



Situasi Gaza Usai Warga Pulang: Ada yang Jual Kopi, Buka Warung Kebab
- Warga Palestina di Jalur Gaza mulai kembali beraktivitas di tengah gencatan senjata yang berlangsung.
Meski lingkungan sekitar masih dipenuhi reruntuhan, mereka berusaha menjalankan kehidupan seperti biasa.
Di Kamp Pengungsi Jabalia, seorang anak laki-laki berkeliling menjajakan kopi panas sambil meneriakkan, "Kopi, kopi."
Sementara itu, di sudut lain, ada warga yang membuka usaha pangkas rambut meski tempatnya berada di bangunan yang telah hancur.
Bahkan, beberapa warga mendirikan warung kebab di antara puing-puing yang berserakan.
Meja-meja yang dipenuhi sayuran segar tampak mencolok di tengah kondisi Gaza utara yang masih berantakan. Pemandangan ini mencerminkan ketangguhan warga dalam menghadapi situasi sulit pascakonflik.
Berjuang di tengah keterbatasan
Di antara reruntuhan, Abu Samir mengenang rumahnya yang telah ia tinggali selama 50 tahun. "Saya punya banyak selimut di bawah puing-puing itu," katanya, menunjuk sisa-sisa bangunan yang kini hanya tinggal puing.
"Saya punya sofa, kasur terbaik, kasur tebal, tetapi saya tidak mandi selama 40 hari," ujarnya, dikutip dari Sky News pada Jumat (14/2/2025).
Dengan kondisi yang terbatas, warga Gaza harus bertahan dengan apa yang tersedia. Mereka membakar kayu di antara reruntuhan untuk memasak dan menghangatkan diri di tengah cuaca yang semakin dingin.
Sementara itu, alat berat dikerahkan untuk membersihkan jalanan yang kini berlumpur akibat hujan.
Seorang warga, Ola Nasser (57), berusaha membangun tempat berlindung di bawah bongkahan beton yang masih berdiri. Baginya, dinding beton lebih memberikan perlindungan dibandingkan terpal, terutama saat ia menyalakan api untuk menghangatkan diri.
"Kami tidak akan meninggalkan Gaza kecuali dalam keadaan di tandu atau sudah meninggal," tegas Ola.
"Israel bermimpi Gaza menjadi bagian darinya, tetapi saat kami tiada, anak-anak kami tidak akan melupakan tanah ini. Ini tanah kami, tanah leluhur kami, dan anak-anak kami akan tetap tinggal di sini, suka atau tidak," lanjutnya.
Bantuan mulai masuk, tetapi masih urang
Truk bermuatan bantuan kemanusiaan tiba di Jalur Gaza melalui penyeberangan Kerem Shalom pada Minggu (19/1/2025), setelah gencatan senjata Gaza antara Israel-Hamas dimulai.Di tengah upaya pemulihan, Israel mengizinkan sekitar 600 truk bantuan masuk setiap hari melalui perlintasan Rafah yang menghubungkan Gaza dan Mesir.
Ini memungkinkan persediaan makanan lebih mudah didapat. Namun, kebutuhan lain seperti tempat berlindung, bahan bakar, dan pasokan medis masih sangat mendesak.
"Sangat sedikit bantuan medis yang datang sejak gencatan senjata, dibandingkan dengan kebutuhan sektor kesehatan di Gaza," ujar dr Mustafa Hanna dari Rumah Sakit Al Shifa.
"Kami berbicara tentang jumlah bantuan yang sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan besar untuk merawat pasien dan korban luka di Jalur Gaza, terutama di wilayah utara," tambahnya.
Meskipun Rumah Sakit Al Shifa masih menerima pasien, fasilitas kesehatan lainnya, seperti Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, hingga kini belum bisa beroperasi.
Kondisi ini semakin memperburuk situasi bagi warga yang membutuhkan perawatan medis.
Dengan segala keterbatasan, warga Gaza terus berjuang untuk bertahan dan membangun kembali kehidupan mereka, meskipun di tengah puing-puing kehancuran.
Tag: #situasi #gaza #usai #warga #pulang #yang #jual #kopi #buka #warung #kebab