Harapan Santa Claus Rally di Wall Street Diuji, Saham AS Masih Bergejolak Jelang Tutup Tahun
Ilustrasi bursa saham New York Stock Exchange (NYSE) atau Wall Street.(SHUTTERSTOCK/STUART MONK)
07:32
22 Desember 2025

Harapan Santa Claus Rally di Wall Street Diuji, Saham AS Masih Bergejolak Jelang Tutup Tahun

- Harapan para investor akan munculnya sentimen positif khas musim liburan di pasar saham Amerika Serikat (AS) alias Wall Street belum sepenuhnya terwujud. Sejumlah faktor membuat pergerakan pasar masih bergejolak hingga mendekati akhir tahun.

Meski kinerja saham AS sepanjang 2025 tergolong solid, indeks acuan S&P 500 justru melemah tipis sepanjang Desember. Kondisi ini berlawanan dengan pola historis, karena Desember biasanya menjadi salah satu bulan yang cukup kuat bagi pasar saham.

Mengutip Reuters, Senin (22/12/2025), dalam beberapa pekan terakhir terdapat dua isu utama yang memicu volatilitas di Wall Street.

Pertama, meningkatnya perhatian terhadap besarnya belanja perusahaan untuk pengembangan infrastruktur kecerdasan buatan (AI). Kedua, berubahnya ekspektasi pasar terkait peluang pemangkasan suku bunga lanjutan oleh Federal Reserve (The Fed) pada 2026.

Pada pekan ini, saham teknologi dan emiten terkait AI sempat tertekan akibat kekhawatiran atas proyek pusat data milik Oracle. Namun, tekanan tersebut sedikit mereda setelah data inflasi AS yang dirilis Kamis (waktu setempat) menunjukkan kenaikan harga yang lebih terkendali.

“Data ekonomi pekan ini memperkuat ekspektasi bahwa The Fed masih cenderung memangkas suku bunga,” ujar Angelo Kourkafas, senior global investment strategist di Edward Jones.

Menurutnya, sebagian investor kemungkinan memilih mengamankan keuntungan setelah pasar mencatat kinerja kuat sepanjang tahun, sehingga memicu tekanan jual. Meski begitu, data terbaru dinilai masih membuka peluang terjadinya Santa Claus rally tahun ini.

Secara historis, sejak 1950, Santa Claus rally ditandai dengan kenaikan rata-rata S&P 500 sekitar 1,3 persen dalam lima hari perdagangan terakhir Desember dan dua hari perdagangan pertama Januari, menurut Stock Trader’s Almanac. Tahun ini, periode tersebut berlangsung mulai Rabu hingga 5 Januari.

Di sisi lain, investor juga mencermati sejumlah data ekonomi AS yang sempat tertunda akibat penutupan sebagian pemerintahan federal (government shutdown) selama 43 hari. Data ketenagakerjaan menunjukkan pertumbuhan lapangan kerja kembali meningkat pada November, namun tingkat pengangguran naik ke 4,6 persen, tertinggi dalam lebih dari empat tahun.

Laporan inflasi terbaru juga menunjukkan indeks harga konsumen AS naik lebih rendah dari perkiraan hingga November. Meski memberi sentimen positif, data tersebut dinilai masih berpotensi terdistorsi karena proses pengumpulan data yang tertunda hingga akhir November, bertepatan dengan periode diskon musim liburan.

The Fed sendiri telah memangkas suku bunga dalam tiga pertemuan berturut-turut. Investor kini mencermati berbagai indikator ekonomi untuk menilai kapan bank sentral AS tersebut berpeluang kembali melonggarkan kebijakan moneternya pada 2026.

“Memasuki pekan depan, akan muncul pertanyaan besar mengenai arah kebijakan The Fed ke depan,” kata Trevor Slaven, kepala global alokasi aset dan solusi portofolio multi-aset di Barings.

“Ada ketidakpastian antara arah kebijakan bank-bank sentral utama dan arah pergerakan inflasi, pada saat data pasar tenaga kerja justru menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang semakin jelas,” lanjut Slaven.

Laporan ekonomi yang akan dirilis pada pekan depan antara lain mencakup data produk domestik bruto (PDB) kuartal III, pesanan barang tahan lama, serta tingkat kepercayaan konsumen.

Pada pekan perdagangan yang lebih singkat karena libur, perhatian investor juga diperkirakan masih tertuju pada saham-saham terkait kecerdasan buatan (AI) yang selama ini menjadi pendorong kenaikan pasar.

Sepanjang 2025 hingga saat ini, S&P 500 telah menguat lebih dari 15 persen dan berada di jalur mencatatkan kenaikan tahunan ketiga berturut-turut di atas 10 persen.

Namun belakangan, kekhawatiran terkait sektor AI, termasuk soal kapan belanja infrastruktur yang sangat besar akan benar-benar menghasilkan keuntungan, mulai menekan saham teknologi yang sebelumnya melesat tinggi. Padahal, sektor teknologi memiliki bobot paling besar dalam indeks utama seperti S&P 500.

“Mulai terlihat sikap skeptis terhadap besarnya belanja AI yang semakin menonjol,” ujar Mark Luschini, chief investment strategist di Janney Montgomery Scott.

Menurutnya, dominasi saham teknologi dan emiten terkait teknologi dalam indeks berbasis kapitalisasi pasar ikut memberi tekanan pada pergerakan indeks secara keseluruhan.

Di sisi lain, sektor-sektor yang sebelumnya tertinggal sepanjang tahun ini mulai membantu menopang pasar. Sektor-sektor yang sensitif terhadap kondisi ekonomi, seperti transportasi, keuangan, dan saham berkapitalisasi kecil, tercatat menguat sepanjang Desember.

“Kami melihat aliran dana mulai keluar dari saham teknologi,” kata Kourkafas. “Sektor lain mulai mengambil peran dan membantu menjaga pergerakan pasar cenderung bergerak terbatas.”

Tag:  #harapan #santa #claus #rally #wall #street #diuji #saham #masih #bergejolak #jelang #tutup #tahun

KOMENTAR