Bahlil Tetapkan Denda Tambang di Kawasan Hutan: Rp354 Juta hingga Rp6,5 Miliar per Hektare
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia. [Suara.com/Yaumal]
14:23
11 Desember 2025

Bahlil Tetapkan Denda Tambang di Kawasan Hutan: Rp354 Juta hingga Rp6,5 Miliar per Hektare

Baca 10 detik
  • ESDM menetapkan denda eksplorasi tambang di kawasan hutan antara Rp354 juta sampai Rp6,5 miliar per hektare.
  • Keputusan ini diatur dalam Kepmen ESDM Nomor 391/2025 yang ditandatangani Menteri Bahlil pada 1 Desember 2025.
  • Denda tertinggi dikenakan untuk nikel, sementara batubara memiliki besaran denda paling rendah berdasarkan kesepakatan Satgas PKH.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan besaran denda administrative, bagi perusahaan tambang yang melakukan kegiatan eksplorasi di kawasan hutan.

Besarannya dari Rp354 juta hingga Rp6,5 miliar per hektare.

Aturan itu tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 tentang Tarif Denda Administratif Pelanggaran Kegiatan Usaha Pertambangan di Kawasan Hutan untuk Komoditas Nikel, Bauksit, Timah, dan Batubara.

Surat keputusan tersebut diteken Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia pada 1 Desember 2025.

Bahlil mengatakan, pemerintah berkomitmen memberikan sanksi tegas bagi perusahaan tambang yang melanggar kaidah pertambangan yang dampaknya merugikan masyarakat.

Bahlil juga menegaskan bahwa Kementerian ESDM tidak gentar mencabut izin perusahaan tambang.

Tambang Ilegal. (foto: Biro Pers Sekretariat Presiden) PerbesarTambang Ilegal. (foto: Biro Pers Sekretariat Presiden)

"Kalau seandainya kita mendapatkan dalam evaluasi mereka melanggar, tidak tertib, Maka tidak segan-segan kita akan melakukan tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Bahlil dikutip pada Kamis (11/12/2025).

Dia mengungkapkan bahwa kalau ada yang menjalankan tidak sesuai dengan aturan dan standar pertambangan, tidak segan-segan untuk dicabut.

Sanksi denda tersebut merupakan tindak lanjut dari Pasal 43A Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.

"Perhitungan penetapan denda administratif atas kegiatan usaha pertambangan di kawasan hutan dalam Keputusan ini didasarkan hasil kesepakatan Rapat Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk kegiatan usaha pertambangan, sesuai Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Selaku Ketua Pelaksana Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Nomor B-2992/Set-PKH/11/2025 tanggal 24 November 2025," bunyi salah satu pasal Kepmen tersebut.

Adapun besaran denda yang ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan dengan sanksi administrasi tertinggi dikenakan untuk pelanggaran pertambangan Nikel, yaitu mencapai Rp6,5 miliar per hektare.

Untuk komoditas Bauksit dikenakan denda sebesar Rp1,7 miliar per hektare. komoditas Timah sebesar Rp1,2 miliar per hektare, dan Batubara sebesar Rp354 juta per hektare.

Penetapan tarif denda ini berfungsi sebagai alat penegakan hukum. Tujuannya untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya alam digunakan, sekaligus untuk memulihkan kerugian negara akibat kerusakan lingkungan.

Seluruh penagihan denda administratif ditagih oleh Satgas PKH dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pada sektor energi dan sumber daya mineral.

Sanksi denda itu mulai berlaku sejak ditetapkan dan menjadi dasar bagi langkah penindakan oleh Satgas terhadap pelanggaran di lapangan.

Editor: Dythia Novianty

Tag:  #bahlil #tetapkan #denda #tambang #kawasan #hutan #rp354 #juta #hingga #rp65 #miliar #hektare

KOMENTAR