang,” tegas Betti.

Jalan panjang yang membutuhkan kolaborasi

Langkah menuju perubahan tidak dapat digerakkan satu pihak saja. Pemerintah memegang peran penting dalam penguatan kebijakan dan penyediaan insentif.

Organisasi profesi seperti HIMPAUDI terus memperjuangkan masuknya pengakuan pendidik nonformal dalam revisi regulasi pendidikan nasional.

Sementara itu, masyarakat, terutama orangtua, memiliki kekuatan yang tidak kalah penting dengan memberikan pengakuan sehari-hari. Sikap menghargai kinerja pendidik anak-anak mereka adalah salah satu bentuk dukungan sosial yang dampaknya langsung terasa.

“Kita tidak bisa membiarkan guru PAUD nonformal berjalan sendiri. Dukungan sistemik dan apresiasi masyarakat adalah bahan bakar semangat mereka,” ungkap Betti.

Pada akhirnya, PAUD adalah investasi jangka panjang. Hasilnya tidak terlihat dalam hitungan bulan, tetapi puluhan tahun kemudian saat anak-anak tumbuh menjadi pemimpin, profesional, atau warga negara berkarakter kuat. Peran guru PAUD-lah yang sebenarnya membentuk mereka lebih dulu.

“Guru PAUD adalah akar peradaban. Menghargai mereka berarti memperkuat fondasi bangsa,” tutur Betti.

Tag:  #mengangkat #martabat #guru #paud #penjaga #masa #emas #yang #masih #terlupakan

KOMENTAR