Manuver Diplomatik Mark Zuckerberg: Upaya CEO Meta Memengaruhi Lingkaran Trump di Tengah Tekanan FTC
Di tengah meningkatnya tekanan regulasi dan ancaman pembongkaran struktur bisnis Meta Platforms, CEO Mark Zuckerberg dilaporkan melakukan langkah diplomasi yang tidak biasa.
Menurut buku terbaru karya jurnalis senior ABC News, Jonathan Karl, berjudul Retribution: Donald Trump and the Campaign That Changed America, Zuckerberg secara pribadi menemui mantan Jaksa Agung Florida, Pam Bondi, pada 12 Maret 2025 di Gedung Departemen Kehakiman Amerika Serikat untuk meminta nasihat tentang cara “berbicara secara efektif kepada Presiden Donald Trump” menjelang sidang antitrust yang menentukan masa depan perusahaannya.
Dilansir dari The Independent, Rabu (29/10/2025), Jonathan Karl menulis bahwa Zuckerberg meminta panduan langsung kepada Bondi mengenai pendekatan komunikasi yang tepat untuk menyampaikan kekhawatiran Meta kepada Trump.
Dalam buku tersebut disebutkan, Zuckerberg menekankan pentingnya memahami “cara berkomunikasi yang efektif” dengan presiden, mengingat konteks politik dan hukum yang tengah memanas.
Pada hari yang sama, Zuckerberg diketahui menghadiri pertemuan di Gedung Putih dengan Trump, hanya sebulan sebelum gugatan antitrust terhadap Meta oleh Federal Trade Commission (FTC) resmi disidangkan pada 14 April 2025.
Sidang tersebut menjadi titik krusial bagi Meta, karena jika kalah, perusahaan berpotensi dipaksa memisahkan dua aset pentingnya, Instagram dan WhatsApp. Hakim Distrik AS James Boasberg hingga kini belum mengeluarkan putusan akhir, meskipun persidangan telah berakhir pada Mei lalu. Sementara itu, tekanan politik terhadap Zuckerberg terus meningkat seiring dengan intensifnya pengawasan regulator terhadap dominasi pasar Meta.
Keterlibatan Pam Bondi, yang dikenal berpengalaman dalam dinamika politik Partai Republik, menunjukkan bahwa Zuckerberg berusaha membangun saluran komunikasi yang lebih diplomatis dengan pemerintahan Trump.
“Pertemuan itu menegaskan bagaimana Zuckerberg berupaya menjaga stabilitas perusahaannya melalui pendekatan politik yang hati-hati,” tulis Karl dalam bukunya.
Pertemuan ini juga menandai perubahan sikap Meta terhadap lingkaran kekuasaan Washington. Zuckerberg, yang sebelumnya sempat berjarak dengan pemerintahan Trump, kini terlihat lebih terbuka terhadap pendekatan strategis.
Dia bahkan dilaporkan menghadiri beberapa acara resmi, termasuk inaugurasi Trump di Capitol Hill, bersama tokoh teknologi lain seperti Jeff Bezos, Sundar Pichai, dan Elon Musk.
Langkah tersebut, menurut sejumlah pengamat, menunjukkan bahwa para pemimpin teknologi kini tidak lagi sekadar pelaku bisnis, melainkan juga aktor diplomasi industri global.
“Hubungan antara korporasi teknologi dan pemerintah menjadi semakin kompleks; mereka kini harus menguasai seni berkomunikasi politik selain inovasi,” kata analis kebijakan teknologi di Washington, David Green, dikutip dari Business Insider.
Zuckerberg sendiri berupaya menegaskan peran Meta dalam pembangunan ekonomi Amerika Serikat. Perusahaan berkomitmen menanamkan investasi hingga USD 600 miliar, atau sekitar Rp9.948 triliun (dengan kurs Rp16.580 per dolar AS), dalam tiga tahun ke depan untuk memperkuat infrastruktur pusat data dan kecerdasan buatan di AS—sektor yang oleh Trump disebut sebagai “industri masa depan yang harus dikuasai Amerika.”
Kasus ini menjadi cerminan nyata bagaimana hubungan antara kekuatan teknologi global dan politik nasional saling memengaruhi. Dalam era ketika keputusan bisnis besar dapat mengguncang geopolitik dan ekonomi dunia, langkah diplomasi Zuckerberg bukan sekadar strategi bertahan, tetapi juga refleksi atas perubahan lanskap kekuasaan di era digital. (*)
Tag: #manuver #diplomatik #mark #zuckerberg #upaya #meta #memengaruhi #lingkaran #trump #tengah #tekanan