Mengupas Guilt Complex, Perasaan Bersalah yang Tumbuh dari Luka dan Tekanan Batin​
Ilustrasi guilt complex. (Freepik)
21:40
11 November 2025

Mengupas Guilt Complex, Perasaan Bersalah yang Tumbuh dari Luka dan Tekanan Batin​

Pernahkah kamu merasa bersalah terus-menerus atas sesuatu yang sudah berlalu, bahkan ketika orang lain sudah memaafkanmu? Jika iya, bisa jadi kamu sedang mengalami guilt complex.

Menurut Hello Sehat, guilt complex adalah kondisi ketika seseorang terus diliputi rasa bersalah secara berlebihan dan sulit mengendalikannya, bahkan untuk hal-hal kecil yang sebenarnya tak lagi relevan. Sementara itu, Alodokter menjelaskan bahwa guilt complex sering muncul tanpa sebab yang jelas dan bisa menimbulkan perasaan tidak berharga, cemas, hingga sulit menikmati hidup.

Guilt complex bisa terjadi pada siapa saja terutama mereka yang cenderung perfeksionis, terlalu memikirkan perasaan orang lain, atau terbiasa menyalahkan diri sendiri atas hal yang tak sepenuhnya mereka kendalikan.

Guilt complex bukan sekadar rasa bersalah sesaat. Ia tumbuh diam-diam, mengikat pikiran, dan membuat seseorang terjebak dalam perasaan “harus menebus kesalahan” terus-menerus. Karena itu, memahami apa yang memicu munculnya guilt complex menjadi langkah awal untuk melepaskan diri dari belenggunya.

Berikut 5 penyebab guilt complex yang sering tak disadari:

1. Pengalaman masa kecil yang penuh tekanan

Salah satu akar guilt complex seringkali berasal dari masa kecil. Saat anak sering disalahkan atau tidak diberi ruang untuk berbuat salah, mereka tumbuh dengan keyakinan bahwa kesalahan sekecil apa pun pantas dihukum. Pola pikir ini terbawa hingga dewasa dan membuat seseorang merasa bersalah meski tidak ada yang salah.

2. Lingkungan sosial dan budaya yang kaku

Norma sosial atau budaya yang menekankan “harus selalu benar” juga dapat memperkuat guilt complex. Beberapa orang tumbuh dalam lingkungan yang menilai kesalahan sebagai aib besar. Akibatnya, mereka cenderung memendam rasa bersalah dan takut menghadapi kritik, meskipun kesalahan tersebut sudah diperbaiki.

3. Perfeksionisme dan standar diri yang terlalu tinggi

Orang yang perfeksionis sering kali merasa tidak pernah cukup baik. Setiap kesalahan dianggap sebagai kegagalan besar yang mencoreng diri sendiri. Padahal, kesempurnaan adalah hal mustahil. Namun, dalam pikiran orang dengan guilt complex, sedikit saja kekeliruan bisa jadi alasan untuk merasa tak layak.

4. Hubungan tidak sehat dan manipulatif

Guilt complex juga bisa tumbuh dari hubungan yang tidak seimbang misalnya ketika seseorang sering dibuat merasa bersalah oleh pasangannya atau lingkungannya. Pola “gaslighting” seperti ini membuat korban menanggung rasa bersalah yang sebenarnya bukan miliknya.

5. Pengalaman kehilangan atau trauma emosional

Kehilangan orang terkasih, kegagalan dalam hubungan, atau keputusan yang diambil di masa lalu dapat meninggalkan luka batin yang mendalam. Rasa “seandainya aku bisa berbuat lebih baik” sering kali menjadi bahan bakar guilt complex yang terus menyala.

Memahami akar dari guilt complex adalah langkah awal menuju pemulihan. Pentingnya menerima bahwa setiap orang berhak membuat kesalahan dan belajar darinya, bukan terus-menerus menghukum diri sendiri. Jika perasaan bersalah ini sudah mengganggu keseharian, jangan ragu mencari bantuan profesional atau mulai berdialog dengan diri sendiri melalui jurnal dan refleksi.

Setiap orang berhak berdamai dengan masa lalunya. Guilt complex bukan tanda kelemahan melainkan ajakan untuk mengenali sisi manusiawi kita yang ingin tumbuh dan memaafkan diri sendiri. Karena kadang, penyembuhan dimulai bukan dari menghapus kesalahan, tetapi dari menerima bahwa kita pantas untuk tenang kembali. (*)

Editor: Siti Nur Qasanah

Tag:  #mengupas #guilt #complex #perasaan #bersalah #yang #tumbuh #dari #luka #tekanan #batin

KOMENTAR