Setelah Tangerang, Kini Surabaya! 656 Hektare Laut Bersertifikat HGB
Kasus penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah perairan kembali mencuat ke permukaan. Setelah sebelumnya menjadi sorotan di kawasan laut Tangerang, kini polemik serupa muncul di Laut Timur Surabaya, Jawa Timur.
Temuan ini memicu reaksi publik, terutama karena dinilai melanggar aturan tata ruang dan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Berikut 7 fakta penting terkait kasus Laut Surabaya bersertifikat HGB.
1. Area HGB Seluas 656 Hektare
Berdasarkan informasi dari akun media sosial X @thanthowy, terungkap adanya area bersertifikat HGB seluas 656 hektare di kawasan timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya.
Data tersebut merujuk pada aplikasi resmi Bhumi milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), yang menunjukkan tiga titik koordinat lokasi HGB tersebut.
2. Pelanggaran Putusan MK 85/PUU-XI/2013
Keberadaan HGB di perairan laut dinilai bertentangan dengan Putusan MK 85/PUU-XI/2013. Putusan tersebut secara tegas melarang pemanfaatan ruang di atas perairan untuk kepentingan privat atau komersial.
Reno Eza Mahendra, peneliti dari Urbaning, menyebut bahwa kasus ini menunjukkan ketidaksinkronan antara aturan hukum dan praktik administrasi pertanahan.
3. Pola Reklamasi Alami dengan Sedimentasi
Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, mengungkapkan modus yang kerap terjadi dalam kasus serupa. Pemagaran laut dilakukan dengan tujuan menahan ombak dan memicu sedimentasi alami.
Nantinya, area tersebut akan berubah menjadi daratan baru yang diperkuat melalui penerbitan sertifikat HGB atau Sertifikat Hak Milik (SHM). Namun, ia menegaskan bahwa sertifikat di dasar laut adalah dokumen ilegal.
4. Kasus Laut Tangerang Sebagai Pendahulu
Sebelum kasus di Surabaya, polemik serupa terjadi di pagar laut Tangerang. Di wilayah tersebut, ditemukan 263 bidang sertifikat HGB dan 17 bidang SHM yang diterbitkan, meliputi area milik perusahaan PT Intan Agung Makmur, PT Cahaya Inti Sentosa, dan perseorangan. Kasus ini juga menimbulkan kontroversi karena dianggap melanggar aturan tata ruang.
5. Dibantah oleh BPN Jatim
Belakangan, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jawa Timur membantah adanya HGB di Surabaya. Menurut Kepala Kanwil BPN, lokasi HGB tersebut bukan di Surabaya.
6. Potensi Pembatalan Sertifikat
Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, menyatakan bahwa sertifikat yang ditemukan di wilayah perairan dapat dibatalkan jika terbukti terdapat cacat material, prosedural, atau hukum. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, pembatalan sertifikat dapat dilakukan tanpa melalui pengadilan selama sertifikat tersebut belum berusia lima tahun.
7. Dampak Serius Terhadap Tata Ruang dan Lingkungan
Keberadaan sertifikat HGB di atas laut tidak hanya melanggar aturan hukum, tetapi juga berdampak pada tata ruang dan kelestarian lingkungan. Pemanfaatan wilayah perairan untuk kepentingan privat dapat merugikan masyarakat luas dan mengancam ekosistem laut.
Kontributor : Dini Sukmaningtyas
Tag: #setelah #tangerang #kini #surabaya #hektare #laut #bersertifikat