Qassam Menyala di Rafah: Buldoser Hangus-IDF Tewas, Pakar Militer: Israel Gagal Total Setahun Perang
Tangkapan layar yang menunjukkan seorang petempur Al Qassam, sayap militer Hamas, di Rafah, Jalur Gaza Selatan mengarahkan roket Yasin 105 di depan moncong tank Merkava Israel. 
21:10
16 September 2024

Qassam Menyala di Rafah: Buldoser Hangus-IDF Tewas, Pakar Militer: Israel Gagal Total Setahun Perang

Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam Hamas, pada Minggu (15/9/2024) mengaku bertanggung jawab atas operasi penyerangan kompleks di sebelah timur Rafah, yang mengakibatkan sejumlah tentara Israel (IDF) tewas atau terluka.

Batalyon milisi tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan militer, "Dalam operasi kompleks tersebut, mujahidin al-Qassam berhasil menargetkan buldoser militer (D9) dengan peluru Yassin 105."

"Begitu pasukan penyelamat (rescue) tiba, sebuah pengangkut pasukan menjadi sasaran di samping sejumlah tentara dengan peluru Yassin 105," tulis pernyataan Al Qassam dalam saluran medianya.

"Hal itu (kedatangan pasukan rescue), mengonfirmasi bahwa anggota pasukan Israel tersebut tewas dan terluka di dekat masjid Ebad al-Rahman di lingkungan Al-Geneina, sebelah timur Rafah," tambah pernyataan itu.

Batalyon Qassam dan faksi perlawanan Palestina telah menghadapi pasukan musuh Zionis selama lebih dari 11 bulan sejak dimulainya perang pemusnahan di Jalur Gaza.

Tentara Israel (IDF) di satuan Brigade Givati ​​berdiri di atas sebuah tank di Rafah timur di Jalur Gaza selatan, dalam gambar selebaran yang dirilis pada 10 Mei 2024. Tentara Israel (IDF) di satuan Brigade Givati ​​berdiri di atas sebuah tank di Rafah timur di Jalur Gaza selatan, dalam gambar selebaran yang dirilis pada 10 Mei 2024. (Kredit foto: Pasukan Pendudukan Israel)

Israel Gagal Total Meski Sudah Setahun Perang

Pakar militer dan ahli strategi asal Yordania, Nidal Abu Zaid, memberikan analisisnya terkait klaim Brigade Al Qassam yang terdokumentasi baik tersebut. 

Dia menyatakan, kalau sergapan Al Qassam menunjukkan kalau setelah 346 hari operasi militer di Gaza, tentara pendudukan Israel gagal mencapai tujuan apa pun yang ditetapkan.

Pada tataran perjuangan Hamas di bidang politik Internasional, Abu Zaid, memperkirakan kalau pemimpin biro politik Hamas, Yahya Al-Sinwar, secara tidak biasa kemungkinan akan merilis rekaman pernyataan untuk mengkonfirmasi kegagalan strategis Israel dalam Perang Gaza.

Dalam komentarnya tentang perkembangan peristiwa di Gaza, Abu Zaid mengatakan penyergapan kompleks yang terjadi di Rafah, khususnya di lingkungan Al-Geneina, oleh Al Qassam memiliki arti penting.

"Penting karena terjadi 3 hari setelah pengumuman menteri pertahanan Israel, Yoav Galant yang mengklaim sudah melenyapkan sepenuhnya Brigade Rafah," katanya.

Abu Zaid menambahkan, persenjataan yang digunakan Qassam, terutama rudal Al-Yassin 105, hal ini semakin memperkuat kalau simpul dan batalyon tempur Brigade Rafah Al Qassam masih memiliki kompetensi tempur yang memungkinkan mereka melanjutkan operasi militer.

Abu Zaid menambahkan, "Saya mengindikasikan beberapa hari yang lalu, sebagai jawaban atas pertanyaan tentang di mana perlawanan berada, bahwa perlawanan mengikuti metode “latensi taktis” yang menghabiskan tenaga pendudukan Israel dan menghabiskan kemampuan material dan moralnya, dan inilah yang sebenarnya terjadi dalam penyergapan kompleks di Rafah dan membuktikan kepalsuan narasi Israel,".

Tentara Israel (IDF) bergegas membawa rekan mereka yang terluka di pertempuran menuju helikopter evakuasi. Setelah sepuluh bulan menggempur Jalur Gaza, IDF belum mampu memberangus gerakan Hamas yang menjadi target dalam perang yang mereka lancarkan di wilayah kantong Palestina tersebut sejak 7 Oktober 2023. Tentara Israel (IDF) bergegas membawa rekan mereka yang terluka di pertempuran menuju helikopter evakuasi. Setelah sepuluh bulan menggempur Jalur Gaza, IDF belum mampu memberangus gerakan Hamas yang menjadi target dalam perang yang mereka lancarkan di wilayah kantong Palestina tersebut sejak 7 Oktober 2023. (khaberni)

Tentara IDF Alami Krisis Sampai Rekrut Pengungsi Afrika 

Mengenai laporan adanya perekrutan pencari suaka Afrika oleh tentara pendudukan Israel, Abu Zaid menunjukkan kalau hal ini memperkuat hipotesis tentang terbatasnya pilihan militer yang dimiliki tentara pendudukan Israel.

Hal ini juga menunjukkan besarnya krisis kerugian yang diderita dalam hal personel.

"Juga menunjukkan ketidakmampuan IDF untuk merekrut personel militer baru  yang dapat memberikan kompensasi atas kerugian yang dideritanya di Gaza," katanya.

Krisis personel ini, kata dia, mendorong tentara pendudukan Israel untuk 'menyerang' kelompok ultra-Ortodoks, yang mendapat pengecualian dari dinas militer.

"Setelah cara itu tak ampuh, mereka sekarang mulai merekrut pencari suaka dari Afrika," kata dia.

Kondisi ini, kata Abu Zaid berbeda dari situasi di pihak milisi perlawanan Palestina, di mana mereka mampu merehabilitasi kekuatan dengan merekrut kembali ratusan petempur baru di garis depan pertempuran.

"Hal ini diperkuat oleh salah satu klip video perlawanan, yang menunjukkan kalau para jenderal pendudukan Israel menjadi pihak yang paling sadar akan besarnya kerugian yang ditimbulkan, sehingga suara mereka digaungkan dengan menuntut perlunya menghentikan operasi di Gaza dan mengambil jalur diplomatik," kata Abu Zaid.

IDF Hadapi Dilema

Media Israel mengutip sumber keamanan Israel mengonfirmasi kalau "Hamas telah berhasil memulihkan kemampuannya di Jalur Gaza utara."

Laporan menunjukkan kalau ada sekitar 3.000 petempur baru Hamas dan "telah melanjutkan operasi di Jalur Gaza utara dan secara aktif bekerja untuk meningkatkan kemampuan operasional organisasi."

Perkiraan ini menunjukkan kalau hal tersebut menunjukkan perekrutan anggota baru Hamas dalam beberapa bulan terakhir, dan bukan perpindahan petempur dari bagian selatan ke bagian utara Jalur Gaza.

Atas hal tersebut, pejabat senior di lembaga keamanan dan militer Israel telah menyatakan kalau serangan skala besar ke Jalur Gaza utara menjadi hal yang tak terelakkan.

Pasukan Pendudukan Israel (IDF) mengevakuasi rekan mereka yang terluka. Pasukan Pendudukan Israel (IDF) mengevakuasi rekan mereka yang terluka. (khaberni)

Bukan Hamas yang Runtuh, Melainkan Israel

Dalam sebuah artikel berjudul "Bukan Hamas yang runtuh, melainkan Israel," yang diterbitkan di Haaretz, Brigadir Jenderal pensiunan tentara Israel (IDF) Yitzhak Brik memberikan penilaian kritis terhadap pertempuran yang sedang berlangsung di Jalur Gaza. Ia menggarisbawahi kerugian yang signifikan dan terus meningkat yang dihadapi Israel.

Hal itu dia nyatakan dengan menyebut kalau perang Gaza justru memberikan dampak yang jauh lebih besar pada Israel sendiri daripada pada Hamas.

Ia berpendapat kalau para prajurit IDF kelelahan dan kehilangan keterampilan mereka karena kurangnya pelatihan; terutama karena banyak yang meninggalkan kursus mereka sebelum menyelesaikannya.

"Beberapa pihak berpendapat bahwa menarik pasukan militer dari Gaza setelah menandatangani kesepakatan penyanderaan dengan Hamas sama saja dengan kalah dan menyerah... Klaim ini didasarkan pada kesalahpahaman mendasar tentang apa yang terjadi di Jalur Gaza," kata Brik.

"Klaim ini dipicu oleh klise yang disebarkan oleh eselon politik dan militer untuk membenarkan tindakan mereka dan mendapatkan dukungan publik serta legitimasi untuk melanjutkan perang yang gagal... orang-orang yang sama yang menyatakan bahwa penghentian permusuhan berarti kekalahan dan penyerahan diri kitalah yang membawa militer semakin dekat ke kehancuran dan negara ke kejatuhannya," tambahnya.

Pasukan Israel (IDF) dalam agresi militer di Gaza. IDF dilaporkan membagikan dokumen ke para para wali kota di wilayah utara pendudukan berisi skenario yang akan dihadapi Israel jika berperang besar-besaran melawan pasukan Hizbullah, Lebanon. Pasukan Israel (IDF) dalam agresi militer di Gaza. IDF dilaporkan membagikan dokumen ke para para wali kota di wilayah utara pendudukan berisi skenario yang akan dihadapi Israel jika berperang besar-besaran melawan pasukan Hizbullah, Lebanon. (khaberni)

Disarankan Mundur dari Gaza

Ia menunjukkan perlunya memusatkan pasukan pendudukan Israel di sektor lain, yaitu di utara dan Tepi Barat karena eskalasi yang sedang berlangsung.

"Pasukan pendudukan Israel harus mundur dari Gaza karena tidak ada cukup pasukan untuk bertempur di beberapa front pada saat yang sama," katanya

"Dengan kata lain, suatu hari nanti IDF tidak akan bisa lagi bertahan di Jalur Gaza karena Hamas akan menguasai sepenuhnya – baik di kota terowongan bawah tanah yang membentang ratusan kilometer maupun di atas tanah," jelas Brik.

Ia menambahkan: "Jika kita menghentikan penyerbuan karena militer lemah dan karena kita tidak punya pilihan lain, atau jika kita memindahkan pasukan kita ke daerah lain, musuh kita akan mengumumkan dengan gembar-gembor bahwa militer Israel telah menyerah, meninggalkan Gaza dan meninggalkan negara itu."

Meski demikian, Brik menyarankan agar dengan mendahului keadaan dan menyetujui kesepakatan untuk memulangkan tawanan dan tahanan, pertempuran di Gaza harus diakhiri.

Tentara Israel dikerahkan di perbatasan Erez dengan senjata berat dan kendaraan militer di Erez, Israel pada 29 Februari 2024. Tentara Israel dikerahkan di perbatasan Erez dengan senjata berat dan kendaraan militer di Erez, Israel pada 29 Februari 2024. (Mostafa Alkharouf – Anadolu Agency)

Jengah dan Kelelahan di Perang Multi-Front

Terkait kondisi pasukan Israel secara umum saat ini, sebuah laporan di  The Wall Street Journal menyatakan kalau serangan multi-front tentara pendudukan Israel (IDF) terhadap petempur milisi perlawanan di Tepi Barat menyoroti kompleksitas kondisi yang memburuk di wilayah-wilayah pendudukan.

"Pengerahan kekuatan militer skala besar di Tepi Barat juga menggambarkan tuntutan baru terhadap tentara Israel yang sudah kehabisan tenaga karena perang di Jalur Gaza, dan eskalasi di perbatasan dengan Lebanon," tulis laporan tersebut.

Surat kabar tersebut menjelaskan dalam sebuah laporan yang diterjemahkan oleh “Arabi 21”, mengutip analis Israel yang mengatakan: “Pertempuran baru di Tepi Barat telah meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya pertempuran berkepanjangan di berbagai bidang.”

 “Tentara saat ini sudah kelelahan,” kata Guy Aviad, seorang mantan perwira dan peneliti Israel spesialis soal Hamas.

“Pada akhirnya, kami memiliki kelompok tentara cadangan yang sangat terbatas yang menanggung beban pertempuran sepanjang waktu,” katanya.

Surat kabar tersebut menunjukkan bahwa faksi-faksi perlawanan Palestina yang lebih baru dan lebih muda telah bermunculan serta meningkat dalam beberapa tahun terakhir, meskipun pemerintah pendudukan dan tentara IDF menggunakan segala cara untuk menekan mereka.

"Di sisi lain, pemerintah Israel mencakup beberapa pemimpin pemukim terkemuka, berupaya memperluas permukiman dan melancarkan agresi terhadap kota-kota Palestina," katanya menjelaskan faktor penyebab terus bermunculannya faksi-faksi perlawanan Palestina di Tepi Barat. 

Dia menyinggung tentang kematian komandan Batalyon Jenin di Brigade Al-Quds di Tulkarem, Muhammad Jaber “Abu Shuja,”.

"Dia adalah simbol dari generasi baru “pemimpin bersenjata di Tepi Barat, dan dia menangkap imajinasi beberapa pemuda Palestina sebelumnya, setelah berita pembunuhannya menyebar,” kata Aviad menyiratkan kalau kemartiran Abu Shuja justru menginspirasi pemuda lain Palestina untuk angkat senjata dan melawan.  

Surat kabar itu mengatakan: Bahkan sebelum agresi terhadap Gaza, Tepi Barat sudah berada dalam kekacauan dengan meningkatnya serangan militer dan serangan kekerasan terhadap warga Palestina oleh pemukim, dan “perang di Gaza semakin memperburuk situasi di Tepi Barat,” ujarnya.

Situasi di Desa Jit, Kota Qalqilya, Tepi Barat saat seratus pemukim Yahudi Israel, 50 di antaranya bertopeng, menyerbu kota Palestina tersebut. Situasi di Desa Jit, Kota Qalqilya, Tepi Barat saat seratus pemukim Yahudi Israel, 50 di antaranya bertopeng, menyerbu kota Palestina tersebut. (khaberni)

622 Warga Palestina Gugur Sejak 7 Oktober, Pemukim Lakukan 1.200 Serangan

Kelompok hak asasi manusia menuduh unit tertentu tentara Israel melakukan pelanggaran terhadap warga Palestina di Tepi Barat, termasuk unit tentara ekstremis yang berada di bawah pengawasan setelah kematian seorang pria lanjut usia Palestina-Amerika yang ditahan oleh tentara pada tahun 2022.

Investigasi militer Israel menggambarkan insiden itu sebagai kegagalan moral di pihak tentara, yang tergabung dalam Batalyon Netzah Yehuda.

“Kami telah melihat warga Palestina di Tepi Barat harus bersikap defensif,” kata Tahani Mustafa, analis senior Palestina di International Crisis Group, sebuah organisasi resolusi konflik yang berbasis di Brussels masalah keamanan pribadi pada saat ini, apakah itu terhadap tentara atau pemukim Israel yang ekstremis.”

Setidaknya 17 warga Palestina tewas sejak “Israel melancarkan operasi Tepi Barat awal pekan ini di Tepi Barat.”

Penduduk Palestina di Tulkarem mengatakan, "Mereka secara efektif terjebak di rumah mereka sejak dimulainya operasi Israel pada Selasa malam. Karena takut turun ke jalan karena apa yang mereka katakan sebagai pengeboman yang kejam."

Firas Khalifa (48 tahun), yang tinggal di kamp pengungsi Nour Shams di Tulkarem, mengatakan: “Infrastruktur hancur, internet hampir tidak berfungsi. Beberapa orang menelepon Bulan Sabit Merah untuk mengevakuasi mereka, namun tentara Israel tidak mengizinkan mereka untuk lulus.”  

Tentara Israel membantah kalau mereka membatasi akses medis dan mengatakan: Ini memfasilitasi pergerakan ambulans dan mengurangi kerusakan infrastruktur sipil.

Analis militer mengatakan, “Operasi saat ini menimbulkan risiko strategis bagi Israel, karena angkatan bersenjatanya berada di bawah tekanan akibat pertempuran selama hampir 11 bulan di Gaza dan meningkatnya konflik dengan Hizbullah, dan tentara sangat bergantung pada tentara cadangan paruh waktu yang mengatakan mereka kelelahan akibat perang terpanjang yang dilakukan Israel selama beberapa dekade.”

Shlomo Mofaz, mantan pejabat senior intelijen militer Israel, mengatakan: Operasi di Tepi Barat melibatkan ratusan tentara, termasuk pasukan yang dipindahkan ke lapangan dari kursus pelatihan dan pasukan cadangan sebagai bala bantuan.

Dia menambahkan: “Tentara perlu belajar bagaimana menyebar di beberapa arena. Mereka tidak punya pilihan.”

Pihak Israel tidak mengungkapkan tingkat kekuatan dalam operasinya di Tepi Barat, namun mengatakan: Brigade regional serta insinyur tempur ikut serta, dan tidak ada perkiraan kapan operasi akan berakhir.

KRISIS KRONIS - Petugas medis Israel mengevakuasi tentara IDF yang terluka. Layanan kesehatan Israel dilaporkan dalam situasi krisis kronis karena banyaknya korban IDF yang terluka dalam perang Gaza melawan Hamas. KRISIS KRONIS - Petugas medis Israel mengevakuasi tentara IDF yang terluka. Layanan kesehatan Israel dilaporkan dalam situasi krisis kronis karena banyaknya korban IDF yang terluka dalam perang Gaza melawan Hamas. (Photo credit: Noam Revkin Fenton/Flash90)

Tenggelam di Lumpur Gaza

Terkait situasi di front lain, Gaza, analis Israel Avi Ashkenazi mengatakan pasukan zionis Israel (IDF) berada di ambang 'tenggelam dalam lumpur Gaza'.

"Pada bulan Agustus yang kelam ini, 15 tentara Israel tewas dalam pertempuran di Gaza dan utara (front Lebanon). Ini adalah harga yang harus dibayar untuk perang yang melelahkan," demikian pernyataan laporan Avi Ashkenazi.

Ashkenazi juga mencatat bulan Agustus 2024 akan dikenang sebagai salah satu bulan paling berdarah bagi IDF.

Ashkenazi yang juga merupakan jurnalis Israel tersebut memberikan kritik pada kegigihan Israel untuk mempertahankan Koridor Philadelphia dan poros Netzarim, yang masih menjadi pokok perdebatan utama dalam negosiasi yang sedang berlangsung.

Ini terjadi satu hari sebelum keputusan resmi kabinet Israel untuk mempertahankan kendali atas jalur tanah sepanjang 14 kilometer yang memisahkan Gaza dari Mesir.

“Setiap keputusan keamanan harus dibayar dengan darah,” lanjut Ashkenazi.

“Sebelum kita terjerumus ke dalam lumpur, mari kita berhenti sejenak,” analis Israel itu memperingatkan negaranya, mengutip Palestine Chronicle, Sabtu (31/8/2024).

Seraya menambahkan, ia mendorong para pemimpin Israel untuk mempertimbangkan alternatif keamanan untuk mengakhiri negosiasi, membebaskan para sandera, dan menghentikan tembakan terhadap warga sipil.

Perkataan Ashkenazi menggemakan sentimen yang telah diungkapkan oleh pensiunan Jenderal Israel Yitzhak Brick dalam sebuah artikel yang diterbitkan di surat kabar Israel Haaretz pada tanggal 22 Agustus 2024 lalu.

Brick menyatakan situasinya mengerikan, Israel bisa menghadapi keruntuhan dalam waktu satu tahun jika perang gesekan yang sedang berlangsung terhadap gerakan Palestina Hamas dan Hizbullah Lebanon terus berlanjut.

Setelah pendudukan Kota Gaza, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan bahwa Israel telah menguasai penuh kota dan terowongannya, dan dalam waktu singkat, Hamas akan menyerah.

"Dengan pernyataan ini, Gallant, bersama dengan rekan-rekannya Kepala Staf IDF Herzi Halevi dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, telah membuat publik Israel kehilangan muka,” tulis mantan jenderal Israel tersebut.

“Israel semakin terjerumus ke dalam lumpur Gaza, kehilangan semakin banyak tentara karena terbunuh atau terluka, tanpa ada peluang untuk mencapai tujuan utama perang: menjatuhkan Hamas.”

Mantan jenderal Israel itu lebih lanjut memperingatkan semua strategi politik dan militer saat ini membawa Israel menuju bencana.

"Negara ini benar-benar sedang menuju jurang kehancuran. Jika perang melawan Hamas dan Hizbullah terus berlanjut, Israel akan runtuh dalam waktu tidak lebih dari setahun," ia memperingatkan.

Semakin Banyak IDF Tewas dan Terluka

Menurut data resmi Israel, yang tunduk pada sensor militer, lebih dari 703 perwira dan tentara Israel telah terbunuh sejak 7 Oktober 2023.

Namun, ada tuduhan internal, militer Israel menyembunyikan jumlah tenteara yang tewas sebelumnya, hingga soal kerugian yang diyakini jauh lebih tinggi.

Juli lalu, Saluran 12 Israel mengungkapkan 20.000 tentara pendudukan telah terluka di Gaza sejak 7 Oktober, dengan 8.298 korban lainnya mengalami cacat.

Pada tanggal 12 Juli, kabinet Israel menyetujui keputusan untuk memperpanjang wajib militer menjadi tiga tahun karena kekurangan personel.

Keputusan ini akan disampaikan kepada pemerintah untuk disetujui dan kemudian dibawa ke Knesset (parlemen) untuk diundangkan.

(oln/khbrn/*)

 

Tag:  #qassam #menyala #rafah #buldoser #hangus #tewas #pakar #militer #israel #gagal #total #setahun #perang

KOMENTAR