Mitos Atau Fakta? 8 Larangan di Bulan Suro yang Ini Wajib Dihindari agar Hidup Tidak Tertimpa Celaka
lustrasi larangan di bulan suro. (Freepik)
16:42
16 Juni 2025

Mitos Atau Fakta? 8 Larangan di Bulan Suro yang Ini Wajib Dihindari agar Hidup Tidak Tertimpa Celaka

 

JawaPos.Com - Di tengah hingar bingar peradaban modern dan arus logika yang semakin dominan, ternyata masih ada ruang untuk kepercayaan Jawa Kuno. 

Terlepas dari mitos atau fakta, hingga saat ini keyakinan masyarakat Indonesia, terutama Jawa, terhadap bulan Suro masih cukup mengakar di kehidupan modern. 

Ya, untuk menjaga warisan leluhur yang sarat makna dan nilai spiritual. Salah satu bulan yang hingga kini dianggap paling sakral dan penuh energi mistis adalah bulan Suro. 

Dalam tradisi Jawa, Suro bukan sekadar penanda waktu, melainkan momentum spiritual yang diyakini membuka gerbang antara dunia nyata dan alam gaib. 

Aura ketenangan, keheningan, bahkan kekhidmatan begitu terasa saat bulan ini tiba. 

Namun di balik ketenangan itu, tersembunyi berbagai pantangan yang sejak dulu diyakini sebagai penuntun agar manusia tidak sembarangan dalam bertindak. 

Delapan larangan ini dipercaya bukan hanya menjaga harmonisasi dengan alam, tetapi juga mencegah datangnya celaka, gangguan tak kasat mata, atau bahkan karma buruk. 

Dilansir dari kanal Youtube Ngaos Jawa, inilah delapan pantangan yang konon wajib dihindari selama bulan Suro demi keselamatan lahir dan batin.

1. Menikah di Bulan Suro Dianggap Menantang Nasib Buruk

Bagi sebagian besar masyarakat Jawa, menikah di bulan Suro dianggap membawa risiko besar terhadap keharmonisan rumah tangga. 

Hal ini bukan semata karena takhayul, tetapi berdasarkan filosofi yang dalam: bulan Suro adalah masa menyucikan diri, bukan merayakan kebahagiaan lahiriah.

Pernikahan adalah lambang sukacita, tawa, dan perayaan. Sementara Suro adalah waktu untuk tapa, menyepi, dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Energi dari kedua peristiwa ini dianggap saling bertentangan. 

Banyak yang percaya, jika tetap memaksakan menikah di bulan Suro, rumah tangga akan diwarnai oleh pertengkaran, rezeki yang seret, bahkan perceraian.

Sebagai bentuk kehati-hatian dan penghormatan terhadap leluhur, tak sedikit keluarga yang memilih menunda pernikahan hingga bulan berikutnya. 

Dalam pandangan spiritual Jawa, lebih baik bersabar demi keberkahan jangka panjang daripada tergesa dan mengundang kesialan.

2. Mengadakan Hajatan atau Pesta Bisa Mengusik Keseimbangan Gaib

Tidak hanya pernikahan, segala bentuk perayaan besar seperti hajatan, syukuran, atau pesta ulang tahun pun dianggap kurang pantas digelar di bulan ini. 

Masyarakat Jawa percaya bahwa selama bulan Suro, banyak leluhur dan makhluk gaib yang kembali ‘turun’ ke bumi untuk berkelana atau melakukan penyelarasan energi.

Kemeriahan dan kebisingan dari pesta dianggap bisa mengganggu perjalanan batin dan spiritual para makhluk halus tersebut. 

Jika merasa terganggu atau tidak dihormati, bisa muncul reaksi yang tidak diinginkan seperti penyakit mendadak, kehilangan rezeki, atau kecelakaan aneh.

Karena itu, banyak orang memilih untuk mengganti acara syukuran dengan doa bersama atau selametan kecil yang lebih khidmat. 

Ini sejalan dengan nilai utama bulan Suro seperti diam, merenung, dan menghormati dunia yang tak kasat mata.

3. Pindah Rumah di Bulan Suro Dianggap Membuka Pintu Petaka

Pindah rumah atau tempat tinggal selama bulan Suro juga termasuk dalam daftar larangan yang sangat dihindari. 

Dalam tradisi Jawa, rumah bukan hanya bangunan fisik, tetapi juga ruang energi yang bisa dipengaruhi oleh waktu dan keadaan batin penghuninya.

Bulan Suro dipercaya membawa aura mistis dan berat. Memasuki rumah baru di waktu ini bisa menyebabkan energi negatif menetap sejak awal. 

Ada pula kepercayaan bahwa roh penasaran atau makhluk halus bisa ikut ‘numpang’ tinggal jika waktu pindahan tidak tepat.

Untuk itu, masyarakat biasanya memilih waktu-waktu yang dianggap bersih secara spiritual, seperti setelah bulan Maulid atau pada hari-hari baik berdasarkan perhitungan weton. 

Semua dilakukan untuk memastikan rumah baru menjadi tempat yang tenteram dan penuh berkah.

4. Bertengkar dan Mengeluarkan Sumpah Serapah Bisa Memicu Karma Buruk

Selama bulan Suro, setiap ucapan dan tindakan diyakini memiliki efek spiritual yang lebih besar dari biasanya. 

Emosi negatif seperti marah, dendam, atau mengutuk seseorang, dianggap sebagai tindakan yang bisa ‘membuka pintu’ bagi energi jahat masuk ke dalam hidup seseorang.

Leluhur Jawa percaya bahwa sumpah serapah atau makian selama bulan ini dapat kembali menghantam si pengucapnya, karena bulan Suro adalah waktu di mana karma bekerja lebih cepat. 

Pertengkaran dalam rumah tangga juga diyakini bisa menjadi awal dari keretakan jika terjadi di bulan ini.

Orang-orang tua selalu mengingatkan anak-anak mereka untuk menjaga lisan, menghindari konflik, dan memperbanyak maaf selama Suro. 

Semakin bersih pikiran dan hati, semakin kuat perlindungan spiritual yang menyertai.

5. Membunuh Hewan Sembarangan Bisa Mengundang Gangguan

Meski tampak sederhana, membunuh hewan tanpa sebab selama bulan Suro dipercaya sebagai tindakan yang sangat tidak bijak. 

Apalagi jika hewan tersebut memiliki makna spiritual, seperti ular (simbol penjaga tempat keramat), burung hantu (penyampai pesan alam), atau kucing hitam (pelindung gaib).

Dalam kepercayaan Jawa, setiap makhluk hidup memiliki posisi dan fungsinya sendiri dalam menjaga keseimbangan alam. 

Tindakan sembrono terhadap mereka bisa mengundang kemarahan makhluk gaib yang mengawasi harmoni tersebut. 

Ada cerita-cerita yang menyebutkan bahwa orang yang dengan sengaja membunuh hewan sakral di bulan Suro akan mengalami sakit aneh, kesialan beruntun, atau mimpi buruk terus-menerus.

Karena itu, bulan Suro menjadi momen untuk memperbanyak welas asih, bukan kekerasan. 

Manusia dihimbau untuk menjaga semua makhluk, sebagai bentuk penyelarasan diri dengan alam dan semesta.

6. Menantang Tempat Angker atau Sakral Bisa Membawa Balak

Bulan Suro adalah bulan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menghormati dimensi gaib, bukan untuk pamer keberanian dengan menantang tempat-tempat angker. 

Meskipun banyak orang tergoda untuk “menguji nyali” ke tempat mistis seperti gunung, goa, sendang, atau makam keramat, hal itu justru dianggap sangat berbahaya selama bulan ini.

Diyakini bahwa para penjaga gaib di tempat-tempat tersebut lebih peka dan aktif selama bulan Suro. 

Menantang mereka dengan niat buruk atau sikap tidak hormat bisa berujung pada kerasukan, gangguan gaib, bahkan penyakit aneh yang sulit disembuhkan secara medis.

Jika ingin berziarah atau tirakat, disarankan dilakukan dengan sikap penuh hormat dan niat suci, bukan sekadar uji nyali atau pembuktian ego.

7. Bertirakat Sendiri Dianggap Sangat Berisiko Secara Gaib

Bertirakat, semedi, atau meditasi menjadi bagian penting dari laku spiritual selama bulan Suro. 

Namun, melakukan tirakat sendirian tanpa perlindungan spiritual dianggap berisiko besar. 

Konon, saat seseorang membuka kesadaran spiritualnya terlalu lebar tanpa bimbingan, ia bisa disusupi energi asing yang jahat atau sesat.

Makhluk halus oportunis bisa berpura-pura menjadi penuntun spiritual dan menyesatkan batin sang pertirakat. 

Oleh karena itu, tirakat biasanya dilakukan dalam kelompok kecil, bersama sesepuh, atau di bawah bimbingan guru spiritual.

Leluhur selalu menekankan pentingnya eling dan waspada dalam perjalanan spiritual. 

Tirakat bukan hanya soal duduk diam, tapi juga menjaga kesadaran terhadap segala yang tak terlihat.

8. Menghina Tradisi Leluhur Bisa Mengundang Kutukan

Sikap meremehkan adat dan tradisi leluhur, terutama selama bulan Suro, dianggap sebagai tindakan yang sangat berbahaya secara spiritual. 

Bukan hanya dianggap tidak beretika, tapi juga membuka peluang datangnya kesialan yang tak kasat mata.

Ada banyak kisah rakyat yang menggambarkan bagaimana orang-orang yang menertawakan ritual, mengejek laku prihatin, atau menghina sesajen akhirnya mengalami gangguan gaib, kegagalan hidup, atau kesurupan yang tak masuk akal. Dalam ajaran Jawa, setiap adat memiliki ‘ruh’ atau energi yang harus dihormati.

Menghormati tradisi bukan berarti harus percaya buta. Tapi dengan menjaga sopan santun dan tidak menyepelekan apa yang diyakini oleh leluhur, seseorang diyakini akan lebih terlindungi secara batin dan spiritual.

 

***

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #mitos #atau #fakta #larangan #bulan #suro #yang #wajib #dihindari #agar #hidup #tidak #tertimpa #celaka

KOMENTAR