Orang yang Terus-Menerus Mencatat dalam Rapat tapi Jarang Berbicara Biasanya Memiliki 6 Sifat Ini Menurut Psikologi
seseorang yang terus menerus mencatat dalam rapat. (Freepik/katemangostar)
10:18
25 Oktober 2025

Orang yang Terus-Menerus Mencatat dalam Rapat tapi Jarang Berbicara Biasanya Memiliki 6 Sifat Ini Menurut Psikologi

 


Dalam setiap rapat, selalu ada satu sosok yang tampak sibuk menulis.    Ia membuka buku catatan, mencatat setiap poin pembicaraan, tapi jarang sekali mengangkat tangan atau menyela.    Bukan karena tidak tahu atau tidak punya ide, melainkan karena ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebiasaan menulis.
Psikologi memandang bahwa perilaku semacam ini bukan tanda pasif atau tidak percaya diri semata, melainkan refleksi dari tipe kepribadian tertentu — mereka yang berpikir lebih banyak daripada berbicara, dan memproses informasi dengan cara berbeda.

Dilansir dari Geediting pada Jumat (24/10), terdapat enam sifat yang biasanya dimiliki oleh orang-orang yang selalu mencatat tapi jarang bicara dalam rapat.

1. Pemikir Mendalam (Deep Thinker)


Mereka yang sibuk mencatat cenderung memiliki pikiran yang berjalan lebih dalam dari percakapan di permukaan.    Saat orang lain sedang membahas sesuatu secara spontan, mereka sudah memikirkan implikasi, kemungkinan, dan dampaknya.
Catatan mereka bukan sekadar salinan dari apa yang diucapkan, tapi hasil penyaringan dari apa yang benar-benar penting.    Bagi mereka, menulis adalah cara menata arus pikiran yang deras — bukan karena tak mampu berbicara, tapi karena ingin memastikan apa yang diucapkan nanti benar-benar bermakna.

2. Pendengar Aktif yang Tajam


Banyak orang mengira diam berarti tidak berpartisipasi.    Padahal, dalam psikologi komunikasi, diam sering kali menunjukkan kemampuan mendengarkan tingkat tinggi.
Orang yang banyak mencatat biasanya memiliki kapasitas atensi yang kuat — mereka tidak hanya mendengar kata-kata, tapi juga menangkap nuansa, emosi, bahkan pola dalam pembicaraan.   Mereka mengamati siapa yang mendominasi, siapa yang diam, bagaimana arah pembicaraan berubah.    Semua itu dicatat dalam diam — dan sering kali mereka yang paling memahami inti rapat sesungguhnya.

3. Perfeksionis dalam Ekspresi


Mereka yang jarang bicara seringkali bukan karena tidak punya ide, tapi karena tidak ingin mengucapkan sesuatu yang belum matang.
Perfeksionisme kognitif ini membuat mereka lebih memilih menunggu waktu yang tepat, memastikan data akurat, dan merangkai kalimat yang presisi.    Dalam psikologi kepribadian, tipe ini sering disebut sebagai “high self-monitor” — mereka sangat sadar akan dampak kata-kata mereka terhadap orang lain.
Bagi mereka, setiap kata punya bobot, dan kesalahan bicara lebih buruk daripada diam.

4. Memiliki Orientasi Dokumentatif dan Analitis


Kebiasaan mencatat bukan hanya tentang menyimpan informasi, tapi juga tentang menciptakan jejak analisis.
Orang dengan sifat ini biasanya memiliki orientasi jangka panjang: mereka berpikir bahwa apa yang dibahas hari ini akan relevan untuk keputusan di masa depan.    Maka, catatan mereka sering rapi, sistematis, bahkan bisa menjadi referensi penting bagi tim setelah rapat selesai.
Mereka bukan pengumpul kata, melainkan pengarsip makna.

5. Introspektif dan Reflektif


Dalam dunia psikologi, sifat introspektif berarti seseorang cenderung mengarahkan perhatian ke dalam diri sendiri — memahami pikiran, emosi, dan motivasinya secara mendalam.   Mereka lebih nyaman berpikir daripada berbicara, lebih suka memahami sebelum merespons.    Kebiasaan mencatat menjadi bentuk refleksi diri: sambil menulis, mereka merenungkan, “Apa makna ini bagiku? Bagaimana ini relevan dengan pekerjaanku?”
Diam mereka bukan pasif; itu bentuk pemrosesan internal yang kaya.

6. Memiliki Kecerdasan Emosional Terselubung

Orang yang diam dalam rapat sering kali punya kemampuan membaca situasi emosional dengan sangat halus.    Mereka tahu kapan suasana tegang, siapa yang merasa tidak nyaman, dan kapan waktu terbaik untuk berbicara.
Catatan mereka kadang bukan hanya tentang isi diskusi, tapi juga tentang energi ruangan — hal yang tak tertulis tapi terasa.
Psikolog menyebut ini sebagai bentuk emotional attunement, kemampuan merasakan dinamika sosial tanpa perlu intervensi verbal.    Mereka mungkin jarang bicara, tapi kehadirannya tetap menenangkan.

Kesimpulan: Di Balik Diam, Ada Kedalaman


Mereka yang terus-menerus mencatat namun jarang bicara bukan berarti tidak punya suara — mereka hanya memilih untuk menyalurkan pikirannya lewat cara yang lebih tenang dan terstruktur.   Dunia kerja modern sering kali menghargai yang vokal, padahal ada kekuatan besar dalam keheningan yang penuh makna.

Dalam ruang rapat, orang yang diam tapi mencatat bisa jadi “otak tenang” di balik keputusan penting, pengingat saat semua lupa, dan saksi objektif dari apa yang pernah disepakati.
Jadi, jika kamu termasuk orang yang lebih suka mencatat daripada berbicara — jangan merasa kecil.    Diammu mungkin bukan kelemahan, melainkan cermin dari kedalaman berpikir yang tidak semua orang punya.   ***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #orang #yang #terus #menerus #mencatat #dalam #rapat #tapi #jarang #berbicara #biasanya #memiliki #sifat #menurut #psikologi

KOMENTAR