Penyebab Munculnya Baby Blues atau Trauma Pasca Melahirkan, Bisa Menyerang Ibu dan Ayah, Ini Cara Mengatasinya
Ilustrasi orang tua yang depresi pascamelahirkan./Freepik
06:38
28 September 2024

Penyebab Munculnya Baby Blues atau Trauma Pasca Melahirkan, Bisa Menyerang Ibu dan Ayah, Ini Cara Mengatasinya

Banyak orang tua yang merasakan kegembiraan saat membawa pulang bayi yang baru lahir dari rumah sakit.

Pakaian baru dan popok sudah dipersiapkan, kamar bayi telah didekorasi. Meskipun peran baru ini tentu saja melelahkan, banyak orang tua akan mensyukuri keberadaan bayi yang baru dilahirkan.

Seorang dokter kandungan di Atlantic Health System in New Jersey, Dr. Fatima Naqfi, mengatakan bahwa beberapa orang merasakan hari-hari setelah melahirkan tak hanya penuh akan kebahagiaan, tetapi juga kesedihan yang mendalam, kesepian, bahkan merasa depresi pascamelahirkan.

Depresi yang muncul pascamelahirkan biasa disebut dengan “baby blues”. Baby blues adalah seseorang dengan depresi pascapersalinan sering kali mulai merasakan perubahan suasana hati, kesedihan, dan kelelahan mendadak yang terjadi setelah persalinan bagi banyak ibu.

John Hopkins Medicine menjelaskan bahwa 85% ibu yang baru memiliki bayi, akan mengalami baby blues. Anda mungkin merasa bahagia di satu menit dan merasa kewalahan dan menangis di menit berikutnya.

Meskipun emosi seperti itu adalah hal yang umum, namun sering kali emosi tersebut tidak mereda setelah satu atau dua minggu pulang dari rumah sakit.

Emosi semacam itu juga dapat berubah menjadi perasaan murung, cemas, atau putus asa yang lebih dalam dan dapat bertahan lebih lama. Ketika emosi seperti itu bertahan lebih dari dua hingga tiga minggu setelah melahirkan, ibu mungkin mengalami depresi pascapersalinan.

Baby blues ternyata tak hanya bisa terjadi pada ibu saja, tetapi juga dapat memengaruhi orang tua yang tidak melahirkan.

Seorang dokter, ahli kesuburan, dan ahli endokrinologi reproduksi yang berbasis di Chicago, Dr. Asima Ahmad, mengatakan sebanyak satu dari 10 pria mengalaminya.

Melansir USA Today, gejala-gejala yang biasa dialami oleh para ibu yang mengalami baby blues adalah merasa marah atau murung, merasa sedih atau putus asa, merasa bersalah, malu, tidak berharga, makan lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya, tidur lebih banyak atau lebih sedikit dari biasanya, tangisan atau kesedihan yang tidak biasa, kehilangan minat, kegembiraan, atau kesenangan pada hal-hal yang biasanya mereka nikmati, menarik diri dari teman dan keluarga, serta mengalami pikiran untuk melukai bayi atau diri mereka sendiri.

Sedangkan pria yang mengalami depresi pascamelahirkan sering mengalami gejala yang berbeda, seperti kritik diri yang berlebihan, kegelisahan, lekas marah, dan agresif.

Seorang psikolog di Webster University, Jameca Woody Cooper, menjelaskan bahwa penyebab terjadinya baby blues belum diketahui secara pasti. Namun, kemungkinan ada beberapa faktor yang berperan.

Seperti misalnya dimulai dengan perubahan hormon yang terkait dengan kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama masa kehamilan.

Ketika tingkat ini turun kembali ke normal setelah melahirkan, kebanyakan wanita mengalami setidaknya beberapa kesedihan atau depresi. “Para ibu baru perlu menyadari potensi tantangan emosional dan fisik selama masa ini,” beber Jameca.

Kurangnya waktu tidur dan kelelahan saat merawat bayi, bertambahnya kebutuhan dan keuangan, ditambah hilangnya waktu untuk melakukan kegiatan sosial dan gaya hidup, juga dipercaya bisa memperburuk keadaan.

Gejala depresi pascapersalinan mungkin lebih mungkin terjadi lebih parah pada beberapa individu. Berikut beberapa faktornya.

Seseorang yang memiliki riwayat gangguan kecemasan seperti bipolar dan depresi, memiliki kemungkinan 30% hingga 35% lebih besar untuk mengalami depresi pascapersalinan. Demikian juga, ibu yang pernah mengalami gejala depresi setelah kehamilan sebelumnya cenderung mengalaminya lagi.

Mereka yang memiliki anggota keluarga yang menderita gangguan mood pascapersalinan lebih mungkin untuk mengalaminya juga.

Genetika juga memiliki peran. Para peneliti di Johns Hopkins Women's Mood Disorders Center mengidentifikasi biomarker epigenetik (perbedaan dalam aktivitas gen tertentu) yang dapat memprediksi siapa yang paling berisiko mengalami depresi pascapersalinan.

Bagaimana cara meredakan depresi pascapersalinan?

Tanpa pengobatan, gejala depresi pascamelahirkan dapat bertahan selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Dalam sebuah penelitian, 25% partisipan masih mengalami depresi tiga tahun setelah kelahiran bayi mereka. Itulah satu lagi alasan mengapa pemeriksaan dan penanganan yang cepat sangat dianjurkan.

Depresi pascapersalinan didiagnosis secara resmi oleh penyedia layanan kesehatan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan skrining spesifik dan mengevaluasi jawabannya.

Pertanyaan-pertanyaan ini juga membantu dokter menentukan tingkat keparahan dan apakah anak berisiko mengalami cedera atau apakah ibu mengalami keinginan untuk bunuh diri.

Perawatan medis biasanya mencakup intervensi farmasi seperti antidepresan oral atau suntik. “Terapi perilaku kognitif atau terapi penerimaan dan komitmen, juga terbukti efektif dalam mengatasi gejala depresi pascamelahirkan,” kata Jameca.

Di luar perawatan medis, perawatan diri sendiri juga penting. Meminta dukungan dari pasangan, keluarga, dan teman, istirahat yang cukup, meluangkan waktu untuk diri sendiri setiap hari, berolahraga secara teratur, dan memperhatikan asupan nutris.

Yang paling penting dan tidak boleh tertinggal, jangan lupa untuk jujur pada diri sendiri, pasangan, dan dokter jika Anda membutuhkan bantuan. Menjadi terbuka dan lebih mengenal diri sendiri akan sangat membantu meredakan baby blues.

“Semakin cepat depresi pascamelahirkan diidentifikasi dan diobati, semakin baik hasilnya,” kata Jameca.

Editor: Hanny Suwindari

Tag:  #penyebab #munculnya #baby #blues #atau #trauma #pasca #melahirkan #bisa #menyerang #ayah #cara #mengatasinya

KOMENTAR